Seusai makan siang bersama dengan pria yang sudah kuhapal namanya—Jimin. Niatku yang semula ingin kembali bekerja, karena masih ada beberapa hal yang perlu kukerjakan, kuurungkan sebab pria ini rupanya masih ingin mengobrol denganku. Aku hanya mengangguk saja, sebab tidak enak hati menolak.
Dan sebuah taman kecil diantara gedung-gedung tinggi yang cukup rindang menjadi tempat persinggahan kami yang kedua. Duduk bersebelahan pada deretan bangku kayu bercat coklat tua, berlindung dari sengatan matahari pada pohon maple yang daunnya kuning kemerahan, tumbuh dengan gagah persis dibelakang bangku kayu yang kami duduki. Beberapa daunnya berguguran, mengotori permukaan tanah kering yang membuatnya justru terlihat indah. Aku selalu suka pohon maple, terutama saat dimusim gugur seperti ini.
"tidak terasa ini sudah penguhujung musim gugur" suara rendahnya memecah keheningan yang sempat terjalin semenit lalu. Membuatku secara otomatis tersenyum simpul dan mengalihkan pandangan pada wajah yang menatap lurus padang hijau. Tidak jauh disana, ada sebuah lahan persegi kecil dengan beberapa permainan anak-anak.
"dulu saat usia tujuh tahun, kupikir musim gugur itu tidak menyenangkan. Permukaan tanah begitu kotor oleh daun-daun. Aku justru lebih menyukai musim salju yang dingin"
"bukankah salju-salju itu juga bisa mengotori jalan?" sahutku yang malah mendapat kekehan kecil darinya.
"benar. Tetapi entahlah, aku justru suka. Ayahku sering membuatkan boneka salju seukuranku. Mungkin karena aku tidak mempunyai banyak teman, jadi mereka sudah seperti teman bagiku. Dan saat musim dingin berakhir, maka aku tidak bisa lagi melihat mereka"
Aku hanya menanggapinya dengan gumaman kecil sembari mengangguk lirih. Sejenak mengingatkanku pada masa kecil yang tidak semanis miliknya. Membuatku hanya tersenyum kecut sembari memperhatikan kedua kakiku diatas tumpukan daun maple.
Pandangannya kembali mengarah kearahku. Beberapa helai rambut depan tampak bergerak bebas mengikuti arah angin, persis seperti iklan shampo yang akan membuat sang aktor terlihat keren saat ia menyibak rambutnya kebelakang. Bedanya, alam membuatnya terlihat tampan secara alami.
"ayahku malah tidak pernah membuatkanku boneka salju" aku sejenak menunduk, tersenyum simpul, memandang kedua kakiku yang menginjak tumpukan dedaunan kering. "tubuhnya tidak bisa berteman baik dengan musim dingin, mudah sekali sakit, jadi tidak mungkin bisa bermain-main denganku dihalaman luar, apalagi membuat boneka salju".
"ah, begitu" ia mengangguk lemah, "lalu bagaimana ia keluar untuk bekerja? Apa ia baik-baik saja? Salju turun cukup lebat kemarin". Tanyanya dengan sedikit khawatir.
Aku sempat terdiam sejenak, tepatnya berfikir bagaimana caraku untuk menjelaskan. Sedangkan pria disampingku masih diam, menunggu jawaban. "ayahku, sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu"
Seketika rautnya berubah menjadi canggung "maaf, aku benar-benar tidak tahu-"
"tidak perlu meminta maaf" senyumku menjadi teduh mengisyaratkan bahwa aku baik-baik saja. "itu kan sudah lama sekali".
Jeda selama beberapa detik, ia kembali mengudarakan kalimat "lalu, bagaimana dengan ibumu?"
"dia baik. Bahkan kami masih tinggal bersama, meskipun hanya bertemu saat pagi atau malam hari" aku terkekeh pelan mengingat betapa pekerjaan kami sering kali menyita waktu, terutama aku yang lebih sering menyibukkan diri.
"jadi ibumu bekerja?"
"ehm hm. Dia adalah seorang pengajar disalah satu universitas swasta"
"benarkah??" maniknya membola dengan raut kekagumana. Aku hanya mengangguk sebagai pembenaran, mengulas senyum merasakan bangga atas pekerjaan ibuku yang sudah pasti mulia. Sedangkan ia masih saja tidak menyangka, berulang kali mengungkapkan kalimat pujian yang selalu kubalas dengan kalimat-kalimat rendah hati. Dan dari sini aku jadi tahu bahwa ia juga baru saja menyelesaikan gelar magisternya yang sempat tertunda. Meskipun begitu tetap saja bagiku keren sekali.
Kami semakin seru melanjutkan obrolan kelewat ringan mengenai diri kami masing-masing. Fakta lain yang baru kuketahui, ia adalah penerus dari perusahaan yang bergerak dibidang property. Juga awal mula pertemuan kami yang ternyata ibu kami adalah teman satu angkatan—meski belum tahu secara pasti apakah mereka adalah teman akrab sebelumnya atau tidak. Menurutku itu tidak masalah. Tetap saja menarik mengetahui bahwa mereka bersekolah ditempat yang sama.
Kami menghabiskan waktu sekitar dua jam untuk obrolan yang kurasa tidak ada habisnya. Begitu seru dan menarik. Bahkan aku tidak percaya pada diriku sendiri yang begitu leluasa bercerita dengan pria yang baru beberapa kali kutemui. Jujur saja aku cukup pemalu dan pendiam, namun ia memiliki kepribadian menyenangkan yang membuatku selalu tertarik untuk terjun dalam setiap obrolan. Sesekali ia membuat suatu lelucon yang membuatku sukses tertawa. Merubah penilaianku tentang penampilannya yang dewasa, ternyata ia bisa terlihat lucu dan menggemaskan secara bersamaan.
Hingga berikutnya keadaan kembali lengang. Ia terdiam, begitu juga dengan aku yang tidak tahu lagi harus berkata apa. Kami mungkin tengah sibuk dengan pemikiran masing-masing. Tatapanku kini beralih pada lapangan hijau didepan kami dengan taman bermain kecil yang sudah ada dua anak disana. Bermain ayunan ditemani kedua ibu mereka yang duduk dipinggiran area bermain.
Angin juga baik sekali hari ini. Berhembus rendah, menerbangkan daun serta meniup beberapa helai rambutku sesuai dengan kemana perginya angin, beruntung itu tidak membuatnya menjadi berantakan. Hingga satu menit kami kembali dilanda diam, akhirnya ia kembali bersuara mengalihkan atensiku.
"soal pria itu, apa benar-benar ia bukan kekasihmu?"
Aku diam—berpikir sejenak. Dan kembali mengerti dengan siapa yang ia maksud. "memangnya kenapa?"
"tidak apa-apa. Hanya penasaran"
Aku tersenyum simpul sambil menggeleng lirih, "banyak yang berfikir sama sepertimu, tetapi sungguh kami bukan pasangan kekasih". Dan anggukan kepala menandakan bahwa ia benar-benar mengerti.
"ia sahabat dari kekasihku"
________________________________________
Maafkan penulis yang lama banget update nya huhu T.T
Please comment and vote kalo readers suka yaa, butuh banget nih masukan.
Thank you^^
22-04-2020
YOU ARE READING
Serendipity
FanficKim Nare, gadis lugu yang tidak pernah ber-ekspektasi tinggi namun selalu yakin bahwa kebaikan akan selalu datang kepada orang-orang yang menebar kebaikan (juga). Kehilangan presensi dua orang yang dicinta lantas tidak membuatnya murka pada dunia da...