Kalau bisa, rasanya lari jadi jalan keluar paling baik. Kalau bisa, rasanya hilang ingatan adalah musibah paling dinanti. Kalau bisa juga, kekuatan menghilang yang mereka sebut teleportasi itu benar ada.Tapi, kalau bisa, yang berarti gak mungkin bisa.
Maka Jaehyun diam. Berusaha mengembalikan semuanya ke tempat semestinya. Mengendalikan suasana tetap tenang tanpa ada yang merusuh. Tapi Jaehyun cuma manusia dengan lemah. Yang didorong berkali-kali juga akhirnya jatuh. Gak mampu menopang lagi kalau gak ada yang menepuk pundaknya. Setidaknya berbisik bahwa dia udah berusaha menjadi lebih baik.
Nyatanya semua semu. Punggung-punggung itu belum berbalik buat memberi tepukan ringan di pundak. Mereka juga sama diam. Memilih mengalir bersama arus tanpa tau ujungnya tebing.
"Sebat gak?"
Diamnya sejak dua puluh menit lalu diganggu. Kesendirian di balkon kontrakan didatangi si wakil ketua yang baru saja pulang. Habis melepas penat dari jeratan masalah internal yang bisu. Memilih vokal dengan ikut tampil di pertunjukan jalanan bersama di kota lama. Walaupun yang menonton juga gak banyak.
Jungkook ikut duduk di lincak panjang yang menghadap ke jalanan. Cuma meletakkan kotak rokok dan pemantik di atas lincak setelah dapat gelengan dari yang ditawari. Sementara dia sudah tenggelam dalam nikmat lintingan tembakau.
"Tumben jam segini udah balik? Kota lama sepi?"
Sebentar Jungkook menghembuskan asap rokoknya, "Enggak, males aja gue dengerin masalahan revitalisasi lagi,"
Kalimatnya dijeda. Tubuh cowok itu membungkuk buat ambil asbak di bawah lincak, menggugurkan abu dari tembakau buat lanjut berbicara, "Itu mulu yang dipermasalahin. Bagian satu dibenerin, yang lain diprotes, sekarang bukannya mau dipertahankan malah mau dijadiin little holland. Konyol ah, males gue"
Jaehyun tertawa menanggapinya. Lebih pada tertawa membayangkan permasalahan tentang revitalisasi gak akan reda dalam waktu dekat.
Pukul sebelas lewat empat puluh, jalan di depan kontrakan mereka mulai kehilangan ramai. Beberapa kendaraan masih lewat untuk membawa si pengendara kembali ke tempat masing-masing. Sementara mereka disini, duduk di lincak balkon kontrakan sebagai ketua dan wakil ketua, merangkup jadi teman satu kontrakan. Harap-harap ada yang lebih semacam bisa saling menguatkan.
Dengan itu Jaehyun mulai bicara, "Gue gak masalah sama rundown yang Jiho ajuin, yang paling baru tadi pagi. Jadi kita sampe keputusan final biar bisa langsung deal sama Kadep"
Jungkook cuma mengangguk. Paham bagaimana Jaehyun udah kepalang pusing sama keadaan. Bahwa semuanya dari awal gak baik-baik aja. Dia gak mengelak dirinya sendiri jadi salah satu penyebab.
"Tapi gue gak mau kejadian lalu keulang. Gue gak mau kita gabung sama kampus lain atau ketemu anak kampus lain. Makanya gue mau minta tolong sama lo," ucapan itu digantung, buat Jungkook menoleh sebentar mengamati rekannya.
Sementara Jaehyun menghela nafas. Ingatan dari semester dua kembali memenuhi pikirannya yang memang kosong. Membombardir tenang yang berusaha dia bangun di semester ganjil kemarin.
"Kita harus kerja sendiri, survey tempat, dan gue mau penginapan cewek-cowok dipisah jarak"
Lagipula, semua keputusan Jaehyun, akhirnya diangguki Jungkook. Karena dari semua logika yang diungkapkan di antara kerusuhan yang diam itu, logika Jaehyun adalah yang paling bisa diterima.
-
"Terus najis banget anjir semalem gue ke burjo dia lagi gelendotan"
KAMU SEDANG MEMBACA
disonansi rasa ; [chaeyeon]
Fiksi PenggemarChaeyeon akan menjawab bahwa kota ini bukan kota yang paling indah, hanya saja kota ini menjadi yang paling banyak memiliki cerita. Mungkin. an alternative universe