HAPPY READING
.
..Di laut terdalam, sangat dalam yang bahkan mungkin kau sendiri tidak pernah tahu keberadaannya di mana. Memiliki sebuah kehidupan yang begitu berarti bagi seluruh makhluk laut yang tinggal.
Apa kau mempercayai dengan adanya SIREN dalam mitologi Yunani? Jika iya, maka berbahagialah. Karena memang mereka itu nyata, hanya saja mereka lebih istimewa dari makhluk hidup lainnya.
Memiliki ekor seperti ikan dan badan separuh manusia, itulah ke istimewaan yang mereka miliki.
Berbagai macam legenda yang berasal dari berbagai tempat, menghasilkan kisah-kisah yang berbeda. Ada yang mengatakan mereka itu adalah sosok yang cantik, ada juga yang bilang bahwa mereka itu menyeramkan dan berbahaya.
Di dunia baru ini, kau akan menemukan kedua sisi dari sosok itu. Dia akan baik-baik saja jika kau memperlakukannya dengan baik, maka sebaliknya jika kau melakukan hal yang menurutnya berbahaya, ia tak akan segan untuk menghancurkan kehidupanmu. Meski tidak secara langsung, dia bisa melakukannya dengan perlahan tapi pasti.
Mereka begitu baik, namun mereka juga bisa menjadi sosok yang ganas dan buas. Jadi, jangan pernah mengganggu salah satu dari mereka.
“Jim!” Namjoon menepuk pundak Jimin kuat. Membuat Jimin tersentak dan langsung menatap Namjoon dengan tatapan sinis.
“Asik sekali.” Namjoon duduk di samping Jimin.
“Entahlah, wanita itu terlihat bersemangat. Aku jadi teringat halmeoni ku.” Jimin menatap lurus ke seorang wanita tua yang terlihat tengah duduk dan memegang sebuah buku.
Jimin dan Namjoon sudah tiba di tempat tujuan tadi pagi, dan malam ini mereka di ajak warga setempat untuk menikmati api unggun dan menyaksikan cerita dari nenek Cho. Namjoon mengangguk samar. Jujur sebenarnya Namjoon masih kesal dengan Jimin. Ketika mereka tengah berbicara tentang kutukan itu di Pulau Duyung kemarin, Jimin malah menertawainya habis-habisan. Tidak hanya itu, Namjoon juga di bilang terlalu labil oleh Jimin karena ia benar-benar mempercayai semua kebohongan yang mungkin di buat-buat ayahnya.
“Nenek Cho terlihat sangat muda di usia sepertinya.” Namjoon memuji.
Jimin memiringkan kepalanya, Namjoon tahu maksud ekspresi itu apa.
“Usianya kini sembilan puluh sembilan tahun.” Perjelas Namjoon.
Jimin sedikit kaget, karena fisik nenek Cho ini terlihat sangat muda. Bahkan kulit nenek Cho tidak begitu keriput.
“Apa kau tahu Jim, tidak hanya nenek Cho yang seperti ini. Tapi banyak di antara orang tua yang seper—.” Namjoon menghentikan kalimatnya kala ia menyadari Jimin kini tengah menunjukkan ekspresi mengancam.
“Apa Hyura selalu mengajakmu untuk bergosip seperti ini hyung?”
“Dia hanya akan bergosip jika sudah bersama Seo Yun, maka kau harus berhati-hati.” Namjoon memakan kacang yang entah sejak kapan ada di sana.
Jimin tertawa kecil, “Apa semua wanita memang suka bergosip?”
Namjoon menatap sinis sekaligus heran.
“Aku tidak percaya kau tidak pernah bergosip, Jim.”
“Pernah, dan sepertinya itu akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya.” Jimin tersenyum, tampak wajahnya memerah.
“Sudah kuduga, pasti Seo Yun lah penyebab kau menjadi sosok penggosip bukan?” Namjoon berdecak sekaligus mengejek Jimin.
Yang di katakan Namjoon itu benar sekali. Dulu waktu Jimin pertama kali bertemu Seo Yun di acara festival tahun baru, ia langsung tertarik dengan Seo Yun. Seo Yun merupakan penari yang terkenal di Seoul karena keindahan dan keanggunannya dalam menarikan tarian tradisional, siapapun yang melihatnya maka akan langsung terpikat dengan visual sosoknya. Termasuk Jimin yang kala itu langsung jatuh hati pada Seo Yun.
Setiap ada kesempatan untuk bertemu dengan Seo Yun, Jimin selalu memanfaatkannya dengan baik. Jimin merupakan pria idaman setiap wanita, namun siapa sangka jika kini dia yang tengah berada di posisi itu.
Sungguh indah jika mengingat hal itu, bagi Jimin Seo Yun adalah segalanya dan dunianya. Dan sebentar lagi, Seo Yun akan menjadi miliknya seutuhnya.
“Teruslah tersenyum, maka kau akan mati kedinginan di sini.” Entah sejak kapan Namjoon berdiri dan menggunakan jaket super tebal.
Jimin menyadarkan dirinya, dan bangkit serta membersihkan pantatnya dari sisa pasir yang menempel. Ia melihat pesisir pantai ini sudah kosong, hanya tersisa bekas api unggun yang sudah padam.
“Hyung, kau terlihat seperti suku—,” Namjoon menutup mulut Jimin dengan melemparkan jaket ke wajah Jimin. Namjoon segera mendapat tatapan tajam dari Jimin.
Jimin segera memakai jaket itu, tentu yang ia rasakan sekarang rasakan adalah kehangatan. Mengingatkannya kepada Seo Yun.
“Tidak usah banyak berhalusinasi, Seo Yun bahkan tidak memikirkanmu.” Namjoon seakan tahu apa yang ada di pikiran Jimin. Mendengar itu, Jimin segera pergi dan meninggalkan Namjoon.
“Aishh, memang pasangan yang belum menikah itu masihlah terlihat bahagia. Kau akan merasakan kebahagiaan sekaligus penderitaan yang sebenarnya jika sudah menikah nanti.” Namjoon memperhatikan Jimin dari belakang.
“Kurasa itu hanya berlaku untukmu saja hyung, tidak denganku dan Seo Yun nanti.” Jimin memberi pendapatnya.
Namjoon tersenyum, menampakkan lesung pipinya yang sangat dalam. Dia mengejar Jimin yang jaraknya sudah cukup jauh.
Kini, Namjoon menyadari sosok Jimin sebenarnya. Bagaimana bisa musuh akan ciut jika hanya mendengarkan namanya. Itu karena Jimin adalah sosok yang hebat dan tangguh. Kau hanya akan menemukan pria seperti Jimin, hanya ada satu di antara sepuluh.
*****
“Seo Yun ssi, maafkan aku. Aku tak bermaksud melakukan itu padamu.” Hwall mencoba menjelaskan pada Seo Yun.
“Hwall, kau tahu aku akan menikah dengan Jimin dan kau merupakan teman terbaik Jimin. Aku tidak mau menjadi penghianat bagi Jimin dan menghancurkan semuanya hanya karena permainan gila ini.” Seo Yun memungut kemejanya yang terjatuh.
“Maafkan aku Seo Yun ssi.” Hwall terduduk lemas di atas tempat tidur, sepertinya ia menyesali perbuatannya beberapa menit yang lalu.
Seo Yun membuang nafas kasar, ia mengaitkan kancing terakhir kemejanya lalu merapikan rambutnya.
“Aku tidak tahu akan mengatakan apa pada Jimin nanti di malam pertama nanti kala ia mengetahui aku tidak—,” Seo Yun menghentikan kalimatnya dan membalikkan tubuhnya, melihat ke arah Hwall yang masih menyesal. Ia memalingkan wajahnya dan berjalan menuju tungku api yang membara itu, dan berjongkok sambil menggosokkan kedua tangannya lalu memejamkan matanya. Entah mengapa Seo Yun merasakan dingin yang luar biasa merasuk ke tulang-tulangmya.
“Mari kita akhiri sampai sini, Hwall.”