Happy Reading
Jangan Lupa Vote dan Komen ya
.
.
.
________
"Agam, bangun! Ini udah jam enam lewat, kita bisa telat ke sekolah, kamu gini banget deh kalo pagi, kesel!" sembur Nacita begitu Agam mengangkat telfonnya, panggilan ke sepuluh tentu saja. Mereka akan berangkat sekolah bersama dan Agam masih bergumam baru bangun dalam telfon. Itulah rutinitas Nacita setiap pagi setelah dirinya selesai berseragam rapi. Ia harus membangunkan anak orang.
Bisa dikatakan Nacita berkontibusi besar terhadap kegiatan sekolah Agam. Nacita akan membangunkannnya setiap pagi agar tidak terlambat, mengerjakan PR Agam dan menyuruhnya belajar saat akan ulangan. Bahagia sekali Agam mendapatkan sosok Nacita. Sekolahnya berjalan lancar sejauh ini berkat orang yang dipacarinya empat tahun ini, Nacita Eltasya Karim.
"Selamat pagi Ayah, Ibu," sapa Nacita di meja makan. Ayahnya, Karim, adalah seorang kepala sekolah di Madrasah Tsanawiyah begitupula ibunya, Asiah, juga seorang tenaga pendidik di sekolah yang sama dengan ayah Nacita. Di meja makan yang setiap orang berseragam rapi adalah pemandangan pagi yang terlihat harmonis di rumah Nacita.
"Pagi anak kebanggaannya, Ayah," ujar Karim. Sepasang matanya menyipit kala melihat putrinya sudah rapi dengan seragam. Nacita adalah putri satu-satunya di keluarga ini. Tidak heran jika segala keinginannya dipenuhi kecuali satu: berhubungan dengan lelaki. Ayahnya sangat membantah hal itu.
Suara deruman motor terdengar berhenti di depan rumah mereka. Nacita terkejut, harusnya Agam menunggu di depan komplek saja. Apa pacarnya linglung lagi pagi ini? Menyebalkan sekali. Padahal akhir-akhir ini mereka sudah sukses baacktreat setelah kemarahan Karim yang meledak dua bulan yang lalu. Nacita menghela napas, khawatir, begitu ayahnya membanting sendok di piringnya.
"Kamu masih berhubungan dengan anak itu, Nacita!" geram Karim menatap anaknya. Asiah pun menghela napas. Agam selalu menjadi perdebatan hebat antara suami dan anaknya.
"Yah," rengek Nacita.
"Ayah sudah peringatkan kamu untuk jauh-jauh dari anak itu. Kamu masih harus bersekolah yang baik dan kuliah di universitas terbaik. Jangan cemari masa muda kamu dengan pacaran, Cita."
"Ayah, Agam itu anaknya baik dan penurut. Sekolahnya tidak akan tertolong seandainya Cita tidak menjadi temannya. Hanya Nacita yang dia dengar. Ayah jangan meminta Nacita menjauhi Agam, Nacita nggak bisa."
"Nacita!"Asiah angkat bicara, ucapan anaknya itu sudah keterlaluan kepada Ayahnya, sesuatu yang tidak bisa ditolerir Karim.
"Kamu! Sudah bertingkah layaknya istri dari anak itu. Ayah malu, Nacita. Kenapa bisa kamu sekeras kepala ini, semua ini demi kebaikan kamu sendiri." pungkas Karim naik pitam. Bukan pertama kali ia melarang anaknya berhubungan lagi dengan Agam, ini sudah kesekian kalinya.
"Ayah nggak ngerti, Ayah cuma melihat dan menilai dari sisi Ayah sendiri. Ayah nggak pernah menghargai perasaan orang lain. Nacita cinta sama Ag ..."
"Nacita!"
Belum selesai Karim berbicara, Nacita sudah mengambil tasnya dan berlari keluar dengan kekesalan dihatinya. Panggilan ibunya pun tak dihiraukan. Suara deruman motor kembaIi terdengar lalu menjauh membawa Nacita pergi.
"Ayah jangan keras-keras sama Nacita. Kalau dia nekat kabur lagi, gimana," khawatir Asiah. Nacita pernah nekat kabur berkali-kali karena ayahnya menentang hubungannya dengan Agam. Karim hanya menghela napas, kehilangan kata-kata menanggapi sikap anaknya itu. Tidak ada orang tua yang menginginkan kehidupan anaknya rusak oleh pergaulan. Semoga saja tidak, batin Karim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Jangan Bercanda
SpiritualeBercerita tentang dua orang remaja bernama Nacita Eltasya Karim dan Agam Arjuna yang terpaksa melangsungkan pernikahan dini karena digerebek massa di sebuah komplek perumahan. Pernikahan dini pun dilangsungkan saat mereka masih harus mencari jati d...