#8-a

457 17 13
                                    

••• Aku paham, semua sudah tidak lagi sama. •••

👑👑👑

Hening

Hanya suara dentingan sendok yang memenuhi ruang makan. Ini merupakan momen langka dimana ketiga orang dipertemukan dalam acara makan malam. Siapa lagi kalau bukan, Dewa, ayah, dan bundanya. Tidak ada percakapan penghangat suasana. Semua diam, hingga tiba-tiba salah satu diantara ketiganya memilih membuka suara.

"Bagaimana sekolah kamu?" Tiga patah kata tegas terlontar dari Bagas, ayah Dewa.

"Baik." Tidak ada pemilihan kata lagi, itu sudah mencakup segalanya, jelas dan tidak bertele-tele.

"Ada kesulitan? Apa perlu ayah menambah jam privat kamu?"

"Tidak, sejauh ini tidak ada kendala."

Sekolah, bimbel, privat, belajar, prestasi. Apakah tidak ada pertanyaan lain? Tentang bagaimana kabar dirinya sendiri mungkin? Oh itu bahkan jarang terucap dari kedua orang tuanya, atau bahkan sangat jarang hingga tidak mungkin?

"Kapan kamu keluar dari kumpulan siswa nggak jelas itu?"

Satu pertanyaan lagi muncul dan itu sukses membuat mood Dewa yang tadinya buruk bertambah buruk.

"Tidak akan. Dan stop sebut itu dengan sebutan tadi."

"Gabung dengan semacam itu hanya membuat kamu terperosok pada hal-hal yang tidak benar."

"Ubah pemikiran ayah. Selama ini saya selalu menuruti kemauan ayah. Tapi untuk yang itu, saya tidak bisa. Dan berhenti bertanya dengan pertanyaan serupa."

"Juan, kamu anak ayah, sudah sepatutnya kamu melakukan apa yang saya perintah."

"Anak? Bertemu saja jarang."

"Ayah sibuk kerja seperti ini juga untuk kamu. Sekali lagi ayah perintah untuk keluar dari perkumpulan berandalan itu!"

"Tidak akan. Lagipula, disana saya memperoleh apa itu rasa kekeluargaan yang bahkan tidak saya dapat di rumah ini."

"Juan! Jaga bicara kamu!"

Ayah dan anak itu berdebat dengan intonasi yang kian meninggi, hal itu tidak sedikitpun mengganggu aktivitas makan Kartika. Perempuan yang disebut bunda itu masih melanjutkan makannya dengan tenang. Terbesit keinginan untuk menjadi penengahpun tidak. Perempuan paruh baya itu menikmati suasana agaknya.

"Udahlah yah. Saya ke kamar, sudah kenyang." Dewa masih menghargai kedua orang dihadapannya ini sebagai orang tuanya, dengan sopan ia pergi berlalu meninggalkan ruang makan. Emosinya tertahan dan muak sangat mendominasi.

👑👑👑

Aylin mengamati pantulan dirinya dicermin, dari atas sampai bawah. Not bad. Rambut rapi dikucir kuda tanpa poni, seragam khas SMA Garuda yang terlihat longgar ditubuhnya, kaos kaki putih yang tidak terlalu tinggi asal terlihat juga dilengkapi sepatu warna hitam. Tidak ada make up yang menempel diwajahnya, natural, Aylin lebih suka itu.

Aylin membenarkan letak dasinya. Sekiranya sudah rapi, ia lekas mengambil tasnya di meja belajar lalu keluar kamar.

"Lama banget sih lo, kak. Ditungguin juga. Udah laper nih gue."

Aylin tidak menjawab ocehan adiknya itu, ia menjulurkan lidah sebelum menarik kursi untuk duduk.

"Sudah sudah, kalian ini bertantem terus. Masih pagi ini." Dewi, mama Aylin, heran dengan anaknya yang tidak pernah akur.

DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang