Happy reading 💕
Afi menelusuri koridor yang sudah sepi. Ia sudah terlambat sekarang, Rania pasti sedang kerepotan mengurus semuanya.
Alfi melewati kantin untuk mepercepat waktunya karena kantin dan kelas sangat dekat. Tak sengaja mata Alfi melihat perempuan yang sedang bercengkrama dengan sahabatnya.
Alisnya bertaut bingung, ia seperti mengenali perempuan itu. Tapi, siapa? Alfi semakin mempertajam penglihatannya.
Betapa terkejutnya dia ketika melihat perempuan itu, dan ternyata dia Rania.
"Itukan Rania? Kok bisa Rania dekat sama mereka? Ehh tapi, yang ngurus kelompok siapa? Seharusnyakan dia di kelas, ini kenapa malah masih di kantin?" Tanya Alfi.
Alfi langsung berlalu dan menuju ke kelas. Kelas begitu berisik yamg berarti semua sudah berkumpul. Alfi memperhatikan mereka yang sedang bersiap, kecuali kelompoknya.
"Assalamu'alaikum."
Kelas yang awalnya berisik langsung senyap. Semuanya menatap Alfi yang baru saja datang.
"Wa'alaikumussalam."
Vero yang menyadari keterlambatan Alfi sahabatnya dan dia yang tak ada di kantin tadi, langsung menghampirinya.
"Loh Al kok lo baru datang? Tadi juga lo gak ada di kantin bareng kita-kita?" Tanya Vero beruntun.
"Ada urusan tadi."
"Ohhh ya udah gue balik lagi ke kelompok gue ya."
Alfi hanya mengangguk mengiyakan. Ia menghampiri kelompoknya yang belum siap apa-apa. Ia menyadari ada yang kurang disini, dan ya hanya Rania yang tidak ada.
"Rania mana?" Tanya Alfi.
"Apa gak ada yang berinisiatif mencari Rania?"
Mereka menatap Alfi takut dan tak ada yang berani membuka suara.
Alfi melihat adik kelasnya satu persatu. Matanya tertuju ke salah satu diantara mereka. Alfi menghampiri sahabat Rania yang sedari tadi menunduk.
Menyadari Alfi yang berjalan ke arah mereka. Fitri dan Bila menundukkan kepalanya, mereka tak berani menatap Alfi.
"Rania mana?" Tanya Alfi dingin.
Sontak Fitri dan Bila menatap satu sama lain. Mereka juga sebenarnya tidak tahu Rania ada dimana.
Melihat kedua sahabat Rania yang hanya terdiam. Alfi tanpa banyak bicara langsung berlalu begitu saja. Ia yakin Rania pasti masih ada di kantin bersama sahabatnya.
***
Rania berjalan tergesa-gesa menuju kelasnya. Ia sudah terlambat lima menit sekarang. Huhh ini akibat dirinya yang tak memperhatikan waktu. Rania tadi terlalu keasikan bersama Faris dan temannya sampai akhirnya dia terlambat seperti sekarang.
"Aduhhh mampus gue." Batin Rania sambil berlari.
Bughh
Rania menabrak seseorang. Ia hampir terjatuh namun langsung di tangkap oleh seseorang tersebut.
Mata mereka bertemu beberapa saat. Mata indah itu seakan menghipnotis Rania, ia tak sadar jika posisinya bisa membuat orang lain salah sangka. Bagaimana tidak, pinggang Rania sedang di pegang oleh orang itu untuk menahan tubuhnya agar tak jatuh.
Menyadari jarak yang begitu dekat mereka langsung memisahkan diri. Rania tampak malu-malu, ia menundukkan kepalanya untuk menutupi wajahnya yang memerah. Entah mengepa jantungnya jadi berdebar cepat.
"Maaf kak Alfi, saya gak sengaja."
Yap dia adalah Alfi. Alfi menatap Rania datar "kenapa kamu masih di luar kelas?" Tanya Alfi dingin.
Rania semakin menundukkan kepalanya, wajah yang tadi bersemu merah kini hilang tergantikan dengan raut wajah takut.
"Aduh mampus deh gue." Batin Rania.
"Kenapa kamu diam?"
Rania mendongakkan kepalanya. Kini matanya bertemu dengan mata Alfi. Dari matanya terlihat jika Alfi sedang dalam mood yang tidak baik.
"Jawab saya Rania!" Alfi sedikit membentak
Rania yang tadinya mendongakkan kepalanya seketika tertunduk kembali. Ia takut jika Alfi memarahinya.
"Sa sa saya tadi dari toilet kak" Bohong Rania.
Alfi semakin menatap Rania tajam. "Betul kamu pergi ke toilet? Atau... Kamu pergi ke kantin?" Tanya Alfi curiga.
Rania semakin takut di buatnya, kepalanya semakin tertunduk takut. Alfi begitu tajam menatapnya, tatapannya seakan ingin menerkam dirinya hidup-hidup.
"Saya tadi sempat ke kelas dan kamu tidak ada di sana, padahal kelompok lain sudah mulai mempersiapkan dirinya. Sedangkan kelompok kita belum ada sama sekali. Bahkan kantong plastik yang saya kasih ke kamu belum kamu bagikan ke teman-teman kamu. Kamu itu bisa gak sih jadi ketua? Seharusnya kamu ingat waktu kalau mau di kantin. Kamu punya tanggung jawab yang mesti kamu pegang." Kata Alfi dingin.
Rania yang sedari tadi hanya menunduk langsung mendongakkan kepalanya. Matanya sudah mulai berkaca-kaca, dengan sekali kedip, air mata itu pasti akan langsung mengalir.
"Terus kenapa kakak malah milih saya jadi ketua?"
Alfi terdiam. Ia tak punya jawaban dari pertanyaan Rania. Ia memiliki alasan sendiri kenapa dia memilih Rania.
Alfi menatap mata Rania yang mulai berkaca, entah mengapa dia jadi tak tega untuk memarahi Rania.
Tanpa banyak bicara Alfi lansung menarik tangannya menuju ke kelas.
Rania yang sedari tadi menahan air matanya hanya dapat mengikuti alfi yang sedang menarik tangannya. Tapi, entah mengapa jika Alfi memegang tangannya terasa berbeda. Genggaman tangannnya terasa hangat dan jantungnya. Aggrrhhh apa yang sudah dia fikirkan, gak mungkin jika dia jatuh cinta ke Alfi.
Rania menggelengkan kepalanya kuat. Kenapa fikirannya berkelana jauh? Aneh-aneh saja.
Mereka sudah sampai di depan kelas. Saat Alfi mengucapkan salam, kelas yang mulanya ribut langsung hening. Mereka menatap Rania dan Alfi yang berada di depan pintu kelas.
Melihat tangan Rania dan Alfi yang saling bertautan sontak mereka kembali berisik.
"Ciee kak Alfi sama Rania."
"Jadian aja sudah kak."
"Pj kak pj."
"Aaa kak Alfiku."
"Cocok kak cocok."
Seakan tersadar Alfi dan Rania langsung melepaskan genggaman tangannya, wajah mereka langsung bersemu merah karena malu.
Rania langsung menuju ke sahabatnya meninggalkan Alfi yang masih berdiri di depan kelas. Ia sangat malu sekarang. Dan lihatlah sahabatnya juga ikut menggodanya dan pipinya semakin memerah.
Alfi menatap punggung Rania yang sedang menuju ke sahabatnya. Ada debaran aneh yang dia rasakan saat berada dekat Rania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise In The Rain
RomanceHujan itu sahabatku. Disaat aku menangis ia akan menghapus air mata ku. Di saat aku sedang bersedih dia pun merasakan kesedihanku dengan menjatuhkan airnya. Namun, saat dia datang hujan bukan lagi Sahabatku. Hujan bukan lagi menghapus air mataku. T...