#6

19 3 0
                                    

Hampir satu bulan tak bertegur sapa, aku dan Nur memang semakin terlihat asing seperti awal kami bertemu. Malam ini aku memutuskan untuk pergi ke taman kota bersama anaknya pak sabran, Rino.
Aku harus banyak beraktivitas karena dengan itu pikiranku tak selalu mengingat tentang Nur.

"Mas, kamu kenapa kok akhir-akhir ini terlihat
murung?" Rino bertanya penasaran kepadaku

"Itu hanya perasaanmu" jawabku singkat

"Halah ayolah mas jangan begitu kalau ada masalah gak boleh dipendam sendirian, aku ini udah anggap mas kayak abang ku sendiri." Perkataan Rino seakan memaksaku untuk menjelaskan apa yang saat ini kurasakan.

"Tapi kamu jangan bilang-bilang ke yang lain ya" aku meminta Rino untuk diam saja tentang cerita ini.

"Tenang saja mas" Rino mengacungkan jempolnya tanda dia akan menjaga rahasia ini

"Jadi begini, Mas itu lo akhir-akhir ini kepikiran terus sama anak gadis yang baru itu, Rin." Aku pun membuka cerita malam ini bersama Rino.

"Oooh si Nur itu kan mas?" Tanya Rino semakin penasaran

"Iya Rin, tapi sudahlah akhir-akhir ini kami juga pjarang bertemu bahkan hampir satu bulan" Aku berbicara menyeka ujung mataku

"Ya sudahlah mas, diakan sibuk kuliah temen dia udah banyak sekarang kita hanya sebatas tempat singgah mas, aku juga pernah suka sama orang tapi aku mundur duluan mas kasta kita selalu menjadi penghalang." Jelas Rino, semakin melemahkanku.

Rino betul, aku hanya sebatas tempat singgah hingga akhirnya dia benar-benar menemukan rumahnya. Taman kota tampak ramai meski malam hari semua sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, ada yang sedang menikmati indahnya malam bersama pasangannya dan tertawa ceria. Setidaknya melihat keramaian ini mampu menenangkan jiwaku, sebelum aku kembali dalam kesendirian dan menikmati kesunyianku.

Malam makin larut aku dan Rino memutuskan untuk kembali ke asrama, sebelum pak sabran marah besar bisa bahaya.

Rino ini sudah seperti adikku, dia anak pertama pak sabran nasibnya kurang lebih hampir sama denganku, tapi dia ditanah rantau bersama keluarganya.

Setidaknya berkumpul bersama keluarga itu akan menyenangkan bukan? Tapi aku tidak boleh membandingkan hidupku dengan orang lain, ini sudah menjadi ketentuan dari tuhan aku percaya apapun yang terjadi ini pasti sudah direncanakan dengan sebaik-baik mungkin.

Tuhan tak pernah salah dengan segala ketentuannya, hanya saja kita terlalu banyak mengeluh dan lupa bersyukur dengan apa yang kita dapatkan saat ini.

Tibalah aku diasrama sunyi sepi kembali menyambut kedatanganku, tak ada senyum dari ibu tak adalagi nasihat dari ayah yang dulu sering kudengar setiap kali aku pulang kerumah.

Ditanah rantau kau akan benar-benar dilatih untuk menjadi manusia hebat sehebat seorang ibu dan orang kuat meski hatinya sedang terluka dan itu adalah sosok seorang ayah.

Hati ini benar-benar sangat rindu dengan mereka disana, tapi aku belum siap untuk pulang sudah banyak luka ku buat dihati ayah dan ibuku. Bagaimana aku akan pulang dengan kegagalanku? itu akan lebih menyakitkan hati mereka, membuat luka baru sedangkan luka lama belum sempat terobati.

"Ibu aku bukanlah apa-apa tanpa belai kasihmu dan kau ayah, aku selalu ingin mendengarkan nasihat lama yang sering kau lantunkan ditelingaku, aku berharap kita akan berkumpul lagi diteras rumah yang sederhana lalu tertawa dibatas senja hingga akhirnya gelap malam menyelimuti desa"

Malam ini sulit sekali rasanya mata ini hendak terpejam, aku tak ingin lagi memikirkan gadis itu tapi secara perlahan senyumnya kembali hinggap dikepalaku.

Sudahlah, aku tak punya waktu untuk memikirkan hal sia-sia ini. Aku sudah terlalu lelah aku harus istirahat, banyak tenaga yang harus ku siapkan untuk hari esok.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta dilangit rantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang