~Bagian 4~

7 3 0
                                    

    Pukul 6 petang, Daniella baru saja memasuki rumah dengan baju yang sedikit basah karena rintik hujan tadi. Dingin dari luar masih terasa menusuk di tulang-tulangnya. Ia segera menuju kamarnya untuk mengganti baju dan bergelung di balik selimutnya yang hangat.

    Begitu empuknya ranjang menyentuh halus kulitnya, Daniella mendesah lega. Akhirnya ia bisa beristirahat setelah melewati hari yang lumayan membingungkan baginya. Pikirannya berkelana pada kejadian tadi sore.

Senang bertemu denganmu, Ella.

    Daniella mengernyit. Bahkan suara Sean saat mengatakan itu terdengar jelas dalam kamarnya, seolah pria itu ada di sana.

    Satu pertanyaan yang ada di benak Daniella. Kenapa Sean memanggilnya 'Ella' seolah pria itu sudah kenal dan dekat dengannya? Bahkan Natasha dan Salsa pun tidak memanggilnya dengan sebutan itu. Kenapa pria bernama Sean itu mengetahui nama panggilannya? Apakah Sean adalah orang di masa lalunya yang pernah dekat dengannya namun sempat ia lupakan? Bahkan Daniella sendiri tak pernah merasa hilang ingatan.

Kusarankan kau jangan dekat dengan Sean, Daniella. Dia bukan pria yang baik.

    Tak cukup suara Sean yang melintas di pikirannya, kini suara Salsa turut masuk ke gendang telinganya. Entah mengapa Salsa mengatakan hal itu sebelum ia beranjak dari duduknya dan meninggalkan Cafe tadi. Entah apa maksud perkataan Salsa. Ia baru saja melihat pria itu untuk pertama kalinya, saling mengenal pun tidak.

Mungkin saja Salsa menyukai pria itu.

    Ya, pikirannya terdengar masuk akal. Ia juga bisa mengingat bagaimana sendunya tatapan Salsa ketika ia memilih bergabung dengan mereka. Seolah-olah Daniella melakukan kesalahan dengan duduk di meja yang sama dengan mereka berdua. Dalam hati, Daniella bertekad tidak akan bergabung dengan mereka berdua lagi ketika kejadian tadi sore terulang di kemudian hari. Mungkin, ia juga akan menghindar dari Sean apabila suatu saat ia kebetulan bertemu dengan pria itu, walaupun ia tak yakin ia akan bertemu lagi dengan pujaan hati Salsa.

****
    Hari ini adalah hari libur. Daniella kini menghabiskan liburannya dengan kekasihnya, Alfar. Taman bermain adalah tempat yang mereka pilih. Sangat tepat untuk acara kencan dua sejoli ini.

    "Sayang, aku mau beli es krim, bisa ya?" Suara manja Daniella diiringi dengan tangannya yang menggelayut serta matanya yang berbinar harap membuat Alfar tak sanggup untuk menolak.

    "Baiklah, tuan putri. Apapun untuk anda." Alfar menangkap tangan Daniella yang masih menggelayut manja di lengannya dan menggenggamnya erat. Membawanya menuju penjual es krim yang posisinya tak jauh dari tempat mereka berdiri.

    "Es krim rasa vanilla dua," pesan Daniella ketika sudah berhadapan dengan si penjual es krim.

    Alfar mengernyit bingung. "Kenapa dua? Aku kan tidak pesan, Sayang."
Sementara yang diajak bicara hanya tersenyum penuh arti.

    "Ini es krimnya, Tuan dan Nona." Suara dari si penjual es krim membuat mereka mengambil es krim masing-masing dan menukarnya dengan selembar dollar.

    "Terima kasih, Pak." Setelah mengucapkan itu, mereka memutuskan pergi dari penjual es krim tersebut dan memutuskan duduk sejenak di sebuah bangku yang tersedia di sana. Alfar maupun Daniella mulai menikmati es krim mereka.

    "Kau tau tidak, kenapa aku pesan dua dan rasa vanilla?" tanya Daniella memecah keheningan, yang diiringi gelengan pelan kekasihnya.

    "Aku berharap hubungan kita berdua ini akan manis, suci, bersih, dan lembut seperti vanilla ini." Entah apa yang dipikirkan Alfar, Daniella tak peduli. Ia merasa malu, mengumbar kata-kata manis di hadapan kekasihnya.

