Sepuluh Detik

36 3 0
                                    

"ALETA, LO DI CARIIN SAMA KAKEL GANTENG. KATANYA SURUH KE ATAP SEKARANG!" teriak Diva, teman satu kelas Aleta dari ambang pintu kelas.

Aleta memutar bola matanya lalu dengan malas beranjak dari bangkunya. Melangkah ogah-ogahan walaupun ogah beneran untuk menemui kakak kelas yang memanggilnya di atap sekolah.

"Siapa lagi, Ta?" tanya Rosa, teman satu bangku serta teman sejak masih dalam kandungan.

Aleta menoleh ke sampingnya, baru menyadari kalau Rosa mengikutinya.

"Entah."

Pertunjukan apa lagi yang akan Aleta lakukan sekarang? Rosa tidak habis pikir, masih ada saja cowok yang berusaha deketin Aleta walaupun mungkin seantero sekolah sudah tahu betul seorang Aleta terkenal dengan sebutan queen of play girl.

"Lo kalo mau duluan ngantin sama Bobby aja dulu, nanti gue nyusul," ucapnya sebelum menaiki anak tangga. "Pesenin juga seperti biasa. Bye, Oca!"

Rosa menggeleng pasrah, ia sudah terbiasa melihat Aleta seperti ini. Bahkan sejak mereka masih Sekolah Dasar pun banyak anak laki-laki yang berusaha deketin Aleta. Namun, pada waktu itu Aleta masih sangat polos dan tidak berpikiran macam-macam. Yang ia pikirkan hanya dia mempunyai banyak teman.

Tapi teman Aleta kebanyakan adalah cowok. Aleta dijauhi oleh teman-teman ceweknya, bahkan dulu Aleta sering kena bully karena gak terima kalau pacar, mantan, atau gebetan mereka dekat dengannya.

Sesuai apa yang Aleta katakan. Sekarang Rosa berjalan ke kelas XI IPA 1 untuk mengajak Bobby ke kantin. Biasanya mereka bertiga ke kantin bersama.

"By, kantin kuy!"

"Aleta mana?" tanya Bobby mencari ke belakang Rosa, kali aja Aleta tertinggal di belakangnya.

"Biasalah, dia nanti nyusul."

"Lagi?"

"Hm ... Lo tau kan."

Bobby tahu betul yang dimaksud Rosa. Ia merangkul Rosa dan berjalan ke arah kantin sambil sesekali tertawa karena candaan Bobby.

Di tempat lain, Aleta melihat arolji yang melingkar di lengannya. Ia menghembuskan napas kasar. Dia ... sudah menghabiskan lima menit waktu istirahatnya untuk ke tempat yang bahkan ia tidak tahu siapa yang menyuruhnya ke sini. Meyebalkan!

Aleta melihat sekelilingnya dan melihat seorang berdiri di pinggiran atap, seperti orang yang akan bunuh diri. Tanpa pikir panjang, Aleta segera menghampirinya.

"Ada apa lo manggil gue ke sini?" Aleta melihat aroljinya sekali lagi. "Gue beri waktu lima menit dari sekarang."

Tidak ada respon. Cowok itu tidak bergeming dari tempatnya. Ia terus menatap lurus, tatapannya sangat tajam. Aleta terus menunggu sambil sesekali melirik aroljinya.

"L-lo gak bakalan lompat kan?" tanya Aleta mulai jengah karena dia tidak meresponnya sejak tadi.

"Woy!" Aleta menoel-noel bahu cowok di depannya karena dia tetap diam mematung.

Cowok itu terkekeh, "Gue gak sebodoh itu kali." ucapnya sambil mendekat ke arah Aleta.

Aleta bernapas lega, kemudian kembali melanjutkan rencananya.

"Yaudah cepetan, waktu lo tinggal dua menit!"

"Bisa kenalan dulu? Biar kita kenal nggak cuma sepihak doang sih." ucap cowok itu sambil mengulurkan tangannya.

"Satu menit!"

Cowok itu gelagapan, "Gue mau lo jadi cewek gue. Bisa?"

WOW! Terang-terangan sekali. Aleta menyunggingkan senyum mengejek. Boleh juga nih cowok. Aleta semakin tidak sabar untuk ke rencana intinya.

"Oke. Gue terima!" Aleta membalas uluran tangan cowok itu sambil tersenyum semanis mungkin.

Cowok itu melotot tidak percaya. Ia tidak menyangka akan diterima dengan mudah. Ternyata desas-desus yang telah ia dengar tentang Aleta tidak sepenuhnya benar. Cowok itu sangat senang sampai ia refleks menarik Aleta ke dalam pelukannya.

Aleta terkejut, tentu saja. Cowok ini benar-benar sinting. Berani sekali memeluk Aleta dengan tiba-tiba. Bahkan mantan-mantan sebelumnya tidak pernah ia ijinkan untuk menyentuhnya lebih dari sekedar bergandengan tangan. Tapi Aleta tidak boleh menghancurkan rencana awalnya. Hanya sebentar lagi Aleta, sabarlah.

"Satu,"

"Dua,"

"Tiga,"

Cowok itu tidak mengerti apa yang sedang Aleta hitung.

"Empat,"

Cowok itu mulai melepaskan pelukannya dengan Aleta.

"Lima,"

"Ta, kamu ngapain sih?"

"Enam,"

"Oh, iya. Aku lupa ngasih tau namaku. Aku Orlando. Panggil saja Orlan."

"Tujuh,"

Orlan semakin dibuat binggung oleh Aleta.

"Delapan,"

"Ngitung apaan sih, Ta?" perasaannya mulai tidak enak.

"Sembilan,"

"ALETA!" Orlan mulai kesal Aleta tidak menghiraukannya.

Aleta menatap Orlan yang sedang kebingungan. Ah! Jadi tidak tega. Tapi ... Mau gimana lagi, kan?

"Sepuluh."

Aleta melihat aroljinya. Yap! Tepat waktu.

"KITA PUTUS!"

Orlan tercengang. Apa-apaan ini? Apa dia sedang dipermainkan?

"MAKSUDNYA APA ALETA!"

"Gue udah bilang dari awal, waktu lo cuma lima menit tapi lo gak manfaatin dengan baik. Coba aja lo langsung to the point dari awal gue kesini, pasti lo pacaran sama gue sedikit lebih lama dari ini."

Orlan sangat marah. Dia mengepalkan tangannya kuat agar tidak kelepasan menerjang Aleta di depannya.

"Soal pelukan itu, anggap saja hadiah dari gue. Bye-bye!" ucap Aleta sekalian mengakhiri pertemuannya dengan Orlan.

Orlan menatap nyalang punggung Aleta yang mulai menjauh darinya. Orlan tidak bisa menahannya lagi, ia meninju tembok pembatas pinggiran atap dengan kencang. Orlan tidak akan membiarkannya begitu saja, dia harus balas dendam!

ΦΦΦ

Baru lagi, baru lagi.
Yuhuu... Jangan lupan vommentnya!

LETAVIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang