HAPPY READING!!
..
.Pagi ini Jimin masih tertidur pulas di tempat tidur, walaupun dalam keadaan mulut menganga dan keadaan yang sedikit kacau. Jimin tetaplah terlihat tampan. Wajah polos Jimin ini memang terlihat bak malaikat. Memiliki mata sayu namun tatapan yang sangat tajam, kulit putih serta bibir seksi yang tebal. Di tambah dia adalah sosok panglima tempur, tidak salah para wanita dengan mudah meletakkan hatinya pada Jimin.
"Jim! Mau sampai kapan kau tertidur seperti ini? Walikota sudah menunggumu!" Namjoon menarik selimut Jimin, sontak Jimin membuka matanya dan bangkit.
Satu,
Dua,Tiga, Jimin berlari dengan cepat ke kamar mandi. Namjoon yang menyaksikan itu hanya menggeleng. Ia tidak menyangka Jimin bisa seleler ini.
"Hyung! Lemparkan handuk itu." Jimin membuka pintu kamar mandi dengan telanjang dada. Namjoon melemparkan handuk Jimin dan Jimin menangkapnya lalu menutup pintu kamar mandi dengan kuat.
"Jika Jin hyung melihat kamarmu ini, maka dia akan menjadi rapper dengan seketika." Namjoon memasukkan tangannya ke dalam saku dan menggeleng. Sudah entah berapa kali Namjoon menggeleng selama bersama Jimin. Hitung-hitung ia melakukan senam pada bagian lehernya.
*****
"Untung saja semuanya berjalan lancar." Jimin meminum jus jeruknya.
Mereka baru saja menyelesaikan rapat penting dengan pemimpin dari berbagai daerah. Perang kali ini cukup serius, mereka harus bisa mengerahkan pasukan yang banyak dan mempertahan pertahanan. Pertarungan antara dua benua ini sudah banyak memakan korban jiwa, terutama warga sipil. Kekuatan yang hampir sebanding ini benar-benar sengit. Jimin saja sudah banyak mengeluarkan cara agar perang segera berakhir dan dunia kembali damai.
"Jim, kapten kapal kita meninggal."
Jimin sedikit terkejut, "Bukannya dia sehat-sehat saja?"
"Entahlah, dia di temukan tewas di dalam kapal bersama beberapa awak kapal." Namjoon memainkan ponselnya.
"Apa terjadi sesuatu?" Jimin ragu dengan pernyataan Namjoon, bagaimana kalau itu kasus pembunuhan, atau musuh menyerang secara diam-diam.
"Tidak ada, semua militer di Pulau ini tidak melihat tanda-tanda musuh sama sekali. Mereka benar-benar menjaga ketat Pulau ini." Namjoon menunjukkan layar handphonenya, memperlihatkan mayat kapten kapal itu yang tergeletak dengan mulut yang berbusa.
"Keracunan?" Jimin menarik kesimpulan.
"Entahla, mereka akan melakukan otopsi di sini, pemerintah setempat juga penasaran. Untung mereka mau membawakan dokter terbaik."
Seperti yang di ketahui, Pulau ini memang terpencil. Tapi kemajuan teknologi serta lainnya, Pulau ini tak tertinggal sama sekali. Lagi, Pulau ini memiliki kekayaan yang sangat luar biasa. Seluruh Asia menyumbangkan tentara mereka hanya untuk menjaga sisi Pulau ini. Mungkin musuh belum mengetahui titik tepatnya karena memang sulit di jangkau. Tapi lebih baik berjaga-jaga. Dan lagi katanya sebagian penduduk di sini itu merupakan suku pedalaman yang di selamatkan dan di bawa ke sini. Jadi tak heran jika melihat sebagian dari mereka sedikit berbeda dari orang pada umumnya.
"Hyung, kira-kira kapan kita kembali ke Seoul?" Jimin memakan kentang goreng.
"Tidak sampai hari pernikahanmu." Namjoon bangkit dari kursinya, sepertinya dia menerima telepon dari Hyura.
Melihat itu, Jimin melirik ponselnya yang tidak pernah di bukanya semenjak di sini.
Tentu saja, orang seperti Jimin pasti banyak menerima pesan dan laporan. Tapi dia tidak melihat nama Seo Yun sama sekalipun. Dia tersenyum pahit, tapi ia sedikit senang juga. Kekasihnya itu benar-benar tidak mau mengganggu waktunya.
"Sudah Jim? Kita masih ada jadwal untuk berkeliling." Namjoon memasukkan satu tangannya ke saku. Terkadang Jimin iri melihat Namjoon yang seperti ini. Dia bisa dengan mudah berhubungan dengan Hyura, kekasihnya tanpa ada penghalang. Tanpa Jimin sadaripun sebenarnya Namjoon itu juga sama iri dengan Jimin yang memiliki kekasih pengertian seperti Seo Yun, tidak seperti Hyura yang terkadang sedikit berisik.
Mereka terdiam beberapa saat, sampai akhirnya Jimin bangkit dari duduknya dan menepuk pundak Namjoon. Ia berbisik.
"Sebaiknya kita mensyukuri apa yang kita miliki saat ini, hyung." Jimin tersenyum samar.
Entah kenapa Namjoon merasa bulu kuduknya berdiri, sejak kapan Jimin memiliki bakat seperti seorang cenayang begini.
*****
"Aku tidak tahu harus berkata apa pada keluarga Moon nanti." Pria paruh baya itu mengetukkan tongkatnya dengan kuat ke lantai. Amarah yang sudah sejak tadi ia tahan sepertinya akan terluap saat itu juga.
"Appa, aku.." Seo Yun menghentikan kalimatnya, kini ia menautkan jari telunjuknya.
"Masih berani kau menyebut diriku sebagai Appa-mu?" Tampaknya ia benar-benar marah dengan putri semata wayangnya itu.
Tuan Jeon mengetahui permainan antara Hwall dan putrinya itu.
"Seo Yun, aku akan mengakhiri hubungan antara keluarga kita dan keluarga Moon." Tuan Jeon menatap keluar jendela, melihat betapa murungnya langit hari ini. Ia memejamkan matanya, tidak percaya bahwa ia gagal dalam mendidik putrinya ini. Betapa hancur hatinya sebagai orang tau tunggal, memang ini adalah pekerjaan berat. Tapi Seo Yun yang memiliki kepribadian dan akhlak yang baik saja bahkan darah dagingnya sendiri bisa menghianatinya.
"Appa, maafkan aku. Aku tidak mau mengakhiri hubunganku dengan Jimin." Seo Yun bangkit dari duduknya, kini air mata yang ia tahan sejak tadi tidak mampu ia bendung lagi.
Dirinya terasa terbelah menjadi dua, perasaannya sudah tak karuan lagi. Dia sangat mencintai Jimin, sangat.
"Appa, aku berjanji tidak akan mengulangi itu lagi. Lagian aku dan Hwall sudah mengakhiri semuanya. Kami sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi." Seo Yun berusaha menjelaskan pada ayahnya itu, ia tahu yang hancur saat ini bukanlah dirinya saja, bahkan ayahnya mungkin sudah lebih dari dirinya. Bagaimana bisa jika keluarga Moon mengetahui jika Seo Yun memiliki pria lain selain Jimin, mau di letakkan di mana muka keluarga Jeon ini.
"Tunggulah sampai Jimin pulang." Tuan Jeon meninggalkan Seo Yun, bertepatan dengan turunnya hujan deras yang di dampingi dengan petir serta kilat yang menyambar.
Seo Yun tahu, jika ayahnya sudah membuat sebuah keputusan. Maka tidak ada yang bisa ada mengganggu gugatnya sama sekali, termasuk Seo Yun.
Jeon Seo Yun.