    Tunggu. Kenapa dia harus malu? Bukankah Alfar adalah kekasihnya. Wajar saja jika ia berkata manis seperti tadi.

    Malas mempersulit pikirannya, Daniella kembali menjilat es krimnya dengan santai. Berlagak tak pernah mengatakan hal itu.

    "Aduh!" Daniella mengaduh ketika sebuah tangan menyentil dahinya. Bukan hanya itu, gerakan kepalanya bahkan membuat es krimnya berlepotan di sudut bibirnya.

    "Alfar!"

    Ya, tangan itu adalah milik kekasihnya. Tatapan tak berdosa itu bahkan menghujam maniknya. Menatapnya kesal sekaligus geli.

    "Setelah mengatakan hal manis itu, kau langsung mengabaikanku. Kau menyebalkan," keluh pria itu.
Daniella seketika menatap sengit kekasihnya. "Dan kau juga membuat es krimku meleset, Alfar." Tangan gadis itu terayun, ingin membersihkan sudut bibirnya andaikan tangan Alfar tidak menahannya.

    "Biar aku yang membersihkannya."

    Deg deg deg

    Jantung Daniella berpacu kencang. Bukan. Bukan karena kerelaan Alfar membersihkan bibirnya, tetapi...
    Tapi wajah Alfar yang kian mendekat!

    Walaupun kelihatan polos, tetapi Daniella tidak bodoh untuk mengetahui maksud Alfar. Wajahnya yang mendekat seiring tatapannya yang menggelap, membuat Daniella yakin, Alfar ingin membersihkan es krim itu dengan menggunakan bibirnya.

    "Stop!" Gadis itu segera menahan dada bidang Alfar yang sangat dekat dengannya. Jantung Daniella berpacu lebih kencang ketika hembusan napas hangat pria itu menerpa wajahnya.
Ditatapnya manik pria itu, terlihat sendu dan penuh kekecewaan.

    "Kenapa?" tanya Alfar, disusul tubuhnya yang perlahan menjauh.
Daniella seketika merasa bersalah akan perubahan tatapan pria itu. Tapi, apa boleh buat. Ia hanya tak menginginkan hal itu terjadi sebelum mereka...

    "Maaf, Alfar. Aku hanya ingin segalanya menjadi yang pertama ketika kita sudah menikah." Perkataan Daniella spontan menarik perhatian Alfar. Binar kekecewaan yang tadi menghiasi matanya kini tergantikan oleh binar kegembiraan. Tangannya secara tiba-tiba meraih tangan Daniella seraya menatap penuh harap kekasihnya itu.

    "Jadi, kau mau menikah denganku?" tanyanya yang membuat Daniella menatapnya heran.

    "Kalau aku tidak mau menikah denganmu, lalu buat apa aku ingin menjadi kekasihmu, Alfar Sayang." Daniella sengaja menekan dua kata terakhirnya.

    Senyum manis terukir di bibir Alfar. "Aku rasa perkataanmu tadi adalah tanda kau menerima lamaranku." Alfar menatap sejenak Daniella yang terkejut sekaligus keheranan. "Aku ingin kita menikah minggu depan. Kurasa gajiku sudah cukup untuk itu."

    Daniella yang awalnya sudah terkejut, menjadi lebih terkejut lagi tatkala Alfar merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kotak berisikan benda bulat berkilau.

    Pria itu meraih tangan Daniella dan menyematkan benda itu di jarinya.

    "Al... Al... Alfar!" Daniella berseru dan seketika menghamburkan dirinya di pelukan Alfar. Air matanya meluruh. Terharu dengan kejadian membahagiakan yang tiba-tiba ini.
"Aku mencintaimu, Alfar. Selalu dan selamanya."

    Alfar menjauhkan sedikit wajah Daniella dan menangkup wajah cantik itu. Perlahan wajahnya mendekat dan mencium pipi yang selalu merona karenanya.

    "Aku juga mencintaimu, Ella. Selalu dan selamanya."

****
    Masih di tempat yang sama, seorang pria mengepalkan tangannya hingga urat hijau kebiruan itu tercetak jelas di sana. Rahang yang kokoh itu mengeras seiring tatapannya terfokus pada pemandangan di depannya.

    "Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku tak akan membiarkanmu tersenyum lagi, Daniella. Aku janji. Aku janji itu."

****

Tbc...

My Love Is On FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang