SEORANG lelaki berjas hitam duduk disebuah ruangan berhadapan dengan orang yang dia kenal. Wajahnya begitu tegang sama seperti dirinya yang juga merasakan suasana yang menegangkan.
"Saya udah hubungin dia berkali-kali tapi nomornya selalu nggak aktif, sesekali aktif tapi nggak diangkat di hubungin lagi tiba-tiba nggak aktif" dia mengusap mukanya gusar. Terlihat raut wajah cemas.
"Bukan hanya kamu saja, Om juga sudah berkali-kali menghubunginnya tapi tidak aktif"
"Apa sebaiknya kita lapor polisi aja Om?"
"Tidak, tidak, Om tidak mau hal ini terlibat polisi. Faya mungkin masih berada sekitar sini" ucap Farhan, yang notabenenya adalah Papah dari Faya.
"Saya khawatir sama Faya, Om. Faya calon tunangan saya, dalam waktu dekat bukannya kita bakal tunangan tapi Faya malah—" lelaki yang bernama Saka mengusap rambutnya frustasi.
"Kamu pikir Om tidak khawatir sama anak Om sendiri? pokoknya, Om tidak mau masalah ini dilaporkan ke polisi. Kamu pikirkan saja bagaimana caranya Faya bisa ketemu tanpa bantuan polisi" ujar Farhan dengan segala penekanan.
"Tapi Om—"
"Kamu punya banyak pengawal, kan? Pakai saja pengawal kamu untuk mencari informasi tentang Faya. Untuk apa mempunyai banyak pengawal, tapi tidak kamu pakai dengan baik"
Kalau di pikir memang sangat aneh, Farhan keukeh tidak mau menggunakan bantuan polisi. Mungkin karena dia tidak mau kasus ini tersebar aneh-aneh ke media dan merusak citra perusahaan atau sebagainya.
Saka hanya mengangguk.
🍂🍂🍂
Pukul 8 pagi, Faya sudah bangun dari tadi namun Zevan tak biasanya belum bangun. Lelaki itu masih tidur di sofa dengan nyenyak. Melihat Zevan, Faya jadi mengingat kejadian semalam betapa menyebalkannya makhluk es itu.
Faya memutuskan menyalahkan ponselnya yang sekarang lebih sering dia matikan. Berentetan pesan dan telpon baru masuk memenuhi notifnya, yang tak lain berisi tentang menanyakan dia berada dimana dari teman, sahabat, Mamah dan Papahnya dan juga Saka. Sebetulnya gadis itu rindu dengan semuanya.
Faya memutuskan untuk menghubungi sahabatnya yang berada di Jakarta melalui video call. Tak perlu waktu lama layarnya terpampang penuh wajah sahabatnya.
"Omg Fayaa" teriak disana "Lo dimana Fay? Semua khawatir nyariin lo" Faya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.
"Maaf yaa kalau gue bikin khawatir, tapi—"
"Bokap, nyokap lo nanyain lo ke gue bahkan Saka juga—"
"Lo jang—" ucapan Faya terputus ketika Zevan tiba-tiba berdiri didepan pintu balkon tanpa mengenakan baju alias bertelanjang dada.
"Fay gue ma—" begitu pula perkataan Zevan terputus saat tau kalau gadis itu sedang menghubungi seseorang.
"Omggggg ada oppa-oppa koreaaaa, lo sebenernya dimana? kenapa ada cowok? kenapa dia nggak pake baju? Astagaaa Fayaaaaa lo harus cerita sama gue" berentetan pertanyaan keluar dari mulut Sena.
"Stop gue bisa jelasin semuanya, gue bukan di korea anjir yaa. Gue gagal ke korea. Tapi lo harus janji jangan kasih tau siapapun"
Sena mengangguk "Janji"
Faya pun menceritakan semuanya kepada sahabatnya itu.
Dasar perempuan, pikir Zevan sambil menggeleng.
Zevan benar-benar tidak tau kalau Faya sedang menghubungi seseorang, dia menghampiri Faya niatnya ingin mengajaknya sarapan di luar. Dia memasukan barang-barang yang biasa dia bawa kedalam tasnya sekalian menunggu Faya selesai.