Part || 1

28 8 0
                                    

"Audy, ini makalah kelompok kami," ucap seorang pria berambut hitam.

"Ah, tolong letakkan saja di atas meja. Aku akan mengumpulkannya pada Dosen nanti," jawab gadis berambut coklat, Audy-Claudia Miller.

"Terima kasih, maaf merepotkan," ucap pria itu dengan raut muka bersalah.

"Tidak apa-apa, Ketua. Aku juga sedang luang," ucap Claudia tersenyum.

Setelah semua makalah dikumpulkan, Claudia membawa tumpukan kertas itu menuju ruang dosen. Gadis berusia sembilan belas tahun yang saat ini berada di semester akhir perkuliahan S1-nya berjalan melintasi lorong dengan cepat. Sesekali, ia akan tersenyum dan membalas sapaan orang yang menyapanya.

Tok tok tok...

"Permisi."

"Pak, ini makalah yang ditugaskan Minggu lalu."

Claudia masuk ke kantor setelah mengetuk pintu dan menunjuk tumpukan makalah di tangannya pada dosen mereka. Pria yang tengah duduk di meja kerja sambil berkutat dengan laptopnya itu mengangkat kepalanya saat mendengar suara dan menatap salah satu anak didiknya.

"Tinggalkan di samping," ucapnya dengan suara rendah sambil menunjuk meja lain yang setengahnya berisi tumpukan tugas yang belum diperiksa dan buku yang rencananya akan dijadikan referensi.

"Oh, baik."

Claudia bergegas meletakkan makalah itu di atas meja dan menyusunnya dengan rapi. Setelah selesai, ia melirik dosen yang saat ini tengah fokus berkutat dengan laptopnya. Jarang sekali mendapat dosen yang masih muda. Tidak salah memang karena pria itu baru berusia 24 tahun tahun ini.

Menurut rumor, ia menyelesaikan kuliahnya dan mendapat gelar doctor setahun yang lalu. Ia juga memiliki pengalaman menjadi dosen dan asisten profesor di luar negeri selama tiga tahun. Dulu, di masa perkuliahannya, pria muda itu juga sering menggantikan dosen dan bahkan bergabung dengan penelitian para profesor. Sungguh mengerikan! Apa ini yang dinamakan monster jenius?

Belum lagi, pria itu masih memiliki identitas lain dibalik identitas dosennya. Hanya saja, media bahkan tidak berhasil menggali identitas lain pria itu.

'Yah, orang jenius emang beda!' batin Claudia.

"Ada yang lain?" tanya pria itu tiba-tiba mengagetkan Claudia. Matanya langsung bertabrakan dengan sepasang mata coklat almond yang menatapnya dari balik kacamata berbingkai hitam mengkilat itu.

"Uh, tidak ada. Kalau begitu, saya permisi, Pak."

Memalukan! Claudia memilih untuk segera kabur dari kantor dosen muda itu.

Tapi, apa ada yang salah dengan matanya? Kenapa tatapan pria itu membawa sedikit rasa nostalgia dan..., kelembutan?

Hahaha, lucu.

Claudia tertawa geli. Aah, dia pasti salah lihat.

***

Sambil melirik jam tangannya, Claudia berjalan cepat ke parkiran bawah tanah. Ia menekan kunci mobil di tangannya dan segera menuju ke arah mobil yang baru saja berbunyi. Mobil merah segera terlihat di sudut pandangnya. Claudia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Dengan santai, ia melepas jaketnya lalu melemparkan jaket dan tas ke kursi disampingnya sambil menyalakan mesin mobil.

Mobil merah akhirnya meninggalkan ruang parkir bawah tanah dengan kecepatan sedang. Setelah meninggalkan lingkungan kampus, Claudia meningkatkan kecepatan mobilnya sedikit sambil memutar musik untuk menghilangkan suasana sepi.

Lima tahun lalu, kedua orang tua Claudia tewas dalam kecelakaan beruntun. Claudia ditinggalkan tanpa kerabat yang bisa merawatnya. Untungnya kedua orang tuanya meninggalkan cukup banyak hal berharga yang bisa membuat Claudia merasa lega.

Ada sebuah perusahaan yang menunggu untuk diurus. Selain itu, ada puluhan properti seperti gedung apartemen, hotel, restoran, mall, dan sebagainya. Pendapatan dari semua usaha itu ditambah dengan tabungan orang tuanya sejak lama sudah lebih dari cukup untuk Claudia habiskan selama sisa hidupnya. Namun gadis itu masih memilih untuk bekerja ketimbang bergantung pada peninggalan kedua orang tuanya. Lagipula, sebelum menjalankan perusahaan, ia harus punya pengalaman terlebih dahulu, bukan?

Saat ini, Claudia tinggal di salah satu rumah bertingkat dua yang dibeli orang tuanya tiga tahun lalu. Kebetulan, rumah itu yang paling dekat dengan kampusnya, jadi Claudia memilihnya. Selain karena dekat dengan kampus, Claudia juga bisa mendapatkan pekerjaan sampingan dengan mudah.

Karena melamun tanpa sadar saat mengingat masa lalu, Claudia tidak menyadari sebuah truk besar melaju tak terkendali dari jalan di hadapannya. Saat gadis berambut coklat itu menyadarinya, itu sudah terlambat. Ia tidak sempat mengerem atau menghindar dan terpaksa menyambut kecelakaan dengan mata terbuka lebar.

Truk yang melaju tak terkendali dengan kencang menabrak bodi mobil merah milik Claudia. Mobil merah itu terpelanting cukup jauh sementara Claudia yang duduk di dalam harus merelakan kepalanya membentur kemudi mobil dengan keras. Beberapa pecahan kaca akibat tabrakan menusuk tubuh Claudia, membuat gadis itu menarik napas tajam saat merasakan sakit menggerogoti tubuhnya.

Keributan terdengar samar-samar dari luar sana. Dengan sisa kekuatannya, Claudia mati-matian memaksakan diri untuk tetap sadar. Kepalanya terasa pusing, mungkin ia kehilangan banyak darah. Tapi bagaimanapun, ia tidak bisa jatuh pingsan di sini. Ia tidak boleh berakhir di sini. Masih banyak hal yang harus dilakukan. Ia juga perlu mencari tahu dalang kecelakaan beruntun yang menimpa orang tuanya tiga tahun yang lalu.

Pintu mobil tiba-tiba terbuka dengan paksa dan Claudia ditarik keluar dengan hati-hati. Dengan sisa kesadarannya, Claudia samar-samar merasakan seseorang memeluknya. Sayang sekali pandangannya memburam sehingga ia tidak berhasil melihat wajah orang yang memeluknya dengan jelas. Namun, Claudia masih sangat mengenali suara dingin dan acuh tak acuh itu.

"Claudia Miller, Claudia, kau mendengarku?"

"Claudia, Audy, Audy jangan pejamkan matamu! Tetap sadar, oke?"

"Apa yang kalian tunggu? Panggil Ambulans!"

Suara itu harusnya milik dosen muda di kampusnya? Tapi, kenapa ia mendengar nada cemas dan khawatir dari suara pria itu. Haha, telinganya pasti bermasalah. Ia bahkan tidak dekat dengan dosen satu itu. Kalaupun pria itu khawatir, dia pasti khawatir lantaran salah satu anak didiknya mengalami kecelakaan parah.

Saat waktu perlahan berlalu, Claudia tahu kalau ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Pandangannya yang buram kini perlahan menggelap. Kesadarannya terasa seolah ditarik pergi dan melayang di tempat aneh. Gadis itu akhirnya tidak bisa bertahan dan jatuh tak sadarkan diri di pelukan sang dosen muda.

'Begini juga baik. Aku jadi bisa menyusul mama dan papa,' batinnya.

Tanpa sepengetahuan Claudia, pria yang memeluk tubuhnya itu saat ini menatapnya dengan sepasang rongga mata yang merah. Suhu udara di sekitarnya menurun tajam dan membuat semua orang di sekitar ketakutan tanpa sebab. Dengan lembut, pria itu membelai pipi putih Claudia yang ternoda darah.

"Claudia, bahkan di kehidupan kali ini, kamu masih pergi dariku," ucapnya dengan suara rendah.

"Tetaplah bersamaku, oke? Aku akan memenuhi semua permintaanmu. Aku juga tidak keberatan menuruti semua perkataanmu."

"Jadi, tolong, jangan pergi lagi dariku."

Ambulans akhirnya datang. Sementara Claudia dibawa pergi ke rumah sakit, pria itu tetap di tempatnya untuk berurusan dengan para polisi. Dalam diam, ia melirik bagian belakang mobil ambulans yang sudah menjauh. Kali ini ia tidak bisa gagal menyelamatkan Claudia. Sudah cukup kegagalan sekali, tidak perlu ada yang kedua kalinya.






***






Apakah dosen muda misterius di kampus Claudia adalah reinkarnasi seseorang dari masa lalu yang masih memiliki ingatannya??

Let's Break This Engagement!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang