#5

15 3 0
                                    

Hari terus berlalu waktu terus berputar, aku dan Nur semakin terlihat asing. Aku kembali duduk didepan asramaku sembari menikmati secangkir kopi yang baru saja ku seduh, hangat secangkir kopi hitam malam ini memberitahuku sepertinya penantian ini tidak akan ada ujungnya bak berjalan ditengah-tengah lorong gelap tanpa siapapun yang mampu menuntunku.

Pagi ini seperti biasa aku harus tetap berjualan aku harus menabung agar bisa lekas kembali kekampung halamanku. Jauh mata memandang dari depan asramaku, terlihat seorang pria datang menjemput Nur ini menyakitkan bahkan lebih sakit dari pada tertusuk seribu duri.

Apa yang kusaksikan ini? Apa hak ku untuk cemburu? Sudahlah aku terlalu berharap tinggi sehingga lupa bahwa kasta mampu memisahkan kita.

"Hei ki ngapain melamun? Gak jualan?..." Tegur pak sabran membuyarkan pikiranku yang sedang memikirkan hal yang sia-sia ini

"Oh iya pak, saya berangkat dulu pak" aku pun bergegas berangkat untuk melanjutkan berjualan hari ini.

Oh iya pak sabran ini sudah seperti ayahku sendiri, dia orangnya tegas sekali kalau marah bisa-bisa seluruh asrama menggigil ketakutan.

Tapi pak sabran ini orang yang sangat penpyayang sekali, pak sabran selalu bilang kepadaku,

"yang membunuh itu bukan kemiskinan, tapi kekayaanlah yang sering membuat orang membunuh dirinya sendiri" pas ku tanya, "apa maknanya pak ?" pak sabran hanya menjawab

"jawabannya ada didirimu sendiri maka temukanlah segera, hidup itu hanya tentang pencarian makna dalam sebuah kata, kalau dirimu mampu menemukannya maka hidupmu akan lebih bermakna."

Sebuah prinsip hidup yang sederhana, pak sabran orang yang simple tak suka banyak ini itu gak suka bicara tapi sekali bertindak semua urusan pasti beres.

Sampai sudah ditempat biasa ku berjualan, dikerumunan pasar ini aku duduk sambil menunggu pembeli pertamaku hari ini.

Dudukku termenung lamunanku hanyat dalam senyum gadis itu lagi, Apa ini aku tidak ingin lagi mengingatnya kenapa dia kembali lagi dalam pikiranku.

"Kumohon jangan singgah jika hanya berteduh sejenak, hati ini sudah terlalu lelah dalam amarah.
Menanggung beban yang tak lagi mampu kutahan, menanggung rindu yang terus menjadi candu.
Pergilah dan jangan pernah lagi hinggap dipikiranku, meskiku tahu melupakanmu adalah kebodohanku.
Aku tak layak untuk mencintai apalagi dicintai, aku orang lemah yang selalu bergelut dengan keadaan, kerinduan bahkan kesedihan.
Aku tak layak jadi tempat tinggal, apalagi tempat bersandar.
Aku bukan orang yang tepat untuk kau pilih, apalagi orang yang harus kau berikan kasih.
Aku adalah bukti bentuk dari kepasrahan setelah kegagalan, langkahku mulai goyah hidup yang tak tentu arah.
Kemana aku melangkah? Kemana? Kepada siapa harus kukatakan? Apakah aku akan mati dalam keadaan hina ditanah perantauan?
Kau telah lebur dalam anganku gelapnya malam telah melenyapkanmu dalam relung rinduku, sekarang yang harus kuterima adalah kau dan aku mulai terlihat asing seperti dulu."

Cinta dilangit rantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang