Part 7. Teman

144 87 17
                                    

Assalamu'alaikum, cerbung 'Oppa I Love You' sudah up. Mudah-mudahan masih berkenan membaca dan vote. Terima kasih.

🦋🦋🦋

Selesai menonton acara drama Korea, Selom kembali ke kamar. Mengambil baju di lemari, lalu beranjak ke kamar mandi guna membersihkan tubuh. Mengguyur seperti ini bisa mendinginkan suasana hatinya. Dulu, mandi menjadi obat luka setelah tubuhnya mendapat pukulan dari sang ayah. Walau terasa perih, air yang mengalir terasa begitu sejuk menenangkan. Saat jemari tangannya mulai membasuh sabun ke seluruh tubuh, tanpa sengaja Selom menyentuh kulit kasar yang sedikit menyembul. Tak hanya satu, tapi ada beberapa. Luka bekas benda tajam ternyata tak hanya meninggalkan lara di hatinya. Namun, luka itu kini tumbuh menjadi keloid-keloid yang menghiasi punggung, tangan, dan kaki.

Tetes demi tetes air mata Selom mengalir bersama derasnya pancuran yang mengguyur badan. Apa kelak akan ada lelaki yang mau menerima wanita menyedihkan seperti dia. Wanita cacat dengan hidup suram. Saking lamanya mandi kulit Selom menjadi keriput. Segera dia mematikan keran lalu meraih handuk di gantungan. Melilitkan ke tubuh dan bergegas memakai baju.

Selesai mandi Selom segera ke kamar dan menunaikan sholat Ashar. Direntangkan sajadah panjang dan mulai menunaikan perintah agamanya. Selom berdoa pada Allah, semoga Allah berkenan memberinya satu kebahagiaan sebelum dia menutup mata. Usai sholat, Selom merebahkan diri di ranjang. Tak lama kemudian mata bulatnya terpejam.

🍀🍀🍀

“Selom, apakah kamu merindukanku?” tanya Jung Suk seraya melihat hamparan rumput yang membentang di sepanjang taman.

“Ya.”

“Aku pun.”

Selom menengok pada Jung Suk menatapnya sekilas lalu kembali menatap ke depan seperti yang dilakukan Jung Suk. Tak ada percakapan lagi. Hanya ada dua orang dewasa yang duduk berjejer dengan kaki terjulur.

“Aku menyukaimu.” Kembali Jung Suk membuka suara.

Aliran tubuh Selom mendadak hangat. Dia menunduk menangis. Haru sekaligus bahagia.

“Apa kamu juga menyukaiku?” tanya Jung Suk.

“A-aku. Tidak bisa menyukaimu.”

“Kenapa? Apa karena perbedaan negara? Aku akan ikut bersamamu.”

“Bukan itu.”

“Lalu? Katakan padaku alasannya.”

“Kita beda agama. Maaf!” Selom bangkit lalu hendak melangkah pulang.

Namun, tiba-tiba Jung Suk berdiri di depannya demi menghadang Selom.

“Masalah itu bisa kita bicarakan nanti. Aku ingin kita bersama. Kumohon,” pinta Jung Suk.

Selom tetap menunduk dan berjalan cepat meninggalkan Jung Suk di taman. Hingga tiba-tiba dia mendengar suara decit rem yang begitu memekakkan telinga. Selom memutar tubuhnya kembali demi melihat sesuatu yang terjadi. Sebuah mobil telah melindas seorang pejalan kaki yang sedang menyeberang jalan. Tampak orang-orang berkerumun. Kata hati Selom menuntunnya melangkah demi melihat korban. Menyibak satu demi satu orang yang menghalangi pandangan.

Lututnya mendadak lemas, tubuhnya seperti tak bertulang. Suaranya tercekat, bahkan napas yang dia hirup terasa semakin berat. Dia tak percaya apa yang dilihatnya. Orang yang baru saja menyatakan perasaan padanya kini tergeletak bersimbah darah. Selom memandang wajah Jung Suk. Hatinya pias. Tubuhnya bergetar hebat.

Tiba-tiba dunia seakan terhenti, suara teriakan orang mendadak tuli di telinga Selom. Hanya ada mereka berdua. Senyum kesakitan Jung Suk sebelum matanya terpejam.

“Tidak ... tidak jangan pergi. Jung Suk kumohon.”

