Armi memegangi kepalanya yang dipukul menggunakan helm. Ia menyeret lengan Anza.
" Nih pacar gue! " Anza yang masih memegang helm kembali akan memukulkan ke kepala Armi. Namun Armi sudah menghindar dari pukulan helm Anza. Gadis itu melihat sepatu yang tregeletak tiada daya dan melempar ke muka Arrmi tepat sasaran.
" Can, ambilin kontak di kantong celana Armi dong. Mau pulang ini, tolong kan gue baik tadi nebengin lo. Bukannya membantu Candra malah bercanda dengan Armi. Anza sampai mengantuk menunggu. Aroma sate yang dibakar sungguh menggugah selera. Di depan mereka nongkrong memang warung sate ayam.
" Anza, dik ko belum pulang? " Anza membuka matanya lebar-lebar. Anggar menatapnya. Lelaki itu berdiri di samping gerobak sate.
" Bang Anggar, iya kontaknya diumpetin Armi. Anza gak bisa pulang. Bang Anggar pinjam motor dong. Bang Anggar nanti minta kontak motor Anza sama Armi ya tuh yang paling jelek. "Anggar memberikan kontak motornya pada Anza. Motor besar itu dikendarai oleh Anza menjadi kelihatan besar karena badan Anza yang kecil. Anza mengenakan celana olahraga panjang jadi ia tidak takut jika roknya tersingkap. Sate psanan Anggar belum jadi. Ia menghampiri sekumpulan anak SMA yang mengobrol.
" Armi yang mana? " semua menunjuk Armi yang memasang muka masam. Armi memberikan kontak motor Anza ke Anggar kemudian melenggang pergi dengan motornya. Candra menghampiri Anggar yang masih menatap aneh kepergian Armi.
" Maaf bang Armi emang gitu. Anza sering pakai motormu bang, kelihatannya udah biasa gak gagok. "
" Ya dia sering maksa. Abangku ayo abang bonceng di belakang, Anza yang nyetir. " Anggar meniru gaya bicara Anza jika gadis itu sedang merayu agar mau meminjamkan motor besarnya. Candra tertawa ia sangat percaya apa yang dikatakan Anggar. Selama menjadi dewan ambalan, jika perkemahan gadis itu pasti akan keras kepala meminjam motor anak cowok untuk ikut berpatroli. Ia juga tidak mau membonceng, maunya menyetir sendiri. Candra yang selalu mengalah berada dalam boncengan gadis itu. Kecepatannya dalam mengoperasikan motor kopling memang mengagumkan. Anza selalu tersenyum puas jika melihat raut muka Candra pucat setelah turun dari boncengan.
" Dia emang agak melenceng dikit. Dulu hampir jatuh ke jurang dia malah ketawa ngakak. Lah gue yang napasnya uah diujung lemeslah. " Anggar tertawa ngakak. Ia benar-benar jika gadis pemaksa itu memang suka dengan tantangan.
*
Helmnya memang punya Anza sendiri. Tetapi motor besar itu familiar di mata bunda.
" Anza, kamu ngapain pakai motor Anggar? " Anza sudah melepas helmnya. Ia menghampiri sang bunda dan tersenyum.
" Assalamualaikum bundaku, iya tadi ketemu Bang Anggar. " Welva masih menatap Anza bertanya-tanya. Anaknya itu melenggang meletakkan sepatu di rak dan masuk ke rumah.
" Za, ada yang nyari kamu cakep namanya Lee Yong. " Anza meneguk jusnya dengan santai dan makan kue. Bunda sudah membuat kue kering lagi untuk stok. Anza memang lebih suka camilan kue kering yang gurih buatan bunda. Anza nelihat tayangan televisi. Tas ada di atas sofa dan dia belum mengganti seragamnya. Bunda melempar kemoceng agar anak gadisnya itu segera berganti baju. Anza merengut ia membawa tas dan menuju kamarnya.
*
Anza membawa piring berisi nasi dan lauk ke meja depan televisi. Stoples kue dalam keadaan terbuka. Laptop dan buku-buku berserakan di meja. Gadis itu makan sambil mengerjakan tugas. Sang bunda selalu sebal melihatnya jika melihat kelakukan anak gadisnya yang satu ini. Anza juga makan nasi dengan lauk kue kering. Pandangan aneh sang bunda hanya ia senyumi saja. Tidak ada salahnya makan nasi beserta kue secara bersama.
Anggar baru saja datang mengantar motor Anza sekalian ia mengambil motornya. Kakinya hampir menginjak kertas yang berserakan di lantai.Anza merentangkan tangan agar Anggar tidak menginjaknya. Anggar akan merapikan kertas itu agar tidak berserakan mengganggu jalan.
" No, jangan dipegang bang. Anza belum selesai. " Anggar gemas ia menjitak dahi Anza pelan.
" Dik kalau makan ya dihabiskan dulu. Jangan bareng semua gini. Kalau itu makanan tumpah ke buku sama kertasmu gimana? " Anza yang tadi duduk lesehan bangkit dan duduk di sofa. Sesuai saran Anggar, ia enghabiskan porsi makannya. Anggar melihat tayangan televisi yang menyiarkan berita terkini. Bunda membawa satu gelas air untuk Anggar. Ponsel Anza tidak berhenti bergetar. Grup whattsapp dewan ambalan sangat ramai. Ia belum berniat untuk ikut dalam perbincangan. Tugasnya masih belum selesai.
" Bang udah selesai dinas, apa nanti balik lagi? "
" Udah habis ini mau pulang. Oh ya besok malam ada acara gak? " Anza merapikan buku yang sudah selesai ia gunakan. Kertas-kertas harus ia susun ulang karena tadi susunannya ia acak-acak.
" Gak ada kenapa emang bang? " Anza membawa barang-barangnya ke kamar. Ia kembali duduk di samping Anggar.
" Mau ikut gak? "Anza mulai membuka obrolan grup dewan ambalan. Membaca satu persatu jika ada yang penting agar tidak terlewat.
" Besok abang mau lamaran, kalau mau habis pulang sekolah langsung ke rumah abang. " Anza meletakkan ponselnya ke meja. Pembahasan grup ia abaikan lebih menarik menanggapi topik yang dibahas Anggar. Anza menonjok bahu Anggar dan tersenyum.
" Ko baru kasih tahu sih bang? "
*
Rumah Silia telah dihias untuk acara lamaran. Nuansa pink terlihat di berbagai sudut. Anza berjalan bersama Anggar. Laferi juga ikut berjalan dengannya dan Anggar. Mereka sudah seperti body guard Anggar. Anggar berjalan dengan mantap dan tegap.
" Kak Silia yang mana bang? " Anza menatap gadis-gadis yang memang sudah ada di ruangan. Ia penasaran siapa yang akan menjadi calon istri Anggar. Abang kandungnya, Aris belum memiliki rencana untuk menikah. Sang kakak masih menikmati waktu sendiri.
" Gak tahu di mana, belum ada. " Anza mengangguk. Laferi merupakan kakak sepupu Anggar. Ia lebih tua darinya 2 tahun tetapi masih belum menikah juga. Selama acara Anza tidak banyak tingkah. Ia memperhatikan acara yang sedang berlangsung sesekali mengambil foto Anggar yang dalam mode tegang. Tetapi ia masih terlihat manis dan menawan. Silia keluar menggunakan baju yang senada dengan Anggar. Gadis itu tersenyum malu karena semua mata tertuju padanya. Anza mengambil foto Silia cepat dan banyak dari mulai gadis itu terlihat sampai kini sudah duduk di depan Anggar. Anggar yang akan melamar tetapi jantungnya juga ikut gedumbrengan seperti tabuhan genderang.
" Jangan malu-maluin bang. " Anggar menghiraukan godaan Anza. Sebelum mulai mengutarakan maksud kedatangan Anggar menarik napasnya panjang.
*
Sesi foto bersama dimulai. Anza masih di stan makanan. Perutnya lapar walau tadi sebelum berangkat ke rumah Silia sudah makan. Anggar menoleh mencari Anza.
" Anza mana suruh ke sini dong? " Anza yang masih mengunyah siomay ditarik untuk berlari. Ia meletakkan piring siomaynya sembarangan dan ikut berlari.
Krek
Anza menatap rok spannya yang robek. Dirinya memang tidak biasa menggunakan rok. Rok span memang memiliki lebar lebih sempit. Anggar dan Silia tertawa karena rok Anza robek tepat di hadapan mereka. Robeknya tidak panjang tetapi lumayan mengganggu pandangan mata.
" Ya Allah dik, sampai robek gitu. " Anza mengambil posisi untuk foto cepat. Ia akan membawa motor Anggar untuk pulang. Kepalang malu ia membawa muka. Setelah beberapa gaya Anza menodong Anggar.
" Bang, mana kunci motor cepat. Malu aku pulang duluan yah. " Anggar merogoh saku celananya.
" Tapi dik kan parkirnya kehalang mobil. Nanti aja sih gak papa pulangnya. " Anza menyesal tadi tidak membawa motor sendiri. Silia mengajaknya ke kamar untuk meminjami Anza rok.
" Kamu mau rok apa celana? " Silia melihat-lihat rok dan celana di almari yang sekiranya cocok dengan baju Anza.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY BOY AND CRAZY GIRL (Tamat)
Novela Juvenil" Cepetan! " Menggeret tangan Anza secara kasar. " Sabar napa. Sakit ogeb tangan gue lu tarik-tarik. "