Alunan musik terdengar dari ruangan yang berisi berbagai alat musik itu. Terlihat seorang pria dengan kemeja batiknya menggelengkan kepala, menikmati musik yang beliau mainkan. Christy menghela napas sambil mendekati pria paruh baya itu.
"Siang, Pak Parjo! Ada apa ya, Pak?" tanya Christy tanpa basa basi.
"Kamu ikut Padus Hari Anak Nasional ya," kata Pak Parjo masih sibuk memainkan sebuah lagu.
"Lah, Pak, saya kan udah kelas 12, masa masih ikut sih? Kan saya sudah bukan anak-anak lagi Pak. Lha kelas 11 mana, Pak? Gak kelas 11 aja, Pak?" tanya Christy sedikit tidak terima, memijat pelipisnya.
"Yo gapapa toh. Nanti dicampur kelas 11 dan 12. Lagu e mok 2 tok. Halah isa isa. Kan sama Pak Parjo. Nih! Daftar nama anak e sing melu. Kamu panggili, terus sisan kandani nek sesok latihan habis istirahat kedua," kata Pak Parjo dengan logat jawanya yang kental.
"Loh, Pak, sekarang? Besok aja gimana, Pak?" tanya Christy sedikit memelas.
"Yo saiki toh. Wis, cepet panggil terus bilangi besok latihan," kata Pak Parjo.
Christy hanya mengangguk dan berjalan keluar dengan mengerucutkan bibir. Langkahnya terhenti karena panggilan dari Pak Parjo.
"Eh, Nduk, sok tanggal 25 Agustus, kamu tampil ya di HUT SMA Nusa Harapan, nyanyi lagu barat nek isa," kata Pak Parjo sambil tersenyum yang menurut Christy sangat menyebalkan.
"Nggih, Pak," balas Christy masih dengan mengerucutkan bibirnya.
Christy keluar studio musik dengan langkah gontai. Bayangkan saja, ia harus keliling sekolah untuk memberitau anak yang ada di daftar kalau besok latihan paduan suara, ditambah masih ada tugas OSIS yang harus ia urus.
"Astaga, Pak Parjo ki yo ncen guru sing gak peka. Gak roh pa ya nek muride ki capek ngurus OSIS, malah disuruh keliling sekolah buat manggilin anak. Sungguh tega kau, Pak Parjo," gerutu Christy berjalan cepat.
Christy berkeliling sekolah mencari kelas tiap anak yang ada di daftar itu. Tak terasa, bel jam ke-8 berbunyi. Setelah memanggil anak terakhir yang ada di daftar, ia pun memutuskan untuk kembali ke gugusnya.
***
Christy berjalan menuju dengan langkah gontai, dengan kaki menyeret tanah. Tak lupa dengan bibir yang masih mengerucut. Hal itu tak luput dari pandangan Iqbal. Kekhawatiran muncul dalam hatinya. Pikiran buruk mengenai asumsi hal buruk menimpa Christy berterbangan di kepalanya. Iqbal berjalan mendekati Christy, mencoba bertanya, sebelum seseorang menghentikan langkahnya.
"Loh Christy, bar ko ndi? Tek raimu kusut kaya klambi sing urung disetrika?" tanya Chaca heran.
"Keliling sekolah," sahut Christy kesal, menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Loh lahopo? Kurang gawean men," celetuk Chaca, menambah kekesalan Christy.
"What?? Kowe kanda apa? Kurang gawean? Iku loh salahno Pak Parjo sing ngasih tugas nggo ngandani anak-anak sing ada di daftar ini buat ikut Padus dalam rangka Hari Anak Nasional. Bayangke a, Ca, kowe dikon keliling sekolah, nggoleki kelas saka 12 anak ini dewean. Emang ya Pak Parjo itu guru paling nyebelin pol. Emang gak kesel po keliling sekolah sing luas e emboh," kata Christy penuh emosi, mengipasi dirinya.
"Hahaha, yang sabar ya Kak. Semua pasti ada hikmahnya," sahut Nova sambil tertawa mendengar curhatan kakak kelasnya itu.
"Hihhh ketawa ae terus. Mbohlah, aku kesel, meh leren. Awas awas. Tak lungguh sek. Istirahat!" seru Christy menyingkirkan orang yang menghalanginya, lalu mendudukan diri di bangku yang kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is My Schield
RomanceApa yang berpikir olehmu ketika mendengar kata cinta pertama? Bahagia? Sedih? Untuk pertama kalinya merasakan apa itu yang namanya cinta. Tentu indah dan sulit tuk dilupakan bukan? Tapi, bagaimana jika cintamu itu terhalang oleh sebuah perbedaan ima...