Jefri menghela nafasnya berat. Bagaimana bisa orang tuanya memerintahkan Jefri untuk pergi mengawasi perkebunan teh milik keluarganya selama sebulan?
Jika itu berada di pinggiran kota, Jefri tidak masalah. Namun, ini berada di pelosok, di mana tidak ada jaringan internet sama sekali. Jefri bisa gila.
Seminggu setelahnya, Jefri sudah berada di desa tempat ia akan tinggal selama mengawasi perkebunan. Butuh waktu perjalanan sekitar tiga jam dari pusat kota.
"Ah, segarnya." Ucap Jefri menikmati udara di pedesaan. Sambil meregangkan tubuhnya, Jefri menatap sekitar. Masih sangat asri dengan perumahan bergaya klasik. Berbeda dengan keadaan di kota yang padat, seakan tak pernah tidur.
"Den Jefri?" Panggil seorang pekerja kebun teh milik keluarga Jefri. Pekerja itu mendekati Jefri dan menyalaminya, diikuti oleh pekerja yang lain.
Malam pun tiba, suasana begitu sepi dan sunyi, ditambah dengan udara dingin khas pegunungan tak menyurutkan keinginan Jefri untuk berkeliling di sekitar rumahnya.
Hanya berbekal sebuah senter, pemuda berkulit putih dengan lesung pipit di pipi kanan dan kirinya itu mulai menyusuri jalan tanah berkerikil seorang diri.
Netranya menangkap sesosok wanita cantik bertubuh ramping sedang duduk di sebuah gardu. Rambutnya digerai dan gaun klasik berwarna biru langit yang selaras dengan kulitnya yang putih.
Dengan rasa penasaran yang tinggi, Jefri mendekati wanita itu. Untung-untung bisa ia ajak berkenalan dan mungkin bisa menjadi istrinya. Biarkan saja Jefri berimajinasi demikian, toh ia seorang lelaki single yang sudah cukup mapan.
"Malam, Mbak." Sapa Jefri dengan ramah.
Wanita itu mendongkakkan kepala dan menatap Jefri terkejut. Lalu sebuah senyuman terukir indah di wajah ayunya dan membalas sapaan Jefri. "Eh, malam juga Mas."
"Boleh saya duduk di sini?" Tanya Jefri. "Oh, boleh Mas." Si wanita mempersilahkan Jefri untuk duduk di sampingnya.
"Malam-malam kok duduk di sini sendiri sih Mbak? Apa tidak takut?" Tanya Jefri sekali lagi.
Si wanita hanya menggeleng sambil tersenyum kecil. "Buat apa takut? Saya kan asli orang sini Mas."
Sudah hampir tengah malam, Jefri sudah kembali ke rumah setelah mengantarkan wanita itu ke rumahnya. Ngomong-ngomong soal rumah yang Jefri tinggali, itu milik keluarganya. Hanya ditempati saat ayahnya mengecek perkebunan atau terkadang para pekerja yang menginap di sana.
Di dalam kamar bekas ayahnya, Jefri terlihat seperti orang gila yang tersenyum sendiri, jangan lupakan bahwa telinganya juga memerah malu. Ia tengah memikirkan si cantik yang ia temui beberapa saat lalu.
"Lita, Thalita Ayu Maheswari." Ingatan saat wanita bernama 'Lita' itu memperkenalkan diri terus terbayang. Lalu raut wajah malu-malu saat Jefri memujinya cantik, benar-benar sesuatu bagi seorang Jefri.
Sedang asik memikirkan sang kembang desa, tiba-tiba angin bertiup kencang hingga membuat pintu dan jendela rumah Jefri terbuka. Jefri terlonjak kaget. Ia lalu menutup jendela kamar dan keluar untuk menutup pintu.
Pria itu merasa ada yang ganjil di sini. Langit malam begitu cerah, meskipun tak berbintang. Lalu, mengapa ada angin sekencang itu, batin Jefri dalam hati. Tak ingin berpikir negatif, Jefri langsung melangkahkan kakinya menuju kamar.
Sampai di kamar, tubuh Jefri menegang. Keringat mulai bercucuran di pelipisnya. Lidahnya kelu, tubuhnya terasa membeku. Bagaimana bisa kasurnya kembali rapi seperti ada yang merapikan? Apa di sini ada orang lain yang tinggal selain dirinya?
Tok tok tok
Suara ketukan pintu membuat napas Jefri tercekat. Siapa yang berkunjung tengah malam begini, batinnya. Dengan langkah kaku, Jefri membuka pintu perlahan. Setelah mengetahui siapa yang datang, Jefri mengehela napasnya lega. Itu adalah Joni, teman sekaligus orang kepercayaan ayahnya mengurus perkebunan.
"Masuk, Jon." Jefri mempersilahkan Joni untuk masuk. "Ada apa, Jef? Kenapa wajahmu pucat?" tanya Joni terheran melihat wajah Jefri yang pucat dan keringat di pelipisnya.
"Tidak ada apa-apa. Kamu langsung tidur saja, pasti lelah tengah malam begini baru sampai." Joni hanya mengangguk dan melenggang masuk ke kamarnya. Joni memang memiliki kamar sendiri di rumah Jefri, karena ia sering ikut majikannya untuk mengecek perkebunan.
Jefri buru-buru mengunci pintu dan masuk ke kamarnya. Ia tak peduli apapun, ia hanya ingin tidur sekarang. Akalnya belum bisa menerima kejadian beberapa saat yang lalu. Secara logika, bagaimana bisa kasur yang berantakan bisa kembali rapi tanpa ada yang merapikannya? Hal itu terus terngiang di kepala Jefri.
_TBC_
Merauke~12'04'2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Ambang [END]
FantasiaJefri yang tak tau menahu tentang Lita, si cantik kembang desa, telah jatuh dalam pesona gadis itu. Hingga sebuah kenyataan menamparnya dengan keras. Short Story GENDERSWITCH!! 200412~200425 Jaeyong! #Rasa_Lokal DLDR!