🍀🍀🍀

Selom bangkit dari tidurnya dan membuka mata, tubuhnya dipenuhi peluh. Sungguh mimpi itu terlihat nyata. Mengapa bisa mimpi itu begitu menakutkan.  Jantungnya terasa diremas kuat. Sakit. Ah, mungkin saja Selom merasa takut berpisah dari Jung Suk jika dia kembali ke Indonesia. Ya, jujur dia memang belum mau mengikhlaskan sebelum semuanya jelas.

Waktu berjalan melambat. Rasanya menunggu esok semakin lama. Perasaan rindu tapi tak terbalas. Tak bisa menemui bahkan bertemu. Sebab di mana keberadaan Jung Suk, Selom tak tahu. Selom hanya mampu memandang wajah rupawan itu di layar android. Tentu tak susah mencari aktor terkenal di aplikasi penjelajah dunia—google.

🍀🍀🍀

Esoknya ....

Hari ini rencananya Selom terlambat ke kampus. Dia hanya akan menghadiri sidang pendadaran sang teman—Safitri. Sekaligus ingin memberi dukungan semangat pada Fitri. Rasanya lega jika menjadi Fitri. Dalam hitungan hari dia akan diwisuda. Sedangkan Selom harus menunggu beberapa bulan. Keterlambatan sidangnya disebabkan karena dia sempat jatuh sakit selama sebulan.

Setibanya di kampus, Selom merasa ada yang tidak beres dengan dirinya. Seolah semua mata memandangnya heran. Namun, Selom acuh. Mungkin saja memang penampilannya kali ini aneh. Hingga tanpa sengaja Selom mendengar bisik-bisik di antara kerumunan mahasiswa.

“Kamu tahu nggak saat acara drama musikal kemarin itu ada kehebohan. Kalian tahu Jung Suk ‘kan? Aktor terkenal itu,” ucap salah seorang wanita berbaju kuning berambut lurus sebahu di antara kerumunan itu.

“Yang tampan itu. Emang kenapa?” timpal wanita yang sedang duduk di sebelah wanita berbaju kuning.

“Dia hadir di drama Roro Jonggrang.”

“Serius? Kok nggak ada yang ngeh?”

“Karena dia menyamar. Kalau nggak menyamar bisa heboh kampus kita.”

“Iya, juga. Ya, bagus dong dia ke sini. Apanya yang aneh?” lanjut wanita yang duduk di sebelah wanita berbaju kuning.

“Aneh dong kalau cuma ke sini nggak ada tujuan. Dengar-dengar dia ke sini demi seseorang yang ingin dia lihat.”

“Pacar?”

“Gosipnya teman dekat. Tapi kalau cuma sebatas dekat aneh juga. Sebab kalau sampai dia ketahuan menyamar bisa berakibat buruk ke kariernya. Ah, udah ayo kita ke kantin.” Mereka berdiri meninggalkan Selom yang bergeming tak jauh dari tempat mereka berbincang.

‘Jung Suk datang ke sini demi aku? Tidak mungkin.’

Selom berlari sebab dia melihat jam di pergelangan tangan telah menunjukkan pukul 10.00 pagi, yang artinya sidang Fitri sudah dimulai. Dengan napas tersengal akhirnya Selom tiba di depan ruangan sidang. Benar saja, dia terlambat memberi semangat pada Fitri. Selom hanya bisa berdoa pada Allah agar sidang Fitri berjalan lancar.

Hampir dua jam berlalu, Fitri pun ke luar dari ruangan. Senyum kebahagiaan tercetak jelas di wajahnya. Fitri langsung berjalan mendekati Selom. Memeluknya dan menangis.

“Lom, akhirnya aku lulus. Aku bisa segera pulang ke Indonesia,” ucap Fitri di sela isak tangisnya.

“Selamat selamat, Fit. Aku turut bahagia.”

“Oh, ya, Lom. Apa kamu udah dengar gosip yang lagi heboh di kampus kita?” tanya Fitri seraya melepas pelukannya pada Selom.

Selom menggeleng, “Nggak. Emang gosip apaan?”

“Ini kue untukmu. Tadi aku dapat dari Rangga.”

“Ceile, yang udah jadian. Selamat dua kali deh. Makasih kuenya. Mayan ini, kue kesukaanku.” Selom berucap seraya menggigit kue yang Fitri beri.

“Makasih selamatnya. Oke lanjut gosipnya. Orang-orang itu pada heboh ngomongin aktor Korea siapa ya namanya tadi?” Fitri bicara dengan menggaruk-garukkan kepalanya.

“Jung Suk.”

“Iya, betul. Kok kamu tahu. Jangan-jangan ....”

“Tadi aku dengar salah seorang yang bergosip.”

“Oooo. Eh, tapi omong-omong aneh juga kenapa aktor terkenal diam-diam mau menonton drama musikal kita?”

Selom menaikkan bahu, “Entah.”

“Aku curiga padamu. Kemarin bukannya kamu pernah memperlihatkan kertas manajemen artis. Kamu kenal Jung Suk? Apa dia kemari untukmu?” Fitri tiba-tiba memegang bahu Selom dan memandangnya lekat.

“Uhuk. Apaan? Aku nggak kenal. Kamu ‘kan tahu sendiri aku nggak suka nonton drama Korea. Mana tahu aku tentang aktornya.”

“Ish, jijay tahu nyembur-nyembur kek gitu. Ya, udah. Ayo pulang. Hari ini kamu nggak ada kelas, ‘kan? Eh, tapi kamu pulang sendiri ya. Rendra mau jemput aku. Hehehehe,” ucap Fitri seraya nyengir kuda memperlihatkan deretan gigi putihnya.

“Iya, deh, sana. Lagian aku juga nggak mau jadi obat nyamuk di antara kalian berdua.”

Setelah berpisah dengan Fitri, Selom melangkah ke luar kampus. Hari ini dia berniat mengunjungi taman Yeouido. Selom ingin melihat matahari terbenam dan berwisata kuliner. Mungkin dengan begitu kesedihan yang dia rasa bisa berangsur sirna. Namun, saat beberapa kali melangkah, Selom merasa sedang diikuti oleh seseorang. Hatinya mendadak cemas. Dia takut jika yang mengikutinya orang jahat. Selom membuka langkah kakinya lebar dan berjalan cepat. Berharap orang yang mengikutinya akan menghilang. Langkahnya terhenti kala dia melihat pemandangan pohon-pohon yang berjejer rapi dengan daun-daun berserak. Selom terus melangkah dan berhenti di sebuah jembatan kayu yang berada di atas sebuah aliran sungai. Selom memegang pinggiran jembatan. Memandang suasana taman yang begitu indah. Pantas saja banyak wisatawan jika pergi ke Korea pasti akan mengunjungi taman ini sebagai salah satu destinasi wisata.

Saat sedang asyik memandang, tiba-tiba suara asing mengejutkannya.

“Apa itu terlihat indah untukmu?”

Deg! Hati Selom tiba-tiba berdetak tak beraturan. Dia tahu siapa pemilik suara itu. Walau jarang bertemu, Selom bisa mengingat jelas suara Jung Suk. Selom membalikkan tubuh. Memberanikan diri melihat si pemilik suara.

“Jung Suk? Kamu mengikutiku?” tanya Selom sembari menundukkan pandangan.

“Ya, aku yang mengikutimu.”

“Apa kamu kebetulan ingin ke taman ini lalu kebetulan pula bertemu denganku?”

“Tidak. Aku memang selalu mengikutimu. Bukan cuma sekali ini saja, tapi sudah beberapa kali.”

“Kenapa? Mengapa?” Tiba-tiba wajah Selom bersemu merah.

“Karena aku ingin. Lom, aku mau kita berteman. Bisakah?”

“Berteman?” Selom mendongak tanpa sengaja mata bulatnya menatap netra Jung Suk untuk beberapa detik. Selom kembali menunduk dan beristighfar.

“Karena aku ingin. Ayolah.”

Tiba-tiba banyak orang yang terlihat mulai berbisik memandang mereka. Selom gugup. Dengan cepat dia menjawab.

“Baik. Tapi kamu harus kembali. Semua orang melihat kita. Aku tidak mau terjadi salah paham.”

“Oke. Besok kita ketemu lagi. Jam dan waktu aku yang tentuin.” Jung Suk pun berjalan meninggalkan Selom.

Selom mengulum senyum. Dia bahagia masih bisa bertemu dengan Jung Suk walau hanya sebatas teman. Cahaya matahari mulai temaram. Selom beranjak menuju Pasar Malam Seoul Bamdokkaebi. Selom ingin mencicipi beragam kuliner dan membelinya untuk dibawa pulang. Pasti sang kakak tak akan menolak jika Selom membelikan makanan lezat.

Jelajah kuliner Selom berakhir kala matahari mulai terbenam. Sebab dia harus segera melaksanakan salat Magrib tentu pasar malam ini akan segera tutup dan akan kembali buka pada esoknya. Seraya melihat indahnya sunset, Selom bergumam.

‘Pasti akan sangat menyenangkan jika aku dan kamu bisa melihatnya bersama. Di sini.’

Bersambung ....

Jangan lupa vote dan komen ya. Terima kasih.

Oppa I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang