Empat Roti

4.6K 721 182
                                        

"ASTAGA!" Bagas memekik terharu sambil memejamkan matanya, menikmati sedapnya roti keju yang melumer lembut di mulutnya. "Enak banget, mau nangis gue."

"Apaan sih? Alay banget," sahut David yang sedikitnya mengacaukan acara penikmatan memakan roti keju Pak Dullah-nya.

"Bodo," balas Bagas jutek. Tapi matanya kembali menutup dan bibirnya mengecap-ngecap enak. Duh, akhirnya mulutnya bisa merasakan enaknya roti keju kebanggaan sekolah!

Bagas makan dengan penuh sukacita, tentu saja.

David yang melihat ada orang yang selebay itu hanya dengan makan roti keju pun mengulum senyumnya kegelian.

Omong-omong, kali ini keduanya sedang menghabiskan jam istirahat bersama di bawah pohon rindang taman sekolah mereka. Kantin hari ini ramai sekali, bau ketek yang bercampur itu membuat keduanya enggan berlama-lama di sana. Kalau bukan karena roti keju juga mereka ogah berdesakan di situ.

"Enak?" tanya David dengan senyuman yang dapat meng-ambyar-kan hampir seluruh siswi di sekolah.

"Enak bangetlah! Gila aja yang bilang roti Haji Dullah kagak enak. Pasti lidahnya udah mati rasa!"

Lelaki yang lebih mungil itu pun menatap sayang suapan terakhir roti kejunya. Tinggal satu suap lagi dan ia menatap roti itu dengan sayang—ia mendadak mengingat betapa susah perjuangannya mendapatkan si asin manis—itu memang kebiasaannya ketika suapan terakhir akan dimasukinya.

Bagas memang dramatis, omong-omong.

Maka dengan gerakan (sok) slow motion, Bagas memasukkan suapan terakhir roti keju. Mulutnya langsung mengatup, menyesap makanan itu hingga rasanya pecah dan lumer di mulut.

"Aaaah ...." Bagas mendesah heboh, berasa sedang berada di oase.

Setelah selesai makan, entah kenapa Bagas kembali normal. Rasanya hanya ketika makan roti keju Pak Haji Dullah saja dia akan seperti bipolar, sangat berbeda dengan perilakunya ketika sedang tak makan.

"Lo nggak makan roti lo? Kalo dingin nggak seenak pas anget lho," ujar Bagas sembari mengernyitkan dahinya ringan tatkala melihat roti keju masih berada di atas pangkuan David.

David tiba-tiba tergagap kaget tak jelas ketika Bagas menanyainya. Ia seperti orang mesum yang tertangkap basah sedang mengintip wanita yang tengah mandi.

"E-enggak."

Bagas semakin mengernyitkan dahinya heran, "Kenapa enggak?"

"I-ini, buat lo aja." David menyerahkan bungkusan plastik terbuka berisi roti keju Pak Dullah pada Bagas.

Lagi, Bagas mengernyitkan dahinya semakin dalam. Membuat wajahnya terlihat aneh dengan tiga lipatan di dahinya.

"Ngapain lo ngasih gue?"

"Lo suka kan?" David bertanya sembari menatap Bagas teduh.

"Emang lo nggak suka?"

"Gue suka," jawab David.

"Gue juga suka."

Oke, kenapa tiba-tiba ucapan ini terdengar ambigu? So gay sekali, ew.

Untung tidak ada yang mendengar.

"Ya udah, makan." Bagas mencairkan suasana yang agak canggung karena keambiguan yang dua lelaki ini obrolkan barusan.

"Kan ini buat lo!" celetuk David tak kalah canggung.

Seseorang, bisa tolong keluarkan mereka dari suasana homoseksual penuh bunga ini?!

Roti Keju Pak HajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang