i

46 6 2
                                    

Oke, inilah saat yang dinantikan banyak orang, namun tidak dengan gue. Sekolah Menengah Atas. Hari ini sampai dua hari kedepan, gue dan tentunya beserta teman-teman seangkatan gue akan melakukan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah.

Sekarang gue akan memasuki gerbang sekolah yang tampaknya disana sedang diawasi dan dijaga oleh beberapa kakak kelas atau senior yang sedang berdiri sejajar. Sepertinya mereka juga akan mendampingi gue dan teman-teman selama kegiatan berlangsung dua hari kedepan.

Sebagai siswa baru, tentunya harus menjaga sopan santun juga etika kepada yang lebih tua, termasuk senior. Ucapan seperti "selamat pagi, kak," "halo, kak," "permisi, kak," hendaknya selalu diucapkan ketika sedang berjalan melewati mereka.

Begitu pula dengan gue yang sedang berjalan kearah dimana mereka berada. Ternyata terdapat empat orang senior yang mengenakan seragam blazzer hitam, dua perempuan dan di sebelahnya ada dua laki-laki. Mereka sedang mengamati satu persatu name tag yang sedang gue dan teman-teman gue kalungi di leher menggunakan tali rafia hitam sebagai tanda pengenal siswa baru.

"Pagi, kak," sapa gue pada mereka satu persatu saat lewat di depan mereka sambil sedikit menunduk. Santun. Tentu saja tidak ada satupun dari mereka yang membalas sapaan dari junior-juniornya ini.

Namun tidak, ternyata gue salah. Gue tarik kembali kata-kata gue.

Kecuali kakak laki-laki yang terakhir gue sapa dan gue lewati.

"Hai," katanya. Suaranya yang lembut dan hampir tak terdengar, namun gue bisa mendengarnya dengan jelas.

Gue yang sedikit terkejut akan hal itu pun berhenti melangkah kemudian membalikkan badan gue untuk melihat siapa orang yang baru saja membalas sapaan gue.

Sekarang orangnya sedang melihat ke arah gue juga dengan menunjukkan senyum tipisnya. Manis.

Namun gue pun tersadar bahwa gue sedang bertatapan dengannya untuk beberapa saat, akhirnya gue kembali melanjutkan langkah gue. Setelah ini gue ingin mencari ruang yang akan menjadi tempat menetap gue untuk beberapa hari.

Setelah mencari dan memeriksa ruangan secara satu-persatu, akhirnya gue menemukan nama gue di salah satu ruang kelas. Di jendela kaca ruang ini terdapat kertas absen yang ditempel berisikan nama-nama siswa. Nama gue juga terpapar dengan jelas berada di nomor 25 dari 25 siswa. Resiko nama menggunakan huruf-huruf terkahir.

Karena disini sudah cukup ramai berisikan penghuni sementara sama seperti gue, terpaksa gue harus duduk di bangku yang di sebelahnya sudah ada orangnya. Gue memilih untuk duduk di salah satu bangku kosong yang berada di barisan nomor dua dari belakang. Di sebelah bangku yang ingin gue duduki sudah ada perempuan dengan rambut yang dikuncir rapih sedang asik berbicara dengan teman laki-laki yang ada di belakangnya.

"Permisi," kata gue membuat keduanya mengalihkan pandangannya ke arah gue. "Disini ada yang nempatin, ga?"

Perempuan itu membalas dengan senyuman serta gelengan pelan. "Enggak, duduk aja," ucapnya mempersilahkan gue.

"Ah, makasih," gue pun menarik bangku untuk duduk. Dan mereka pun juga lanjut mengobrol.

Gue benar-benar gak tau harus apa. Untuk beberapa saat gue hanya berdiam dan mengedarkan pandangan gue ke sekeliling isi kelas. Jadi untuk menghilangkan rasa canggung pada pada diri gue sendiri, gue mengambil handphone dari saku rok dan mengaca, merapihkan rambut gue agar tertata kembali.

Kecanggungan pun tetap ada dan malah semakin menjadi. Selama gue berkaca, ternyata mereka berdua tidak mengobrol lagi, malah memperhatikan gue dan menatap gue seolah ingin mengatakan sesuatu yang sedang tertahan di lidah.

[1] Going CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang