~Prolog~

11 2 0
                                    

    Seorang gadis  dengan pakaian serba hitam tak henti-hentinya menangis sambil terus menatap dua makam di hadapannya. Makam dari kedua orang yang sangat disayanginya. Makam dari kedua orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Orang tuanya.

    Air mata terus keluar dari mata gadis itu ketika mengingat kenangan ketika bersama orang tuanya. Ketika ia merasa kedinginan, ia akan datang ke kamar orang tuanya, dan ibu ataupun ayahnya akan memeluknya hangat,penuh kasih sayang. Ketika ia sakit, orang tuanya merawatnya dengan tulus dan ikhlas. Kenangan ketika ia dan orang tuanya tertawa, bahagia, melewati suka duka bersama, menari nari di ingatannya.
Dan sekarang, yang ia rasakan kekosongan, kesepian, kehampaan. Tak ada lagi yang memeluknya ketika kedinginan. Tak ada lagi yang merawatnya dengan penuh kasih ketika sakit. Tak ada lagi orang tuanya.

    Entah sudah berapa lama ia menangis menatap makam orang tuanya. Matanya bengkak dan merah. Air matanya pun hampir habis.

    "Ella."

    Suara lembut itu membuat gadis yang dipanggil Daniella atau akrab disapa Ella berbalik. Ia mengalihkan pandangan nya dari makam orang tuanya ke sumber suara. Tampak lelaki yang telah menemani harinya selama 4 tahun belakangan ini duduk di sampingnya. Ya, lelaki itu adalah kekasihnya. Kekasih yang sangat ia sayangi sekaligus satu satunya orang yang masih ia miliki di dunia ini setelah orang tuanya pergi.

    Dengan lembut, Alfar memeluk Daniella yang rapuh, mengusap pelan puncak kepalanya, menenangkannya.

    "Sayang, kau harus sabar. Ini sudah takdir Tuhan. Mungkin orang tuamu adalah orang yang baik, jadi dia dipanggil lebih dulu oleh-Nya"

    Alfar lalu melepaskan pelukannya, menangkup wajah cantik Daniella yang basah. Ibu jarinya bergerak lembut menghapus air mata di pipi Daniella.

    "Tapi,..... Tapi...., kenapa hanya mereka yang pergi? Kenapa aku tidak ikut sekalian. Kenapa aku harus selamat dari kecelakaan itu. Kenapa?!"

    Air mata Daniella sudah tak terbendung lagi. Ia kembali menangis. Mengingat kecelakaan itu. Kecelakaan yang terjadi ketika ia dan orang tuanya sedang dalam perjalanan pulang dari bandara ketika hari sudah larut. Ketika itu, jalanan lengang. Tak ada satupun mobil yang terlihat melaju di jalan itu. Hingga tanpa disadari, sebuah mobil melaju kencang dari arah tak terduga. Dan terjadilah tabrakan antara mobil itu dan mobil Daniella di perempatan jalan. Daniella merasakan sakit di kepalanya akibat terbentur jok pengemudi. Walaupun kepalanya sakit, ia masih sadar dengan keadaan di sekitarnya. Dilihatnya ayahnya yang bersimbah darah di kepala dan bagian tubuh lainnya. Dialihkannya pandangannya ke tubuh ibunya yang sama seperti kondisi ayahnya. Kedua mata orang tuanya pun tertutup

    "Ibu, ayah, bangun. Jangan tinggalkan Ella sendiri." Daniella mengguncang bahu ibu dan ayahnya namun keduanya tak merespon panggilannya. Diperiksanya denyut jantung ayah dan ibunya, seketika itu pula, air mata nya turun membasahi pipinya, denyut nya tak terasa, nafasnya pun tak lagi berhembus. Tangisannya semakin keras ketika menyadari orang tuanya tak bernyawa lagi. Padahal beberapa jam yang lalu, ayah dan ibunya masih bisa bernafas, masih bisa tertawa dengannya, masih bisa memeluknya penuh kasih. Dan sekarang, ibu dan ayahnya tak ada lagi di dunia. Mereka sudah pergi untuk selamanya. Tubuh mereka pun sudah terkubur didalam gundukan tanah yang kini ada di hadapannya.

    "Ssshhh... Orang tuamu itu baik sayang. Tuhan memanggil mereka duluan karena Tuhan menyayangi mereka."

    Alfar terus menenangkan Daniella dengan sabar dan penuh sayang.

    "Berarti Tuhan tidak sayang aku. Buktinya kenapa harus orang tuaku yang pergi, sementara aku dibiarkan hidup." Suara Daniella bergetar seiring air matanya yang terus turun. Alfar pun dengan lembut menyeka air matanya.

     "Tuhan masih menyayangimu, Ella. Buktinya kau masih diberi kesempatan hidup. Tuhan itu menyayangi semua hamba-Nya, jadi, jangan mengira Tuhan itu tidak menyayangimu.Oke?"

    Daniella menganggukkan kepalanya. Ia menatap mata hijau Alfar dalam. Begitupun Alfar. Mereka bertatapan cukup lama, hingga tanpa mereka sadari, sepasang mata hitam tajam mengawasi mereka dari kejauhan dengan seringai kejam yang terbit di bibirnya.

    "Tenang saja, Daniella. Aku akan membuatmu menderita sebelum membantumu menyusul kedua orang tuamu."

My Love Is On FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang