Malam yang gelap dan dibantu dengan sinar cahaya rembulan yang menyinari jalan raya yang basah terkena air hujan, Vanya berjalan pelan-pelan di atas genangan air sambil memeluk laptop satu-satunya dengan erat.
Bruk!
Vanya tersandung oleh batu kerikil yang bahkan bisa ia tendang sekuat tenaga. Tapi apa ini?
"Sial, ada apa sih hari ini?!" Gerutunya sembari berdiri lalu membersihkan baju dan roknya yang penuh dengan lumpur, "oh tidak!" Serunya setelah ia sadar dengan laptopnya yang sudah terkena air seluruhnya.
Vanya bukan anak orang kaya dan memiliki keluarga yang menantinya dirumah, ia hidup sebatang kara sejak kecil dan harus menjalaninya dengan banyak siksaan dari masyarakat apalagi tinggal sendirian di dunia yang kejam seperti saat ini.
Sudah ia coba mengeluh pada penciptanya tapi tidak kunjung mendapat jawaban ataupun hal ajaib yang terjadi pada hidupnya. Mungkin hati Vanya masih belum kuat seperti baja, oleh karena itu Tuhan masih mengujinya.
Ia menendang batu kerikil yang membuatnya jatuh dan berjalan dengan langkah gontai. Sungguh ia berharap bisa pergi ke dunia yang ia impikan, tapi sayang hal itu tidak akan terjadi di dunia yang kejam ini.
Saat ia hendak menyebrang jalan zebra cross tepat didepan twin tower apartemennya. Tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi dan menghantam tubuh Vanya dengan sangat keras hingga melambung tinggi dan jatuh di aspal. Kepalanya terbentur sangat keras dan seketika itu juga darah mulai mengalir di aspal yang bercampur dengan air hujan. Pemilik mobil itu melarikan diri.
Seorang satpam penjaga apartemen yang kebetulan sedang berganti shift dengan temannya dan ia berjalan pulang ke rumahnya, ia terkesiap melihat seorang wanita tergeletak tidak berdaya di tengah jalan dan menghampirinya. Terlihat jelas kepalanya sudah bersimbah darah, ia segera menelpon ambulans.
Dokter mengatakan pada teman dekat Vanya tentang kondisinya yang butuh dioperasi secepat mungkin dan operasinya berjalan dengan lancar, kini ia sudah melewati masa kritisnya dan tinggal menunggu hasil kedepannya.
Jiwanya terbangun dari tubuhnya dan terkesiap ketika melihat tubuhnya tergeletak diatas ranjang yang menggunakan ventilator dan banyak alat yang menempel di tubuhnya.
"Siapapun tolong jelaskan ini padaku. Kenapa aku tidak bisa kembali?" Kata Vanya yang sedang berbicara pada dirinya sendiri sambil menangis putus asa.
Di tengah kepanikan tiba-tiba ada seorang pria memanggil namanya membuat Vanya terkesiap, "Vanya!" Ia memasang kuda-kuda seperti pemain tinju sambil melihat sekeliling kamarnya dengan rasa takut.
Vanya memberanikan dirinya dan bertanya, "siapa disana? Kau kenal denganku? Tolong jawab pertanyaanku." Ucapnya yang masih siap sedia dengan memasang kuda-kudanya yang entah untuk siapa lawannya.
"Aku Kevin." Suara Kevin bergema dan mengisi seluruh kamarnya.
"Dimana kau sekarang? Aku tidak bisa melihatmu." Seru Vanya yang masih melihat sekeliling kamar dengan tanpa rasa takut dan berhenti mencari ketika ia melihat dia berdiri di depannya.
Kevin berdiri diantara gorden putih dengan memakai setelan baju kuno dan terlihat sangat asing baginya, "baju apa yang dipakainya?" Gumam Vanya yang melihat berulang kali dari ujung kepala hingga ujung kaki Kevin dengan heran.
"Ehm… Kevin?" Panggil Vanya canggung.
Dia memutar tubuhnya menghadap Vanya dengan senyuman mematikan yang terukir di wajah tampannya. Jika ini komik mungkin akan tergambar hidungnya yang mimisan karena melihat ketampanan Kevin yang tidak akan pernah ditemui di jaman sekarang.