Kau pergi untuk membeli biji kopi lagi? Kau bilang biji kopi itu enak, mengapa membeli yang baru?
Kemarin aku pergi ke kedutaan untuk mengurus izin tinggalku.
Ronald meninggalkan kertas itu lalu berjalan sedikit cepat untuk menghindari dingin. Kali ini ia pergi ke supermarket untuk membeli gula.
"Ah, disini kau rupanya", panggil tetangganya yang sudah tua.
Ronald menghampiri nenek itu di rak buah-buahan.
"Kau keluar di cuaca yang dingin?"
"Boston tidak pernah hangat", jawab si nenek.
"Aku kemari untuk membeli gula. Aku tidak membeli biji kopi lagi. Sudah kubilang, kopinya enak. Jadi aku-"
"Aku tahu kau tidak akan membeli biji kopi lagi sejak hari itu".
Lalu, kenapa kau menanyakannya? Pikir Ronald yang kemudian melupakan pertanyaannya lalu hanya membeli gula. Toh otaknya sudah terlalu penuh memikirkan lagu baru yang harus ia kerjakan.
Harus bagus. Harus menjadi nomor satu di tangga nada. Kali ini harus menghasilkan banyak uang. Kali ini harus dan harus. Ia menghela nafas. Diam-diam ingin kembali menjadi penyanyi jalanan.
Suaranya sumbang, begitu komentar di internet, walaupun ia memberikan performa terbaik. Seharusnya Ronald tidak ke negara ini. Kembalilah ke negara asalmu, Ronald. Apakah Ronald benar-benar menjadi terkenal karena bakatnya? Ronald hanyalah anak orang kaya yang memompa ketenaran dengan uang. Aku tidak percaya orangtuanya berasal dari negara ini, kelakuannya benar-benar buruk.
Semuanya terasa berat hingga ia harus melarikan diri ke kota dingin ini. Semuanya sangat menyedihkan hingga ia mengurung diri di kamar tanpa menulis satu lagu pun selama dua minggu.
Nenek itu berjalan di depannya. Ia hendak menyapa, tapi mengurungkan niatnya. Nenek itu membuka pagar kayunya, tapi tidak ada lagi kertas yang menggantung di sana.
###
Seorang gadis dengan susah payah berjalan dengan tongkatnya untuk menggantungkan pena dan kertas di halamannya. Lalu masuk kembali ke rumah nenek yang menjadi tetangga Ronald.
Sejak mengetahui bukan nenek itu yang menuliskannya, Ronald khawatir seseorang memanfaatkan kedekatan mereka, walau tidak sedekat itu. Tapi, sepertinya nenek membayar Ronald menyanyi karena gadis itu.
Ia tidak ingin pergi ke supermarket ataupun kedutaan. Secarik kertas menariknya untuk turun dari kamarnya. Ia menatap kertas itu dan kedinginan di depan halaman orang lain hingga sepuluh menit.
Kau hanya sebentar tinggal di sini? Kuharap aku bisa terus mendengarmu menyanyi.
Aku memperpanjang masa tinggalku. Apa kau suka laguku?
Ronald meninggalkan catatan itu dan pergi berjalan kaki di hari yang beku. Saat ia kembali, secarik kertas baru sudah berada di sana.
Aku suka. Terimakasih sudah menyanyi.
Kali ini, ia tidak membalas pesan itu.
Esok harinya, gadis itu keluar untuk memeriksa kertasnya. Lalu kembali masuk dan meninggalkan kertasnya di sana. Siang hari, ia kembali melihatnya. Kemudian keesokan harinya, keesokan harinya lagi, dan keesokan harinya lagi.
"Hey".
Gadis itu tidak menoleh dan cepat-cepat berjalan dengan tongkatnya untuk kembali masuk ke rumah.
Rambutnya pirang dan panjang, hampir setara dengan pinggangnya. Lurus dan terikat dengan karet berhias bunga mawar tiruan.
Gadis itu terjatuh tepat di depan tangga kecil sebelum naik ke terasnya. Ronald bergegas masuk halaman dan membantunya berdiri. Tangannya dingin sekali. Gadis itu keluar rumah tanpa mengenakan baju hangat.
"Kau tidak apa-apa?", tanya Ronald.
Gadis itu mengangguk, lalu menunjuk kertas di pagar rumahnya.
"Kau ingin aku mengambilnya?"
Ia menggeleng, lalu masuk ke rumah meninggalkan Ronald.
Terimakasih sudah menjadi pendengar yang hebat.
Ronald menuliskan balasannya sebelum kembali ke kamarnya.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
As The Song Goes By [end]
Short StoryJatuh cinta ternyata tidak hanya lewat mata. Bagaimana sebuah rasa bisa tersampaikan lewat suara.