Kepada Masa Lalu

115 0 0
                                    

"Masa lalu akan selalu menjadikan setidaknya 2 pilihan, sakit atau bangkit."

Ketika Ryan sedang duduk di kantin sendiri sepulang sekolah, tiba-tiba Salwa duduk di samping Ryan. Dengan tidak ada canggung sama sekali karena takut ketauan sama Adi.

"Hey.. apa kabar?" Senyum Salwa.

"Ehhh baik, tumben nggak pulang sama pangeran?" Ledek Ryan.

"Waduh pangeran .. dia lagi sibuk katanya Yan, emang si akhir-akhir ini dia sibuk banget. Kerja kelompok, ngerjain PR."

"Katanya? Hahaha."

"Kenapa kamu nggak percaya sama dia? Kamu pikir dia bohong?" Marah Salwa.

"Nggak kok, nggak." Kata Ryan.

Seandainya kamu tau Sal. Aku ini cinta sama kamu, tapi sayang kamu sudah punya yang lain. Aku memang nggak punya materi sebanyak yang Adi berikan, tapi aku punya ketulusan dalam perasaan ini. Ucap Ryan dalam hati.

"Heh kok ngeliatin aku terus? Ntar suka loh hahaha."

"Seandainya aku jawab sudah apa kamu percaya Sal?" kata Ryan dalam hati. "Pengen banget apa aku suka sama kamu?"

"Lahh kamu kali yang kepengenan."

Kami ketawa. Itu hari pertama kami pulang bersama, meski hanya dengan motor vespa. Nampaknya Salwa cukup menikmati perjalanan. Hati Ryan bergetar dua kali lebih cepat dari biasanya. Kamulah orang yang membuat hatiku tenang dengan kata-katamu yang indah dan pembawaanmu yang tenang Sal. Seandainya suatu saat nanti kamu masih menungguku, aku akan mencoba memantaskan diri untukmu. Ucap Ryan dalam hati. Salwa memecah kekakuan.

"Yan, katanya dulu kamu pernah pacaran kan? Pake krudungan ya?"

"Iya Sal kenapa?"

"Kamu suka perempuan yang berhijab?"

"InsyaAllah sal. Emang kenapa?"

"Nggak apa-apa kok, apa yang membuat wanita berhijab spesial buat kamu?"

"Sebenarnya dalam Al Quran sudah jelas dalam Surat Al Ahzab ayat 59, kamu bisa baca sendiri nanti. Selain itu, aku punya analogi. Ayam ni ayam, lebih mahal ayam yang berbulu lebat, indah dan tertutup atau yang tidak mempunyai bulu?"

"Yang berbulu lebat dong." Jawab Salwa mantap.

"Nah, manusia sama kalau pakai hijab dan tertutup akan lebih mahal, berwibawa." Ryan bersemangat, "Maaf aku bukan memaksa seseorang untuk memakai hijab, hidayah akan datang sendiri dari Allah jika seseorang tersebut ingin berubah."

"Wahh canggih Ryan, jadi Ustadz aja Yan." Salwa ketawa.

"Aku nggak berbakat Sal." Kata Ryan, "Ehh Sal aku boleh nanya nggak?"

"Boleh, apa?"

"Kenapa kamu suka sama Adi? Pasti ada alasannya dong."

"Adi itu orangnya baik, ganteng, emang sih kadang suka overprotective, dan kasar sih. Tapi dia tipe aku banget. Kalau kamu Yan belum punya pacar baru lagi?"

"Nggak ah dosa hahaha."

Salwa hanya ketawa mendengarnya. Ryan hanya tersenyum, sambil menikmati semilir angin yang berhembus.

***

Sore indah dimana matahari di ufuk barat sudah merah merona, gedung rumah kosong yang di atasnya terbuka itu menjadi tempat yang cocok buat Ryan bersembunyi dari kebisingan Kota untuk menulis. Memang Ryan sudah biasa masuk ke sana, jadi Satpam di tempat itu sudah kenal dengan Ryan dan dengan mudah memperbolehkan Ryan masuk. Sesekali Ryan pernah menghias area gedung kosong itu dengan berbagai macam Mural-Mural bagusnya. Namun, dari atas gedung itu matanya tiba-tiba terbelalak mengecilkan bola matanya ke arah jalanan.

Mencintai Dalam Diam (CERPEN)Where stories live. Discover now