ᴀʏᴏ ʙᴇʀᴛᴇᴍᴜ

200 42 9
                                    

Seminggu setelah malam itu, Narendra merasa ada sesuatu yang janggal. Serafin perlahan berubah, atau terlalu sibuk tepatnya. Serafin selalu ingkar janji dan datang terlambat, padahal Narendra tau Serafin benci datang terlambat. Ia merasa ada sesuatu yang Serafin rahasiakan, sayangnya Narendra belum ditahap sedekat itu untuk mengetahui apa yang disembunyikan gadisnya itu.

Bel pulang sekolah berbunyi, Narendra sengaja pulang awal untuk menahan Serafin diloker, dia tau Serafin selalu ke loker saat pulang sekolah.

Dan disinilah Narendra, hampir terlambat jika saja dia memutuskan untuk piket. Serafin ada diujung lorong, tentu saja urusan dengan lokernya telah selesai.

"Serafin," yang dipanggil segera menoleh dan tersenyum setelah menemukan bahwa yang memanggilnya adalah Narendra.

"Ya? Ada apa?" tanya Serafin.

"We need to ta—"

"I can't, Ren. Ayah bilang aku harus pulang awal," sela Serafin sebelum berbalik badan segera.

"Kalau begitu aku yang datang, aku luangkan waktu sore ini dan berkunjung," Narendra menggenggam pergelangan tangan gadisnya, mencoba menahannya pulang.

"You don't understand, Narendra. So shut up," tegas Serafin menarik kasar tangannya dari genggaman Narendra, meninggalkannya dengan perasaan bingung juga penasaran.

✧๑᩿࿐

Matahari terbenam dua jam yang lalu dan disinilah Narendra, duduk ditrotoar persis didepan rumah Serafin, berharap pemiliknya masuk atau keluar, ponselnya mati dan tidak ada yang bisa membantunya menghubungi Serafin. Beberapa kali Narendra bertanya pada tetangga sekitaran rumahnya, jawabannya bervariasi. Beberapa orang menjawab pemiliknya sudah seminggu tidak pulang, ada juga yang menjawab pemiliknya biasa pulang larut malam.

Narendra memutuskan untuk menyerah dan pulang untuk istirahat, setidaknya dia sudah berusaha untuk membicarakan masalah ini meski terus dihantui perasaan tidak layak.

Dirumah, tidak banyak yang bisa Narendra lakukan. Setelah mengisi daya ponselnya, Narendra membersihkan diri lalu melahap makan malamnya, risih rasanya istirahat dengan perut kosong. Narendra masih dihantui perasaan tidak layak, kali ini ditemani perasaan khawatir, amat sangat khawatir.

Lamunannya dibuyarkan oleh suara familiar yang berasal dari kamar, ponselnya berdering. Hampir saja dia menjatuhkan vas bunga Bundanya jika tidak berhati-hati saat berlari.

Serafin Calling...

Tentu Narendra menekan tombol hijau, puluhan pertanyaan tersusun diotaknya dan siap dilontarkan saat ponselnya sudah terhubung dengan ponsel Serafin.

Namun semua buyar saat mendengar isak tangis seorang gadis, isak tangis Serafin terdengar sangat pilu.

"Hey, ada apa?" Narendra membuka pembicaraan.

"Did I bother you, Ren?" tanya Serafin dengan suara seraknya.

"No no no, ada apa? Kamu dimana? Aku kesana sekarang ya," jawab Narendra yang sudah berlari merampas kunci mobil dari atas meja dan berlari menuju mobil.

"Ngga perlu, aku cuma mau dengar suaramu," Serafin terkekeh ditengah tangisnya. "Hampir seminggu dan aku hanya bertemu denganmu beberapa kali, setelah obrolan singkat aku yang pergi, I'm so stupid,"

"Jangan bicara begitu, aku paham kamu sibuk. Apa sudah punya waktu luang sekarang? Beritau kamu dimana? Ayo bertemu," ajak Narendra.

Serafin menggeleng percuma. Tidak ada jawaban kecuali isak tangis yang semakin pilu.

remedy ; jungkook (ft. rosé) ✨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang