Kepada yang Pertama

273 4 0
                                    

"Untuk kamu yang kuat, untuk kamu yang sabar. Semoga kelak semua itu terbayar."

Ryan terpaku di dalam sebuah kafe kopi di daerah Jatinangor, Bandung. Tatapannya kosong, dia hanya menatap ke satu arah, namun tak memperhatikannya. Hatinya sedang rapuh karena penantian panjangnya akan musnah sebentar lagi. Perempuan yang sangat ia kagumi akan halal bagi yang lain.

Serba salah perasaannya mengingat bagaimana pertama kali ia melihat perempuan itu dan pengalaman kelam tentang masa lalunya. Pacaran? Terngiang jelas bagaimana kata-kata itu terurai jernih dalam pikirannya. Ia merupakan anak program studi S1 Hubungan Internasional di salah satu Universitas terbaik di Bandung.

Seorang perempuan tak lain tak bukan sahabat kecilnya sendiri kini sedang berpacaran dengan orang lain. Pacarannya sudah lama dan sebentar lagi tiba waktunya. Sungguh menyakitkan memang, tapi itulah kenyataan yang harus ia terima.

Padahal sejak kembalinya ia dulu dari luar kota, teramat senang hatinya. Namun, tanpa disangka, diam-diam ia juga menaruh hati terhadap perempuan itu, karenanya ia terus memurungkan diri dan banyak melamun. Perempuan itu sebelumnya sudah pernah membuat ia sedikit lebih baik dari sikap-sikap negatifnya dulu serta dapat membuatnya merasakan ketenangan ketika berada di sampingnya.

Ryan namanya, anak rantau yang kumel dan berantakan. Namun, ia sangat pendiam dan tertutup di kampus maupun di lingkungannya.

Pikirannya tiba-tiba terbang jauh.

Dua tahun lalu betapa senangnya Ryan ketika perempuan itu kembali dari perantauan sekolahnya di salah satu sekolah Islam di Sumatra. Sahabat yang ia nanti-nantikan pulang, namun ada yang berbeda, dia semakin besar, cantik, dan anggun. Namun sayang, ia masih saja belum berhijab.

Sekelas dengannya membuat Ryan semakin senang, jadi ia bisa semakin dekat dengan perempuan itu.

Salwa namanya, dia perempuan yang baik, cantik, pintar, dan masih banyak lagi kelebihannya.

Waktu itu tepat saat pelajaran olahraga di jam pertama, Salwa terlihat masih canggung dengan teman-teman barunya. Gerak-gerik itu tertangkap oleh Ryan, namun Ryan tak bisa selalu mendekatinya, karena ia takut kalau teman-teman yang lain akan berpikir aneh tentang dirinya dengan anak baru yang sesungguhnya sahabatnya.

Teman-teman sekelas bergegas mengganti baju olahraga, yang perempuan menggantinya di kamar mandi. Sedangkan, yang laki-laki tetap di dalam kelas. Namun, Salwa terlihat kebingungan mencari sesuatu yang sepertinya sangat penting baginya.

"Ehh cewe mau ngapain masih di sini? Mau ikut ganti baju sama kami?" Celetuk seorang teman.

"Nggak kok, aku lagi nyari bajuku, aku lupa bawa baju kayaknya .. yaudah aku keluar, maaf mengganggu."

Matanya tertuju kepada Ryan yang belum juga mengganti baju karena pelajaran olahraga dimulai sehabis istirahat, masih sekitar dua puluh menit lagi, dia tak mau tergesa-gesa. Teman-teman yang lain meninggalkan kelas. Ada yang ke kantin, masjid, dan kegiatannya masing-masing. Ryan berjalan ke meja Salwa, dan menaruh barang yang ia punya di bawah kursi agar terlihat seperti barang yang terjatuh.

Lima belas menit kemudian Salwa masuk ketika Ryan masih sibuk membaca novelnya. Betapa senangnya dia ketika menemukan baju olahraganya yang terjatuh di bawah kursinya, yang sebenarnya punya Ryan.

"Ryan kamu nggak olahraga?" Tanya Salwa.

"Enggak ah males, lupa bawa baju. Nanti bilangin ke Pak Jono kalau aku sakit." Jawab Ryan.

"Kamu sakit apa?"

"Sakit hati!"

"Idih gaya banget sakit hati, jomblo bisa sakit hati?" Salwa ketawa.

Mencintai Dalam Diam (CERPEN)Where stories live. Discover now