"Berdiri kamu Selom!” Bagyo dengan brutal memukuli Selom berulang kali dengan gagang sapu.
Selom menggaduh, merintih. Air matanya menetes tanpa henti. Namun, sang ayah Bagyo tak juga berhenti memukul.
“Sudah berapa kali Bapak bilang, hah! Kalau Bapak pulang, makanan itu harus ada, duit harus ada. Kamu ... anak sial!” Mata Bagyo melotot memerah, jari telunjuknya mengarah pada wajah Selom yang menunduk.
Setelah puas mengeluarkan segala amarah, Bagyo kembali pergi meninggalkan rumah. Selom tahu ayahnya pasti menuju pos ronda. Di mana sang ayah akan meneguk berbotol-botol minuman memabukkan.
Tubuh Selom terasa remuk. Perlahan dia bangkit lalu berdiri menuju kamar mandi. Membasuh badannya yang penuh luka lebam. Bukan cuma sekali sang ayah membabi buta memukuli Selom. Tapi, Selom bisa apa? Bagyo adalah keluarga satu-satunya, semenjak sang ibu meninggal dua tahun lalu karena menderita seperti dirinya. Dipukul dan diperas tenaganya demi menjadi mesin uang. Walau begitu, Selom tak pernah berpikir untuk meninggalkan sang ayah. Dia begitu menyayanginya.
Guyuran air yang seharusnya bisa meredakan penat, tapi terasa perih kala tetes demi tetes air jatuh ke tubuh penuh luka.
“Auw.” Selom mengelus pundaknya yang membiru. Bahkan ada sebagian kulit kakinya mengelupas akibat pukulan Bagyo. Tentu saja kulitnya akan terkelupas, sebab ada beberapa paku tertancap di sapu.
Setelah selesai membersihkan diri, Selom segera menuju kamarnya. Bergegas memakai seragam putih abu-abunya. Selom bercermin. Sungguh dia terlihat begitu menyedihkan. Wajah ayunya bahkan hilang tak berbekas.
Puas menatap cermin, Selom mengambil ranselnya. Menuju dapur untuk menanak nasi dan menggoreng telur dadar. Tentu dia tak mau kembali menjadi sasaran empuk kemarahan sang ayah karena malas memasak.
Tak butuh waktu lama baginya berkutat di dapur. Selom beranjak ke luar rumah. Menaiki sepeda butut kesayangan. Menuju SMA N 1 Solo.
***
“Lom?” Dian sahabat Selom bertanya.
“Hmmm!”
“Lagi?”
“Hmmm!”
“Kenapa kamu nggak pergi dari rumah aja sih?”
“Ke mana? Rumah Bapak rumahku satu-satunya.”
“Ke mana saja kek. Aku nggak tega lihat kamu disiksa terus.”
“Nggak apa-apa. Aku masih sanggup.”
“Tapi, Lom ....” Ucapan Dian terjeda. Bu guru tiba.
“Pagi anak-anak. Selamat buat kalian semua. Bu guru bangga. Kalian bisa lulus semua. Dan nilai tertinggi ada di kelas kita.”
Semua siswa mulai gaduh. Saling berbisik dan bertanya, siapa peraih nilai tertinggi.
“Hmm ... hmmm ... hmmm ... bisa diam? Oke, Ibu lanjutkan. Seperti biasa nilai tertinggi didapat oleh Selomita Nugraha. Selamat ya, Sayang.” Bu guru tersenyum seraya menatap Selom.
“Cihuy. Selamat ya, Lom. Kamu emang pantas. Ceile itu wajah kenapa murung mulu? Harusnya kamu seneng.”
“Memangnya kalau nilaiku bagus, aku bisa kaya? Bisa merubah nasib hidupku?”
“I-itu?”
“Selom ada kabar bahagia untukmu. Kamu berkesempatan melanjutkan studi ke luar negeri. Kebetulan ada tiga negara yang menawarkan pertukaran remaja. Gimana? Kamu tertarik?”
“Ambil. Ambil!”
“Saya akan pikirkan dulu, Bu.”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Oppa I Love You
General FictionImpian dari semua gadis adalah memiliki keluarga bahagia. Terlebih orang tua yang menyayangi. Namun, berbeda dengan Selomita Nugraha. Gadis cantik bermata bulat bening itu tak pernah merasakan arti kebahagiaan. Bagyo, sang ayah begitu benci padanya...