.
.
.
.
.
Mimpi membedah memori usang pada ceruk kelam reminisensi
Kalbu terdistraksi bayang ilusi
Yang diyakini terusik ambivalensi
Darah yang rupanya murni telah sejati tanpa perlu ritual suci
.
.
.
.
Selembar tuala kutarik dari gantungan besi horizontal di bilik mandi. Kuseka rambut demi meluaki kadar air usai keramas. Kubungkus sejenak kepala sebelum meraih kembali selembar handuk. Kuusapi wajah, leher dan seluruh tubuh yang basah usai membersihkan diri. Wangi sabun menguar dari raga.Usai menyeka, kulilitkan kain itu di sekeliling pinggang demi menyembunyi selangkang. Tak lupa melepas penutup rambut dan kuletakkan di keranjang cucian kotor. Lalu segera menggiring langkah keluar dari bilik mandi.
Tak terkejut sedikitpun kala visi menemukan sesosok fana yang tadinya pelayan pribadiku sedang meletakkan beberapa potong pakaian bersih yang telah disetrika ke dalam lemari.
Tak begitu suka jika bilik pribadi dikunjungi orang lain. Tetapi aku membuat pengecualian untuk beberapa orang. Di antaranya, keluarga inti, parabatai, dan pelayan pribadi yang kini telah mengejawantah menjadi calon pengantin.
Kudekati pemuda itu dalam diam. Ia masih tak menyadari kemunculan figur lain di bilik itu. Kuraih pinggangnya demi melingkarkan lengan di sana sembari membisiki tepat di telinga, "Selamat petang sayangku. Seharian ini kau tak bertandang ke bibliotek, eum?"
Seokjin terlonjak lantaran terkejut disentuh tiba-tiba. Selembar pakaian di tangan jatuh seketika sementara ia berbalik padaku saat itu juga.
"Master! Ah... Emm... Maksudku Namjoon! Berhenti mengendap-endap demi mengagetiku seperti itu!" ucapan ketus diralat usai sepasang netra besar melirik satu alis yang dikurva tinggi di wajahku. Pertanda tak suka dengan embel-embel honorifik dari pelayan pada majikan. Dia calon pengantinku sekarang. Mengapa tak bisa menganggap dia dan aku telah setara? Haruskah kuajukan pada vatte ritual kenaikan itu saat ini juga?
"Pertama," jari telunjuk kulayangkan ke depan wajah Seokjin sebelum melanjutkan, "aku tidak mengendap-endap, Seokjinie. Ini kamar Kepala Institut Pemburu Bayangan Kota Ilsan yang mana figur itu di sini adalah aku. Lagipula caraku berjalan memang selalu tanpa suara. Kedua," jari tengah ikut menjajari di sebelah telunjuk. "Kau yang terlalu banyak melamun sehingga tak sadar ada yang masuk ruangan. Kebiasaan yang harus diubah. Penghuni dunia bawah bisa menginvasi kanan-kiri sewaktu-waktu. Calon pemburu bayangan HARUS selalu waspada. Ketiga, kau sudah kularang menyebutku dengan panggilan jahanam itu. Kita telah sepakat akan memberi hukuman pada si pelanggar. Jadi, pada senja ini, mau memberi layanan apa padaku, sayang?"
"Bukankah sekarang aku sedang melayani anda, tuan Kepala Institut pemburu bayangan kota Ilsan yang terhormat? Tumpukan pakaian bersih yang sudah rapi ini, tadinya akan diletakkan ke dalam almari sehingga kau bisa dengan mudah mengambilnya. Kini telah jatuh berhamburan di lantai sebab tuan mengagetkanku. Bisakah sekarang anda duduk atau berdiri atau apapun yang jelas menjauh dariku agar aku bisa bekerja dengan benar?!" tutur Seokjin sarkastis lantaran kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
MNEPHLESCION {NamJin/HopeKook/TaeGi/Jimin}
FantasySequel Mundane Menial Pedang beradu saling denting Peluru terlontar menggema desing Gulita mengintai di balik bayang hening Reminisensi dibedah demi menguak enigma bergeming Sang Pelayan Fana bergaris darah asing Paham bahwa sihir tak sekadar instin...