Pak Ihsan memgantarkanku pulang ke rumah. Setelah selesai melihat- lihat rumah baruku, rasanya ada kebahagiaan tersendiri dalam hatiku. Tapi rasanya ada yang kurang. Tentu saja, karena aku bakalan hidup sendiri. Siap tidak siap, aku harus siap.
Mobil berhenti di depan rumah, tepatnya rumah Vivi. Aku turun dari mobil, tidak lupa aku mengucapkan banyak terima kasih pada pak Ihsan yang sudah banyak membantuku. Mobil melaju meninggalkanku. Aku berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumah.
Aku langsung menuju ke dalam kamarku, mengambil koper yang ada di atas lemari. Mas Danil masuk ke dalam kamar dan melihatku keheranan.
"Ngapain kamu ambil koper segala yang?"
"Aku di tugaskan di luar kota, mungkin beberapa minggu aku nggak pulang" kataku sambil memasukan baju- bajuku ke dalam koper.
"Wuah, gajinya nambah dong yang?" kata mas Danil dengan ekspresi orang kegirangan.
"Sama aja" kataku
"Kirain gajinya nambah. Kan lumayan yang, kita bisa segera membeli rumah"
Aku udah punya rumah sendiri tanpa harus merepotkanmu mas. Batinku
"Emang kamu udah ada duit berapa? Ngasih jatah aku aja nggak nyukup" kataku sinis
"Diana!! Kamu tuh harusnya bersyukur punya suami yang berusaha membahagiakanmu" kata mas Danil dengan nada tinggi.
"Membahagiakan dengan apa mas?"
"Ya. Dengan aku berusaha menabung untuk membeki rumah"
"Coba aku lihat tabunganmu mas?"
"Tidak perlu aku perlihatkan padamu"
Aku tidak mau berdebat, sudah jijik aku lama- lama berada di dekatnya. Ku tutup koperku dan langsung ku tarik menuju keluar kamar. Mas Danil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan tak memghiraukan kepergianku.
"Loh, kakak mau kemana?" tanya Vivi yang sedang asyik menonton tivi
"Tugas luar kota" jawabku
Aku memesan gocar dan menunggunya di depan rumah. Tidak menunggu lama, mobil yang aku pesan datang.
Aku masuk ke dalam mobil dan mobil melaju meninggalkan rumah Vivi. Aku mengambil ponsel ku dari dalam tas dan mengecek cctv.
Cih! Benar- benar sudah gila mereka. Aku pergi belum lama, sudah indehoi aja mereka. Batinku. Aku memasukan kembali ponselku ke dalam tas dan memandang ke luar jendela.
Mobil berhenti tepat di depan rumahku, ya, ini rumahku!
***
Aku membuka mataku, rasa kantuk masih menyerang. Namun sinar mentari yang menembus gorden kamarku membuat mataku silau. Aku menoleh ke arah jam beker di samping tempat tidurku. Waktu menunjukan pukul 07.00 wib.
Ah.. Aku lupa kalau aku sendirian. Aku bangun dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi. Aku menanggalkan pakaianku dan menyalakan shower. Aku memejamkan mata, menikmati setiap tetesan air yang merasuk di setiap pori- poriku.
Selesai mandi aku bersiap- siap untuk berangkat kerja. Tiba- tiba ponsel ku berbunyi.
"Ya pak?"
"Aku di depan"
What? Aku menyibakan gorden kamarku dan melihat pak Ihsan yang berdiri meyandarkan tubuhnya di badan mobil.
Aku segera mengambil tasku dan berlari keluat rumah. Tidak lupa ku kunci pintu rumahku. Aku menghampiri pak Ihsan.
"Ada apa pak?"
"Nggak ada apa - apa. Hanya saja kita sejalan, jadi aku langsung menjemputmu"
Pak Ihsan masuk ke dalam mobil dan di ikuti olehku. Mobil melaju meninggalkan rumahku.
"Bagaimana? Apa kamu nyaman tinggal di rumah barumu?"
"Sangat nyaman sekali pak"
"Ada yang ingin aku tanyakan. Tapi ini menyinggung privasimu. Boleh?"
Aku mengernyitkan dahi
"Tanya apa pak?"
"Apa hubunganmu dengan suamimu baik- baik saja?"
"Kenapa tiba- tiba anda bertanya seperti itu?"
"Sebenarnya, ada yang ingin aku sampaikan. Tapi aku takut kamu tidak percaya dan marah padaku"
"Katakan saja"
"Masalah suamimu dan adikmu"
"Dari mana bapak tahu?"
***
Flashback
Pov Ihsan
Di sebuah cafe aku mengaja bertemu dengan teman putih abu ku. Aku mencari tempat duduk yang masih kosong. Tidak lama menunggu, Imam datang menghampiriku.
"Woy bro. Gimana kabarmu?" kata Imam sambil merangkulku
Aku hanya menggeleng- geleng melihat tingkah Imam. Tiba- tiba mataku tertuju pada seorang laki- laki yang merangkul seorang gadis. Dan aku yakin sekali bahwa aku mengenal mereka. Walaupun mereka tidak mengenalku.
Imam yang ikut memandang laki- laki itu keheranan
"Siapa lelaki itu? Sepertinya kamu serius sekali menatapnya?"
"Suami Diana"
"Woooaaahhh. Jangan bilang kamu masih mengharapkan cinta Diana"
Aku menggeleng. Suami Diana duduk tepat di belakangku. Pembicaraan mereka sangat jelas ku dengar.
"Mas, kalau kakaku tahu hubungan kita bagaimana?"
"Nggak apa. Akan aku ceraikan dia"
Begitulah kira- kira yang aku dengar. Tanganku ku kepalkan, wajahku merah padam mendengarnya. imam berusaha menenangkanku.
"Mungkin aku masih akan terus berharap padanya mam" kataku menahan amarah.
"Dasar. Kamu itu emang tipe lelaki yang setia banget. Sampai slogan 'ku tunggu jandamu' pun pantas untukmu"
"Kambing lu ah" kataku sambil menjitak kepala Imam
Imam tertawa melihat tingkahku. Pesanan kami datang dan kami menikmatinya.
***"Waktu itu aku mendengar sendiri bahwa suamimu akan menceraikanmu kalau ketahuan selingkuh"
Aku menarik nafas panjang.
"Aku sudah tahu semuamya pak. Dan mereka belum tahu bahwa aku sudah tahu tentang mereka. Karena aku menunggu saat yang tepat"
"Semangat Diana. Aku selalu mendukungmu"
"Terima kasih pak"
Kami tiba di kantor. Aku langsung berjalan menuju ke ruanganku. Sedangkan pak Ihsan berjalan menuju ke ruanganya. Syifa yang tengah asik meminum kopinya langsung memandangku.
"Diana, selamat ya. Sekarang sudah punya rumah baru" kata Syifa yang langsung memelukku
"Terima kasih Fa. Kamu emang temanku yang the best"
"Diana, kamu mperhatiin nggak?"
"Mperhatiin apa?"
"Pak Ihsan, akhir- akhir ini sangat memperhatikanmu"
"Perasaanmu aja Fa"
"Ya masa, kita masuk kerja bareng, tapi cuma kamu yang dapet bonus? Itu artinya pak Ihsan ada rasa sama kamu"
"Nggak usah ngaco deh Fa"
"Kalau aku mah oke - oke aja Na. Pak Ihsan tuh ganteng, gagah, putih, GM pula"
"Ehem"
Sontak kami menoleh. Syifa langsung menutup mukanya dan ngumpet di balik laptopnya. Aku tertawa terbahak - bahak dan Pak Ihsan berlalu meninggalkan ruangan kami.
Kalau di fikir, benar apa kata Syifa. Pak Ihsan adalah lelaki idamannya kaum hawa. Kaya? Iya. Ganteng? Iya.ramah? Iya. Tapi, aku mundur alon- alon. Aku merasa nggak pantas untuk pak Ihsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah cinta untuk Diana
RomanceDiana harus merasakan sakit karena penghianatan dari laki- laki yang menemaninya selama lima tahun terakhir. apakah dia akan bertahan dengan pernikahannya? atau dia akan menemukan cinta sejatinya?