chapter 3

28 4 1
                                    

#Happy reading
.
.
.


"owel?"

"Hmm" dijawab deheman oleh laki-laki itu.

"Kenapa kau diam saja, tidak seperti biasanya, kau ada masalah?" Ucap Jeslyn karena Daffa jadi pendiam setelah kejadian didepan kelas tadi. Mereka berada di mobil sekarang.

"Tidak. Hanya saja aku melihat sosok yang sama dengan yang duduk disampingmu tadi, di lapangan tadi"

"Benarkah? Bagaimana kau tau, bukankah pintu itu tertutup"

"Aku bisa merasakannya." Ucap Daffa sambil menoleh ke Jeslyn.

"Oh" Jeslyn hanya mengangguk. Entah dia mengerti atau tidak itu tak penting menurutnya.

Daffa terus melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Lampu malam mulai menghiasi jalanan lenggang. Semua terlihat tenang.

Jeslyn mencoba mencairkan suasana akwardnya dengan bercerita banyak hal dikelasnya. Bagaimana kocak temannya, sampai teman laki-laki sekelas yang suka menjailinya. Dan itu ampuh, buktinya Daffa kembali tersenyum seperti biasa. Hingga tanpa Daffa sadari terdapat seseorang yang berdiri membelakangi mereka tepat ditengah jalan.

"Owel... Awassss!!" Teriakan Jeslyn sontak membuat Daffa membanting setir hingga menabrak trotoar.
Namun naas, seseorang itu sudah terlanjur tertabrak.

Kepala Daffa membentur stir dan Jeslyn terbentur dasboard. Darah segar mengalir dari pelipis Jeslyn. Daffa mengerjapkan matanya membiasakan cahaya masuk ke dalam retinanya. Ia mengguncang tubuh Jeslyn namun gadis itu tetap diam tak ada respon, iya dia pingsan.

Daffa keluar dari mobil dan melihat seseorang yang baru saja ia tabrak. Dengan kepala yang berdenyut ia meneliti jalan itu. Namun yang ia temukan kosong. Tak ada seorangpun yang tergeletak ataupun terluka disana kecuali dirinya dan Jeslyn.

"Tidak mungkin" Daffa mengerutkan dahinya.

Laki-laki itu membuka pintu penumpang yang ditempati Jeslyn, mengangkat kepala gadis itu sangat pelan. Ia melihat darah segar mengalir dari kening hingga ke pipinya.

Daffa merogoh saku celananya dan mendial nomor seseorang yang bisa membantu nya. Setelah beberapa menit akhirnya mobil mewah datang menghampiri mereka.

"Pak, tolong bantu pindahkan dia."

Ternyata itu adalah supir kelurga welson. Awalnya Supir itu terkejut melihat keadaan tuan mudanya namun ia tak berani banyak tanya. Supir itu memindahkan Jeslyn ke mobil yang ia bawa.

"Kita kerumah sakit sekarang." Ucap Daffa dengan wajah panik.

"Baik tuan"

.
.
.
.
.
Gadis itu menangis. Ia tak henti-hentinya meteskan liquidnya.

Plakk

"Bangun bodoh!" Suara seseorang menggema disebuah ruangan gelap. Gadis itu tetap menutup rapat matanya.

Srett

Seseorang menjambak rambut gadis malang yang sedang duduk terikat dengan luka yang masih baru ia dapatkan itu dengan sangat keras.

"Hiks hiks hiks" gadis yang malang. Ia terus saja menangis merasakan sakitnya dijambak. Surai lembutnya bahkan berjatuhan beberapa helai. Kalian bisa bayangkan betapa sakitnya itu.

Seseorang itu mencengkram dagu gadis yang masih saja terpejam. Ia tidak bisa melihatnya namun bisa merasakan sakitnya.

Plak

Kembali orang itu menampar dengan sangat keras.

"Sudah kukatakan jangan ikut campur urusanku. Sialan."

Orang itu menampar lagi untuk yang ketiga kalinya.

"Bagaimana heum, sakit?" Gadis itu mengangguk dengan mata yang sembab karena liquidnya tak mau berhenti mengalir.

"Itu belum seberapa, kau ingin yang lebih sakit" Tentu saja gadis itu menggeleng ribut pertanda ia tidak mau. Ini sudah cukup ia tak kuat lagi.

Orang itu menjambak dan menempelkan sebuah pisau tajam ke pipi mulus gadis itu. Bergantian pipi kanan dan kiri membentuk sebuah ritme.  Gadis itu ingin berteriak 'jangan lakukan itu' namun suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Ia tak mampu berkata-kata, yang bisa ia lakukan hanyalah menangis berharap orang itu tak berbuat yang macam-macam.

Satu goresan gadis itu dapatkan dipilih kirinya,

Tes

Darah mengalir dan jatuh kelantai berdebu bak tempat mati. Orang yang baru saja tersenyum puas melihat cairan merah yang keluar dari kulit putih tahanannya. Tetapi itu bukanlah inti dari permainan nya. Ia tersenyum misterius dengan sebilah pisau tajam yang siap menembus isi perut gadis malang itu.

Oh tidak, lebih tepatnya jantung yang selalu berdetak itu. Ia mengangkat tinggi benda tajam itu kemudian berbisik.

"Bersiaplah, kau akan pulang lebih awal"

"Tidak" gadis itu tau maksud dari kata-kata yang singkat namun bermakna 'kau akan  mati sekarang'.

"Aaa.." suara teriakan menggema di ruangan pengap itu.

.
.
.
.

"Tidak..!"

"Jeslyn bangun!. Hei dengarkan aku."

Jeslyn terengah-engah.

"Apa yang terjadi?" Kini Jeslyn sudah sadarkan diri setelah pingsan beberapa jam yang lalu.

"Kau bermimpi. Sadarlah" ucap Daffa yang sedari tadi berusaha membangunkan Jeslyn yang terus saja menangis.

Jeslyn mengusap wajah kasar. Ternyata hanya mimpi, syukurlah.









Lanjut?
Voment 😘 sayang










Dia MilikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang