5. Promise

5 0 0
                                    

Bagiku siang tadi cukup menguras energi. Bukan kegiatan berat yang sesungguhnya. Melainkan kami hanya melakukan piknik sederhana dipinggir pantai sambil menikmati senja dan menyaksikan proses terbenamnya matahari di ufuk barat. Dan dasarnya keluarga Jung ini memang kreatif, maka ide piknik tidak hanya sekedar menikmati hasil olahan sendiri, namun diselingi dengan beberapa permainan yang jujur saja membuatku tertawa hingga kelelahan. Sederhana yang membawa kesan.

Hingga akhirnya sang kakak tertua pada keluarga Jung yang baru beberapa tahun berganti marga itu menagihku untuk menginap, sebagai bentuk sanksi sebab aku sempat membuatnya menunggu. Aku bukan alibi, alasanku adalah aku mengasihani ibu yang hanya dirumah seorang diri. Selain itu juga besok aku harus bekerja, mengurus beberapa keperluan dan tentu saja aku memerlukan pakaian ganti. Tetapi sayang sekali alasan itu tidak bisa diterima. Dawon eonni tidak keberatan meminjamkan bajunya untuk kupakai, bahkan bersedia membelikan yang baru jika aku enggan memakainya. Dan berikutnya alasan utamaku menjadi tidak berarti sebab tanpa memberikan pengertian lebih, buktinya ibu sudah tentu mengizinkan dengan senang hati. Katanya aku sudah dewasa, dan berhak untuk menikmati bebasku. Jadi aku mengalah dan keberadaanku diapartemen ini malah disambut dengan tangan terbuka oleh sang pemilik asli.

Ini sudah tengah malam, dan baru saja menyelesaikan mandi setelah membereskan keperluan kami tadi. Di dalam apartemen ini hanya ada dua kamar. Jadi aku akan tidur dengan Dawon eonni dan putri kecilnya. Sedangkan suaminya akan tidur bersama Hoseok oppa.

Mereka sepertinya sudah terlelap sebab terlihat hanya aku sendiri yang masih terjaga. Seorang diri di ruang tengah memandangi layar televisi sambil beberapa kali menyesap teh hangat buatanku sendiri. Entah kenapa mataku benar-benar belum ingin diistirahatkan, padahal tubuhku terasa sekali letihnya. Justru masih sanggup melepas tawa pada adegan yang menurutku cukup jenaka. Namun saat atensiku masih disana, aku sedikit tersentak mendengar suara bukaan pintu yang tiba-tiba dan menemukan seseorang yang baru saja keluar dari kamarnya.

"kau belum tidur?"

Aku bernafas lega sebab bukan suatu hal yang perlu aku takutkan seperti yang baru saja melintas pada benakku.

"Oppa, aku kira kau hantu"

"ey, mana ada hantu yang tampan sepertiku?"

Langsung ku buang wajahku kembali pada layar televisi yang sempat kuabaikan "percaya diri sekali sih".

Sofa yang kududuki sedikit memantul pertanda ia sudah mendaratkan tubuhnya untuk duduk disampingku yang kosong. Menatapku dalam diam yang aku sendiri sadar akan perbuatannya. "jadi sekarang oppa terpesona dengan kecantikanku?"

Pria yang usianya tiga tahun diatasku ini malah menertawakanku sambil mencubit pipiku dengan gemas. Ini tidak main-main, rasanya sakit sekali, sungguh. "aku hanya memperhatikan ini, kau semakin bulat saja, tau" dan yang ini jauh lebih menyakitkan.

Segera kupukul lirih pergelangan tangannya meminta untuk dilepas. Wajahku sudah memberengut kesal dan ingin sekali kulempar dengan bantal senyum jahilnya itu jika bisa. "aku tidak gendut, buktinya berat badanku masih stabil". Pria disampingku tertawa semakin kencang, tidak peduli pada manusia lain yang sedang merajut mimpinya. "oppa, kecilkan suaramu" tegurku dengan sedikit penekanan dan setengah berbisik. Saat tawanya mulai mereda, ia melanjutkan kalimatnya. "Kau tahu? Saat masih sekolah dulu Yoongi pernah dibully karena gemuk"

"lalu?"

"kau sudah tahu kan siapa dia. Dengan percaya diri dia berkata karena dia kaya maka bisa membeli makanan yang tidak bisa mereka beli"

Aku menggeleng lirih sambil tertawa "sudah kuduga dia akan seperti itu" balasku. Yang kemudian senyum pria disampingku terbit hingga tercetak lesung pipit pada kedua sudut bibirnya.

SerendipityWhere stories live. Discover now