•5•

78 40 41
                                    

-hutan sebagai saksi ritual-

Senang, Kata itu masih belum cukup untuk menggambarkan suasana hati ku saat ini.

Akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan orang itu yang merupakan ayahku sendiri. Batinku dalam hati.

Ayah. Yaitu orang yang sudah lama ingin ku temui dibandingkan menemui idola KPop ku.
Aku bahkan lupa umur ku saat terakhir kali melihat ayah ku. Mungkin masih 3 tahun.

Tak memakan waktu lama, aku dan ibu berangkat ke rumah pak Parto beberapa jam setelah mendapat panggilan dari pak Parto.

Setelah menempuh perjalanan dan sampai pada tujuan, aku dan ibu kembali disambut hangat oleh pak Parto.

Panas, itu yang terlintas di benakku sekarang.

Saat di dalam rumah pak Parto, aku diberi segelas air sirup dingin dengan tambahan nata de coco didalamnya.

"Hahhh" ucapku lega sambil menghela nafas kencang, yang membuat ibu refleks menutup mulut ku.

"Hushh, kebiasaan deh. Untung aja pak Parto nya ga denger, kalo ga kan jadi malu" omel ibu panjang yang membuat ku kembali terdiam.

Kemudian pak Parto kembali menuju ke arah ku dan ibu dengan menggenggam buku dark hole ditangannya.

Saat pak Parto sudah didepan kami, beliau membuka pembicaraan dengan langsung pada intinya.

"Saya ingin kita pergi dan menginap dengan mendirikan tenda di sebuah hutan terdekat diseberang desa, karna--"

"Kenapa harus hutan pak!??" Tanya ibu yang memotong pembicaraan pak Parto.
Jujur saja aku tersentak kaget saat mendengar itu.

"Bukan begitu Bu, namun saya mendapati tulisan:

Yang sudah MEMBACA buku ini
tidak pada TEMPAT dan WAKTU yang ditentukan, maka RITUAL ini TIDAK BERLAKU lagi bagi si PEMBACA!!

Tempat: hutan
Waktu: 00.00

Note: bagi yang sudah membaca nya jangan mencoba memberi tahu isinya.

Maka dari itu kalian harus melakukan nya di hutan, dan ritual itu tidak berlaku lagi bagi saya yang sudah membaca nya tidak pada tempat dan waktu ditentukan."

Jelas pak Parto sambil beberapa kali menunjuk ke arah buku dark hole tersebut.

"Tapi pak, itu bukan tulisan suami saya" ibu berkata dengan tegas.

"Iya, tapi Bu tak ada salahnya jika dicoba bukan??" Tanya pak Parto lembut.

Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya aku dan ibu menuruti perkataan pak Parto tersebut dengan pergi ke hutan terdekat di seberang desa.

Aku dan ibu duduk di jok depan mobil, sedangkan pak Parto duduk di jok belakang, dan bagasi mobil dipenuhi dengan barang bawaan kami.

***
Saat diperjalanan...

"Pak, saya juga belum membaca buku itu, karena melihat waktu dan tempat yang telah ditentukan. Saya tidak berani asal bertindak dan takut malah ritual itu tidak berlaku lagi bagi saya". Jelas ibu panjang sembari menyetir mobilnya menuju hutan.

"Aku juga belum membacanya, cuma ngeliat ada selipan kertas dibuku itu, pas buka bukunya eh pak Parto udah nelpon ke telpon rumah" jawabku untuk mencoba menghilangkan keheningan di mobil.

"Baguslah, jadi ritual itu Masi bisa berlaku untuk kalian" ucap pak Parto yang kemudian tak disertai jawaban dari aku dan ibu.

Kembali hening...

Kami sampai di hutan tepat disaat matahari ingin terbenam dan menghilang dari pandangan disertai dengan menghilangnya cahaya.

Ku pandangi hutan tersebut, lumayan terlihat menyeramkan sih, batinku.
Tentu saja karena ini sudah mulai gelap.

Kami segera membangun tenda dan api unggun, karna takut jika hari semakin gelap.

Bunyi binatang yang campur aduk yang menemani kami dan membuat malam kami menjadi tak terlalu sunyi.

Beberapa waktu kemudian tepat pada jam 21.00 kami selesai membangun tenda dan api unggun.
Setelah itu, ibu tampak menyiapkan jagung yang ingin dipoles dengan blue band untuk segera dibakar.

"Bu, minta sendoknya Deng" ujar ku sembari mengambil satu jagung.

Kemudian ibu menyodorkan sendok dan blue band padaku, tak lupa pada pak Parto juga.

Setelah memoles pada jagung, di sendok ku masih ada blue band yang tersisa, aku segera mencolek nya dan berusaha agar mengenai hidung ibu.

"Siska Hazella!!" Bentak ibu sambil menyebutkan nama panjang ku dengan lengkap. Padahal aku berniat mencairkan suasana.

Akhhh! Desis ku ketika sebuah cairan lengket berhasil mengenai pipiku, dan tak lain cairan itu ada blue band.

Aku kembali membalas ibu, dan begitupun sebaliknya.
"Malam ini lumayan penuh dengan canda tawa ya" pikir ku lagi.

Mengingat pak Parto yang hanya menggeleng geleng kepala melihat tingkah ibu dan anak yang satu ini.

Setelah menyadari bahwa jagungnya telah matang, kami langsung melahapnya disertai cerita-cerita menarik dari pak Parto.

Hahh...
Aku kembali menghela nafas ringan sambil memasukkan kedua tanganku ke saku jaket.

"Malam ini sangat dingin" ucapku pelan.
Ibu yang menyadari itu langsung memelukku dan memberi pelukan hangat.
Bagaimana tidak dingin dengan suasana malam pada jam 23.39 ini, batinku kembali.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

°°°°°

Terkadang lebih menakutkan wajah manusia yang bermuka 2 atau wajah manusia yang dipaksakan tertawa, daripada wajah kuntilanak yang rata dan polos tanpa muka.

Thanks udah baca!
Jangan lupa tekan bintang diujung yaps! Dapat angka berapa?? Yahh Masi dikit kan:'((

Buruan ramein komen nya deng😘
Kalo kalian follow aku bakal follback Lo😂😅 *kode keras nih bukan cuma ngasi tau, wkwk.

Đ₳Ɽ₭ ⱧØⱠɆ(•Selesai√•)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang