DAMAR'JI 03

1.9K 146 4
                                    


Kita enggak pernah berhenti berharap. Kita terus berusaha, kita selalu sabar. Tapi saat Tuhan berkehendak lain, kita bisa apa?

~*~


"Tidur Ji, sudah malam"

"Satu episode lagi Mas, nanggung"

Sudah kesekian kalinya Mas damar menyuruhku untuk tidur, tapi bagaimana lagi drakor yang ku tonton sedang seru-serunya. Mas Damar sepertinya sudah mulai jengah dengan jawabanku yang itu-itu terus.

Aku pause sebentar untuk melihat wajah Mas Damar "Mas, tidur duluan ajah" Mas Damar tidak menjawab, matanya sudah terlihat sayu

Aku kembali menonton, tapi tiba-tiba tangan mas damar melingkar di perutku dengan mengelusnya pelan. Ah sudah biasa. Mas Damar semakin mengeratkan pelukannya hingga nafas hangatnya menerpa kulit leherku.

Fokus menonton Jihan

"Ji, foreplay ajah yuk" suara Mas Damar terdengar berat, aku mencoba tetap fokus pada tontonan tapi tidak bisa saat tangan Mas Damar sudah kemana-mana. Ia mengambil ponselku dan menaruhnya di nakas, badan besarnya menjulang di atasku. Ia tersenyum "Janji deh cuma satu ronde"

"Ya ampun mulut kamu Mas" Aku memukul lengan kokohnya tanpa sadarpun pipiku bersemu, Mas Damar mengecup pipiku berulang kali, kemudian aku mengangguk sambil tersenyum malu

Malam itu nyatanya Mas Damar ingkar. Aku malu mengingatnya, kita bermain berkali-kali hingga aku ketiduran. Mas Damar selalu begitu, paling susah janjinya di percaya saat di atas ranjang.

***

Hari ini rencananya aku dan Mas Damar akan main kerumah ibuku, ibuku sedang sakit, sedangkan di rumah hanya ada ibu, bapak, dua pembantu rumah tangga dan satu supir bapak.

"Kita menginap Ji di rumah ibu?" Mas Damar bertanya saat melihat aku mengambil banyak baju

"Iya Mas, kenapa?"

Mas Damar diam.

"Kamu kalo gak mau nginep gakpapa, nanti aku bilang ibu kalo kerjaan kantor kamu banyak"

"Gak perlu. Ibu kamu gak akan memaklumi itu"

Mas Damar langsung pergi keluar setelah mengatakan itu. hubungan antara Mas Damar dan ibu memang kurang baik. ibu selalu memberikan pertanyaan yang membuat Mas Damar sakit hati.

Dan makin sakit hati lagi, ibu selalu bertanya hal yang sama.

Di dalam mobil menuju rumah ibu tidak ada percakapan antara aku dan Mas Damar, beberapa kali ku dengar Mas Damar menghela nafas kasar, apa mungkin Mas Damar sedang berdebat dengan pikirannya? Setelah 3 bulan kita menikah Mas Damar selalu begini setiap kali akan bertamu kerumah ibu

Mas Damar segera turun untuk membuka pintu gerbang, dan memikirkannya di samping mobil sedan putih milik.. Mas Panji? Aku gak tau kalau Mas Panji juga bertamu di rumah ibu

"Kok ada Panji?"
"Kamu kenapa gak kasih tau saya?"
"Dia ngapain di sini?"

Di saat akupun masih bingung, Mas Damar sudah menyerbuku dengan pertanyaan yang bernada kesal itu, aku hanya menjawab dengan gelengan kepala dan menggenggam tangannya untuk masuk kedalam

"Assalamualaikum"

Yang kulihat pertama kali adalah Mas Panji yang sedang berbicara dengan bapak dan ibu dengan sangat akrab.

"Lho, Ji, Sudah sampai rupanya. yuk masuk ada Mas Panji di dalam"

Aku semakin mengeratkan genggaman tanganku dengan Mas Damar, tapi tak lama ia melepaskannya dan mencium punggung tangan ibu dan bapak. Aku segera mengikutinya

"Jihan, apa kabar?" Mas Panji bertanya

"Alhamdulillah baik Mas" Kulirik Mas Damar, raut wajahnya sulit ku artikan, tapi sepertinya Mas Damar gak nyaman. Selalu begitu

"Ya beginilah nak Panji, sepi yah rumah ibu, rumah memang akan terasa sepi kalau tanpa ada tangisan bayi"  Ibu berkata seolah-olah takan ada yang tersinggung saat mendengarnya. Aku hanya memaksakan senyum

"Menantu kebanggaan bapak, apa kabar Mar" Bapak menepuk bahu Mas Damar dan tersenyum

"Baik Pak, Alhamdulillah, Bapak dan ibu kabarnya bagaimana? Ibu sudah mendingan?" Ibu hanya menjawab dengan anggukan, dan pergi ke dapur katanya ingin mengambil cemilan dengan aku mengikuti

"Ibu, Mas-"

"Biar dia tau diri Jihan, sampai kapan suamimu itu berlindung di bawah kata 'trauma'? Sampai Dia impoten? Iya Ji? Ya Tuhan, anakku"

"Mas Damar perlu waktu Bu"

"Kamu selalu jawab begitu. Ibu bosan mendengarnya"

"Maafin aku dan Mas Damar yang belum bisa kasih ibu cucu" Aku mendongak keatas agar air mata sialan ini tidak turun

"Adanya anak dalam pernikahan itu penting Jihan."

"Tapi tolong Bu, jangan perlakukan Mas Damar seperi sangat hina. Mas Damar suami aku Bu, "

"Kalau soal itu, akan ibu pertimbangkan kalau dia mau operasi"

Ya Tuhan rasanya kepala ini mau pecah. Enggak gampang buat orang sembuh dari rasa traumanya, aku juga tau dengan adanya anak di pernikahan kami akan menambah kebahagiaan, rumah tidak sepi, aku punya teman di rumah saat Mas Damar pergi bekerja dan Ibu yang tidak memojokkan Mas Damar lagi ataupun keluarga lainnya tidak memandang sebelah mata Aku dan Mas Damar.

Saat aku akan keluar dari dapur di kegetkan dengan adanya Mas Damar yang diam berdiri mematung di depan pintu. Ya Tuhan, Mas Damar pasti mendengarnya,

Tatapannya sangat sedih, aku menghampiri dan menggenggam erat tangan hangatnya dan membawanya menuju kebun Lily ku di sini

Samar-samar aku mendengar Mas Damar berkata, "Maafkan saya Jihan"  berulang kali

~*~



Kasian Mas Damar:( enggak tau ini feelnya dapet apa engga, ngetiknya juga buru-buru mau angkutin barang-barang karna banjir wkwk

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Regard,

Uriganic, yang paling suka liatin cogan

DAMAR'JITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang