Part 11. Pernyataan yang Tertunda

103 64 6
                                    

Assalamu'alaikum Kakak-kakak. Semoga masih bersemangat untuk membaca kisah Selom dan Jung Suk. Mohon bantu vote, ya, Kakak-kakak. Mudah-mudahan cerbung ini bisa finish dalam mengikuti event marathon. Doakan ya. 😊

🐝🐝🐝

Semalam Selom tak dapat memejamkan mata dengan nyenyak. Ada banyak hal yang terlintas dalam benaknya. Tentang cinta juga kepulangannya. Rasanya hari ini dia tak bersemangat. Ingin menepi sejenak dari hingar bingar kehidupan. Semakin mendekatkan diri pada Tuhan.

Rumah kos terasa sepi, kala teman-temannya sudah pergi meninggalkan dia sendiri. Tentu mereka harus melaksanakan aktivitas mereka. Bekerja maupun kuliah. Demi membuang rasa bosan Selom menuju ruang tengah. Dinyalakannya acara televisi. Mencari chanel yang menarik hatinya. Hingga salah satu drama Korea mengalihkan pandangan Selom.

Dipandangnya lekat sang aktor utama. Jung Suk lelaki asing yang berlabuh jauh di dalam sana. Memandang Jung Suk seperti ini membuat dadanya tak bernyawa. Apa dia begitu bodoh hingga tak bisa membedakan kenyataan dan khayalan. Tentu tak mungkin Jung Suk membalas cintanya. Selom yakin Jung Suk hanya penasaran akan kehidupannya.

Selom berdiri mendekati layar LCD. Mengusap lembut layar tersebut tanpa terasa air matanya menitik perlahan membasahi pipi.

“Jung Suk bisakah barang sejenak kamu enyah dalam hidupku? Pergi sejauh mungkin. Tanpa perlu kembali lagi.”

Selom kembali menuju sofa. Mendudukkan diri dan kembali fokus menatap layar TV. Diubahnya saluran TV guna menghindari diri dari melihat Jung Suk. Namun, usahanya sia-sia saat salah satu stasiun TV mengabarkan Jung Suk tengah merajut kembali kisah kasihnya dengan Kyu In—lawan mainnya dalam drama serial.

Selom meremas kuat remot TV. Dipencetnya tombol off. Segera dia berlalu menuju kamar. Selom mendudukkan diri di tepi jendela seraya melihat salju yang turun. Tiba-tiba ponsel Selom berdering nyaring. Diraihnya ponsel di nakas. Jung Suk mengirim pesan.

[Aku ingin bertemu. Kamu di mana?]

Tak ingin menjawab, Selom melempar ponselnya ke ranjang. Tapi, ternyata ponselnya kembali berbunyi terus-menerus. Selom kesal. Apalagi saat dia tahu Jung Suk yang menelepon.

Karena terus berbunyi dan membuat kamarnya menjadi bising, mau tak mau Selom mengangkat telepon Jung Suk.

[Ada yang ingin kukatakan. Aku mau bertemu. Halo ... kamu di mana? Jawab aku Selom. Tidak lama sepuluh menit saja. Ah, tidak-tidak lima menit saja kalau kamu keberatan. Aku berjanji tidak akan menyulitkanmu lagi. Halo ....] Jung Suk hanya bermonolog.

Selom enggan menjawab. Baginya sudah tidak ada harapan bersama Jung Suk. Mungkin ini adalah jawaban atas doanya pada Tuhan, yang berharap dirinya dijauhkan dari Jung Suk jika tak berjodoh.

Setelah mematikan ponsel, Selom justru semakin gundah. Diliriknya jam beker di nakas masih pukul sepuluh siang. Teman-temannya belum akan pulang. Selom berusaha menyibukkan diri dengan memasak. Saat hendak memasak entah mengapa almari dapur hanya berisi mi ramen instan. Begitu pula di kulkas, hanya ada kimchi berkotak-kotak. Selom kesal. Usahanya ingin melupakan Jung Suk mengapa terasa begitu Sulit. Segala hal yang ada di kosannya mengapa berbau Korea. Apakah begitu sukanya dia akan Jung Suk sampai menyetok makanan yang tak sesui lidah. Selom urungkan niat untuk membuat sarapan.

Terlintas dalam benaknya untuk menemui Tian. Mungkin saja Tian merasa lapar sama seperti dia. Belakangan Selom tak memperhatikan sarapan maupun makan malam sang kakak. Selom berencana ingin mengajak Tian berburu sarapan juga dia ingin meminta maaf pada Tian karena telah abai padanya.

🐝🐝🐝

“Assalamu’alaikum, An. Kamu sibuk?”

Tian sedang duduk di teras seraya menatap laptop. Dia kemudian mengalihkan pandangan ke arah Selom.

“Masih ingat punya Kakak di sini.”

“Apaan sih,” jawab Selom kesal. Dia mendudukkan diri di kursi sebelah Tian.
“Jung Suk meneleponku. Katanya dia ingin bertemu.” Selom menunduk tak ingin Tian melihat raut wajahnya yang kacau.

“Apa sih maunya itu orang. Kenapa membuat urusan kita menjadi sulit. Bukankah hidupnya sudah sempurna. Lalu mengapa dia harus hadir di antara kita. Kamu jangan lagi berhubungan dengannya. Lebih baik kita mencari aman jika tidak ingin mengalami masalah. Kepulangan kita jangan sampai tertunda karena masalah ini. Mengerti?”

“Ya, aku mengerti. Aku lapar. Temani aku jalan-jalan mencari makan.” Selom berdiri. Memandang Tian demi mendapat persetujuan.

“Ayuk. Aku juga lapar. Bagaimana kalau kita ke Manis Kitchen. Menurutku makanan di sana enak dan murah. Aku ketagihan sama menu-menu di sana?”

“Baiklah. Kebetulan aku juga ingin pergi ke sana lagi.”

🐝🐝🐝

Dengan menumpangi bis akhirnya mereka tiba di Itaewon, kampung dunia di Seoul. Selom merasa nyaman dan cocok berada di tempat ini. Selain mudah menemukan makanan yang halal, ada banyak muslim yang tinggal di distrik ini.

Kerlip lampu yang menyorot jalanan, membuat suasana malam di Itaewon tampak menyenangkan. Namun, kali ini Selom memilih berkunjung pada siang hari. Tentu keadaan tak seramai malam. Dia bisa dengan leluasa berburu makanan, tanpa harus mengantri jika ramai.


“Kamu suka banget sama fish cake

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Kamu suka banget sama fish cake. Sampai nggak sadar udah habis dua mau tiga. Rakus amat jadi cewe.” Tian memandang aneh pada Selom yang asyik mengunyah makanan.

“Habis ini ke masjid. Ngadem di sana enak juga. Masjid di sana bagus. Jadi enak buat rebahan. Aduh apaan noyor-noyor kepalaku! Dasar adik durhaka.”

Tiba-tiba Selom menoyor pelan kepala sang kakak.

“Kita ke sana buat sholat bukan rebahan. Dasar kaum rebahan. Boboknya nanti di rumah. Pokoknya aku mau senang-senang sebelum balik ke Indonesia. Oh, ya, kamu sholat sendiri aku libur.”

“Dasar wanita!”


Setelah menghabiskan makanan mereka berjalan menuju masjid guna melaksanakan sholat Zuhur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Setelah menghabiskan makanan mereka berjalan menuju masjid guna melaksanakan sholat Zuhur. Tian nampak memasuki kawasan masjid. Selom menunggu di halaman masjid yang cukup luas. Sejenak dia mampu melupakan masalah yang dialaminya. Hingga tanpa sadar Jung Suk sudah berdiri tepat di sebelahnya.

“Kamu tidak ke dalam gedung itu?”

Selom menengok arah suara. Dia terkejut dengan kehadiran Jung Suk yang mendadak.

“Kamu ..... Itu masjid sudahkah pernah kubilang. Wanita itu spesial. Ada waktu baginya tak melaksanakan kewajiban.” Selom berbicara lurus tanpa memandang Jung Suk.

“Kamu memang spesial. Kamu—“

“Tolong jangan temui aku lagi. Aku merasa terganggu. Apalagi jika fans beratmu tahu. Jika kamu kesepian dan butuh teman, seharusnya kamu mudah mendapatkan itu. Kamu itu terkenal. Pasti akan ada banyak orang yang ingin menjalin hubungan bersahabat denganmu.” Selom berjalan hendak meninggalkan Jung Suk. Sebab tak nyaman jika harus berdua tanpa ada Tian.

“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Berhentilah. Selom lihat aku! Dengarkan aku!”

Selom menghentikan langkah, entah mengapa dia pun ingin mendengar apa yang ingin Jung Suk katakan.

“Selom sar—“

“Sedang apa kamu di sini pacar? Bukankah aku bilang jangan pergi dariku tanpa izin. Ayo kita kembali. Jika kamu menolak, nomor-nomor di ponselku akan aku sentuh. Bagaimana Jung Suk?” Kyu In menatap Jung Suk, dilingkarinya kedua tangan ke tangan ke tangan kanan Jung Suk.

“Oke. Ayo kita kembali.” Jung Suk begitu kesal keinginannya berbicara pada Selom harus gagal.

Jung Suk dan Kyu In berjalan melewati gadis yang sedang meredam duka di hatinya. Benar ini cinta jika bukan tak mungkin akan sesakit ini rasanya. Harus merelakan orang yang disayang berlalu dengan wanita lain. Selom menarik napasnya berulang-ulang sebab rasa itu salah.

‘Keyakinanku harus kupegang teguh. Tuhan, bantu aku untuk melepas semuanya.’

Bersambung ....

Oppa I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang