111

16 5 0
                                    

Setiap hari Ronald turun berbalut pakaian tebal dan topi yang menghangatkan kepalanya. Kemudian, dia akan kembali dengan kehilangan salah satu barangnya. Entah itu topi, syal, atau jaketnya untuk ditinggalkan di bingkai jendela.

Ia menuliskan segalanya di lagu yang sedang ia kerjakan. Mata biru itu, dingin yang menusuk tulang, kakinya yang kaku karena harus berdiri mengobrol, dan rasa senangnya yang berlebihan.

Setiap malam, ia membuka jendelanya, memainkan lagu dengan gitar atau piano. Lalu, ia akan menutup jendelanya, menikmati kopi yang bau harumnya begitu menenangkan.

Semuanya berjalan begitu saja. Hari berganti, minggu terlewati. Sudah hampir habis masanya di rumah itu. Ia harus tampil di konser tahun baru.

Ronald sebenarnya tidak mengingat konser itu. Ponselnya selalu dinonaktifkan, kabel teleponnya dicabut. Ia tidak pernah ingin diganggu ketika menulis lagu. Tidak seorangpun mengingatkannya tentang konser itu. Sampai gadis itu membaca jadwal konsernya di internet.

Esok pagi buta, ia harus kembali, sebelum malam natal. Ada pesta natal untuk perusahaan yang melabelinya dan ia harus hadir. Karena itu, malam ini akan menjadi malam natal yang lebih awal untuknya bersama gadis itu.

Mereka berjanji untuk bertemu malam hari ini. Ronald mengetuk jendela si gadis dan tidak mendapatkan jawaban apapun. Ia mengetuk pintu depan dan tidak seorangpun menjawab. Tentu saja. Rumah itu gelap gulita, tidak ada satu lampu pun menyala.

Ronald mulai panik dan mengetuk pintu seperti orang gila.

"She went to hospital", kata seorang polisi yang entah sejak kapan berdiri di depan pagar.

"Aku diminta untuk memberitahukan itu ketika ada seorang laki-laki Asia menggedor pintu seperti orang gila".

###

Ronald berjalan sangat cepat, menabrak beberapa orang tanpa minta maaf. Gadis itu terbaring di samping neneknya yang tertidur di kursi tunggu.

Kali ini Ronald akan kembali tanpa jaketnya lagi. Ia menyelimuti nenek itu lalu menghela nafas melihat gadis berambut pirang yang tertidur lelap, lemah, dan entah kenapa terlihat berantakan.

"Aku tidak pernah mengatakan padamu apapun. Aku berpura-pura tidak tahu kalian bertemu, karena aku tidak ingin dia merasa aku melanggar privasinya. Dia gadis yang baik, tapi orang-orang memperlakukannya dengan buruk. Ia mendapatkan banyak cacian. Lalu mengalami ini. Karena itu ia tidak pernah bertemu orang. Tubuhnya bisa kejang atau sesuatu yang buruk bisa terjadi jika traumanya kembali. Dia takut pada orang asing. Tapi tidak padamu", kata nenek itu yang terbangun karena jaket yang berat di atas tubuhnya.

"Maaf, aku membangunkanmu".

"Aku tidak tahu apa yang menyebabkannya kambuh lagi".

"Aku mengajaknya keluar untuk merayakan natal yang ingin kupercepat malam ini".

"Mungkin dia sangat takut bertemu orang tapi tidak ingin mengecewakanmu di saat yang sama. Aku tidak menyalahkanmu, dan jangan merasa bersalah. Aku hanya mengatakan kemungkinan yang ada".

"Tidak apa-apa", kata Ronald, "Aku berjanji akan kembali. Tolong katakan itu padanya. Sampaikan maafku juga, bagaimanapun, mungkin aku telah melakukan kesalahan".

"Kau laki-laki yang baik".

"Kau juga nenek dan tetangga yang baik. Aku akan membawa kopimu pulang dan menghabiskannya".

Ronald berjalan keluar, tepat saat nenek itu berkata dengan suara pelan, "Terimakasih sudah memperkenalkan cinta padanya".

###

As The Song Goes By [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang