Gadis itu membuka jendela kamarnya. Setahun berlalu. Berita tentang Ronald memenuhi notifikasi ponselnya. Ia bersyukur Ronald mendapatkan ketenarannya kembali.
Lagu-lagu Ronald selalu menyebut mata biru. Membuat gadis itu tersenyum setiap melihat pantulan dirinya di kaca.
Beberapa lagu Ronald bercerita tentang salju yang dingin dan hati yang hangat. Tentang malam natal yang dipercepat. Tentang baju hangat yang ditinggalkan di ambang jendela. Tentang percakapan di atas kertas. Semua hal yang membuat gadis itu semakin merindukan Ronald.
Ia menyisir rambutnya setiap hari, sambil mengingat jari dingin Ronald yang pernah menyentuh ujung rambutnya. Ia meminum kopi sambil teringat bau kopi Ronald dari jendela di atasnya.
Sekarang jendela itu dihuni orang lain. Selalu berganti, tetapi tidak pernah Ronald.
Malam dingin semakin larut, gadis itu tertidur di dekat jendela. Jaket musim dingin yang bukan miliknya menghangatkan tubuhnya dengan baik.
"Kau tahu tidak baik tertidur dengan jendela terbuka".
Gadis dengan pendengaran yang lebih baik dari siapapun itu membuka matanya. Ronald tersenyum di depannya, melongok ke dalam kamarnya dari jendela yang terbuka.
Gadis itu mencoba bicara. Tidak bisa. Biasanya ia selalu bisa bicara dalam mimpi. Tanpa sadar, tangannya sudah menyentuh pipi Ronald untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukan mimpi.
"Maaf aku datang terlalu lama. Aku sangat sibuk, kau tahu? Kau pasti membaca semua tentangku di internet. Maafkan aku".
Gadis itu mengangguk. Perlahan air mata membasahi pipinya.
"Kau begitu merindukanku?", tanya Ronald sambil menangkap tangan dingin di pipinya.
Gadis itu mengangguk lagi.
"Maafkan aku, maaf".
Ronald menghapus air mata gadis itu dengan tangannya meskipun itu sia-sia karena air mata baru terus berjatuhan. Air mata yang hangat. Sebuah air mata sungguhan yang menantikan kedatangannya.
Malam itu, Ronald benar-benar tersenyum. Bukan senyum palsu yang terjadi karena keadaan. Bukan senyum canggung yang ia tunjukkan di depan kamera.
Malam itu, seperti lagunya tentang musim dingin. Salju pertama turun, menemani sepasang kekasih yang berciuman di ambang jendela. Butiran salju itu membasahi bahu Ronald, udara seakan menusuk tulang keduanya. Tetapi, hati yang hangat menyelimuti mereka, perlahan mengalahkan hangatnya matahari.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
As The Song Goes By [end]
Short StoryJatuh cinta ternyata tidak hanya lewat mata. Bagaimana sebuah rasa bisa tersampaikan lewat suara.