Senja

16 2 2
                                    

Derap langkah kakiku begema di koridor yg kini terasa tanpa ujung, sambil beberapa kali menyeka air mata yg terus mengalir, ku percepat langkahku.
Namun saat melihatnya terduduk Di lantai dengan tatapan kosong, tubuhku membatu. Bintang menepuk pundakku lembut, berusaha memberi tanda bahwa ia ingin aku kesana. Mendekapnya kembali, mengatakan bahwa ini bukan akhir dari segalanya, bahwa nanti ia akan baik baik saja setelah semua ini berlaku dengan waktu .
" Fe, please... Kali ini aja" pinta Bintang, namun kakiku tak bergeming dari tempatku berdiri. Kami masih berada di lorong seberang tempatnya termenung, aku menggeleng
" Bi, kayaknya Fera ngga bisa deh" sahut Dana saat melihatmu menunduk
Bintang meraih tanganku sambil memegang ya erat-erat
" Fe, kamu tahu Galih lebih dari siapapun. Aku yakin dia butuh banget kamu disana" bujuk Bintang, aku menggeleng kembali lantas menatap mata Bintang
" Aku ngga kenal siapa itu Galih sedari 6 bulan lalu Bi, dia sudah bukan Galihku" ucapku sambil melepaskan genggaman tangan Bintang " Aku pamit dulu, tolong sampaiin salamku ke Galih ya" lanjut ku lantas menarik Dana dari tempat itu.
Dana melambailan tangannya pada Bintang sembari mengucapkan maaf tanpa suara, ia mengerti sekali saat ini sahabat sekantornya ini butuh ruang untuk mencerna segala yg sedang terjadi. Yang tak disangka ya begitu Bintang tak terlihat dari jarak pandang mereka Fera terjatuh
" Fe!" pekiknya
" Dan... Dana... Aku.." mataku memandang wajah Dana yg mengabur, tak ada kalimat yg ingin ku ucapkan lagi saat Dana memelukku
" Fe, apapun itu kamu ngga boleh berpikiran negatif oke. Galih kecelakaan sama Nita, dan Nita yg lagi kritis itu juga bukan salah kamu. Kamu ngga perlu self blaming Kaya gini" ucap Dana
Galih dan Nita kecelakaan, saat mobil mereka di tabrak pengendara mengantuk di Simpang semanggi. Kalimat yg di ucapkan Bintang saat datang ke Kantorku terasa berputar-putar di kepalaku seperti kepingan kaset yang rusak
" Gilang bilang dia sama Nita kecelakaan di Semanggi. Nita nya kritis parah. Galih ga tahu harus gimana Fe, dia ketakutan setengah mati"
Setibanya Di kantor detik demi detik yg ku lalui terasa mencekam, berbagai suara muncul Di kepalaku. Apakah ini balasan karena ucapku padanya? Kenapa tadi aku malah melarikan diri? Kenapa aku sepengecut ini?. Dana beberapa kali menoleh ke arahku, memastikan bahwa aku tidak gila karena masalah ini. Dana pasti tahu betul bahwa pikiranku tertuju pada 'kutukanku' pada Galih. Bahwa Galih juga harus membayar harga atas luka yg ia berikan padaku.
' bukankah ini yang kamu inginkan Fera? Lihatlah, dia juga merasakan apa yg kamu rasakan, jauh dan berkali lipat dari apa yg kamu rasakan tepatnya'
Suara itu tiba tiba muncul, suara dari hatiku 6 bulan lalu. Tapi yg ku maksud bukan seperti ini, bukan perasaan hampa seperti ini yang ku maksud, bukan hal ini yg ku inginkan.
Saat aku sibuk bercakap dengan suara dalam kepalaku waktu semakin berlaku hingga aku tak sadar bahwasanya teman teman sskantor sudah pulang satu demi satu. Bahkan mataku tak awas dengan langit Jakarta yg kini diselimuti warna jingga, temaram, senja mulai menunjukkan dirinya.
Ping
" Nita meninggal" pesan singkat dari Bintang skala itu membuat jantungku berhenti berdegup meski sebentar. Ku hela nafas panjang sembari menyeka wajahmu yg kini tempias, pucat. Perasaan asing itu mulai menggorogotiku detik demi detik saat aku memutuskan mengajak Dana datang ke pemakaman Nita.
" Fe..." Dana menggenggam tanganku erat sembari kami menyusuri tanah pemakaman.
Dari kejauhan nampak kedua orang tua Nita menangis tersedu, tak percaya bahwa putri mereka kembali begitu cepat, dan tragis. Namun yang membuatku termenung adalah sosok yg terduduk disebelah pusat Nita, Galih. Tak ada isak tangis yang keluar dari mulutnya tangannya hanya sibuk mengelus nisan Nita begitu lembut, hingga membuatku berfikir bahwa perasaan Galih terlalu rapuh.
Saat kami mendekat, ia tetap tak bergeming
" Turut berduka cita ya Tante, Oom. Kami harap Nita tenang di sisi-Nya" ucapku dan Dana
Galih yg mendengar suaraku mengangkat kepalanya. Saat itu bagiku dunia terasa melambat, dan saat matanya menatapku perasaan asing itu kembali membuncah hingga membuat dadaku sesak, perasaan bersalahku pada Galih dan Nita.
Namun aku tahu persis, matanya yg saat ini menatapku sama persis dengan mataku 6 bulan yang lalu.
'Maaf Fe'
Saat itu aku mengenalinya dan ia meninggalkanmu. Tapi matanya saat ini membuatku bisu, matanya sama sekali tak mengenalku sama seperti aku yg kini tak mengenalnya lagi.
Ada beribu kata yg ingin ku ucapkan, yang ingin ku sampaikan padanya, namun lidahku kelu. Dan saat inilah aku sadar kenapa 6 bulan lalu ia diam, karena sama sepertinya semua kini terasa kosong dan hampa.
Sama halnya seperti senja 6 bulan lalu, saat pandangan kami bertemu dan segalanya kabur, entah itu diriku ataupun Galih
" Maaf Galih"

#Halo, terima kasih sudah berkenan membaca. Mohon maaf bila ada typo ataupun yg lainnya ya. Hope you enjoy it

Kaleidoskop Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang