13

42 1 0
                                    

Gafka telah lulus dari SMA. Sebelum pengumuman kelulusan ia juga sudah diterima di salah satu perguruan tinggi negeri melalui jalur undangan. Universitas yang ia pilih jauh dari kotanya saat ini. Gafka memang berniat untuk mengambil kuliah di luar pulah alih-alih ke luar negeri. Orang tuanya selalu mendukung apapun keputusan Gafka. Sejujurnya Gafka berat untuk meninggalkan Anza. Gadis itu selalu bisa membuatnya jadi gila.

Gafka menyewa sebuah apartemen untuk ia tinggali selama kuliah. Dia akan berangkat besok. Malam ini Anza akan menemaninya di rumahnya. Gadis itu bahkan sudah ada di rumahnya sejak pagi tadi. Membantunya untuk membersihkan rumah juga membuat makanan. Gafka tidak akan ikut acara wisuda di sekolahnya. Anza meletakkan cup berisi salad buah. Gafka memakannya dengan senang. Biasanya ia tidak akan memasak berbagai jenis makanan jika hanya sendiri di rumah.

" Lo beneran ya ke sana besok? " Gafka melirik Anza yang duduk di sebelah kirinya. Saladnya sudah hampir habis. Ia memakan salad suapan terakhir.

" Iya kenapa sih? Mau ikut? Hayuk aja sih. "

" Yaudah ayok bilang ke bunda biar diizinin, ya? " Anza menarik tangan Gafka ke rumahnya. Ia tidak perduli dengan pintu rumah Gafka yang terbuka lebar.

*

Gafka membuka unit apartemen yang akan ditempatinya. Ruangan ini biasanya hanya ia lihat dari foto. Sekarang ia bisa melihat sendiri. Pemilik apartemen baru saja meninggalkan dirinya setelah kesepakatan tercapai. Perabot dalam apartemen lengkap. Gafka tidak perlu untuk menambahnya. Pemandangan kota terlihat dari balkon apartemennya. Anza duduk di kursi balkon.

" Gue jadi pingin cepat lulus biar bisa bareng lo lagi, kak. Rasanya gak mau jauh-jauh. " Anza memeluk lengan Gafka yang sedang berdiri di depannya. Pemuda itu memandang ke atas langit. Gafka sadar sejak dulu dirinya selalu sendiri. Ia baru bisa merasakan bersama ketika tinggal bersama tante dan juga pindah di dekat rumah Anza. Pilihannya saat ini juga membuat dirinya kembali sendirian. Ia tidak pernah kecewa dengan keputusannya.

" Bisa akselerasi tapi lo harus adaptasi lagi. " Anza menggeleng. Ia sukar membaur. Apalagi harys melakukan adaptasi lagi.

" Univ lo dekat dari sini gak? " Anza membuat Gafka berbalik menghadapnya. Kepalanya ia letakkan di depan perut Gafka. Gafka mengelus rambut Anza. Ia memeluk kepala Anza yang ada di depan perutnya.

" Dekat besok kita ke sana, ya? Nanti kalau sudah gak capai sore jalan-jalan. "

*

Gafka menata makanan yang tadi ia beli ke piring. Anza tertidur di sofa depan televisi. Kepalanya hampir jatuh saat Gafka baru kembali ke apartemen. Gafka sudah mengambil bantal agar kepala Anza nyaman. Gafka membukakan pintu apartemen untuk Wijna. Teman yang sudah membantunya untuk mencari apartemen. Wijna tersenyum lebar. Ia membawa satu kantong keresek besar berisi camilan untuk Gafka. Gafka menerima kantong yang diberikan Wijna. Ia membawanya ke dapur untuk ditata, sebagian ia masukkan ke stoples. Wijna duduk di sofa single. Ia mengamati wajah Anza yang tertutup rambut hitamnya.

" Lo ngajak cewek lo ke sini, kuliah juga dia? " Wijna meminum air mineral dari botol yang tadi dia bawa.

" Adik kelas gue. " Anza terbangun karena mendengar suara percakapan. Ia merapikan rambutnya yang berantakan. Anza berputar-putar di sofa mencari ikat rambut. Ia masih ingat tadi melepasnya di sofa. Tadi sekarang tidak terlihat. Gafka memungut ikat rambut yang terlempar jauh dari sofa. Mengikat rambut Anza.

" Kenalin teman gue Wijna, Na dia adik kelas gue Anza. "

" Ko mukanya gak asing yah? " Anza bergumam pelan. Ia kemudian ngacir ke kamar karena tahu wajahnya pasti sedang berantakan sekali setelah bangun tidur.

CRAZY BOY AND CRAZY GIRL (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang