tawan

58 4 0
                                    

Ia menggapai ponselnya yang sedari tadi menyala. Lagu I'm Not Alone kesukaan Tawan mengalun tanpa henti sejak beberapa menit yang lalu. Ia melirik layar ponselnya yang terus menerus menunjukan nama Tawan di sana, di balik kelopak matanya yang terbuka tak sampai setengahnya. Dengan gerakan lambat, ia menekan tombol hijau dan membawa ponselnya menuju telinga tanpa ada niatan untuk membuka matanya lebih lebar lagi.

"Apa?" tanyanya dengan suara parau khas bangun tidur.

"Baru bangun?" sahut suara di ujung sana. Ia mengangguk sebagai jawaban disertai dengan dehaman kecil.

"Kenapa?" tanyanya lagi.

"Baikan, yuk?" tawarnya. Ia tersenyum tipis begitu mendengar tawaran Tawan di ujung sana. Badannya berguling menghadap ke samping, memeluk gulingnya erat sambil membiarkan ponselnya masih berasa di atas telinga kiri tanpa perlu susah payah untuk memegangnya.

"Kata Nanon, kalau marahan lebih dari tiga hari itu dosa."

Ia lagi-lagi tersenyum.

"Semua anak kecil juga tau itu, Tay Tawan. Kamu SD di mana sampe enggak tau yang kayak gitu?" tanyanya.

"Aku, kan enggak pernah marah lebih dari tiga hari. Baru sama kamu aja begini."

"Iya, iya. Terus?" tanyanya.

"Ayo, baikan?" tawarnya lagi.

"Janji, deh enggak bakal kayak gitu lagi. Nanti kalau mau makan sayur dari pot, aku cuci dulu. Aku, kan lagi nge-live kemarin, jadi enggak kepikiran buat cuci dulu. Nanti, aku enggak main lagi ke rumah Nanon atau Lee, atau bahkan si Jumpol. Janji aku. Tapi, baikan ya?" katanya panjang lebar.

Ia tersenyum lebih lebar lagi dari sebelumnya. Membayangkan wajah Tawan yang memelas di ujung sana membuatnya geli seketika. Tawan itu laki-laki berumur dua puluh lima tahun di tahun ini, tapi kelakuannya malah lebih mirip anak umur tiga tahun.

"Iya, baikan. Udah, ya? Aku mau lanjut tidur. Kamu enggak liat ini jam berapa?" tanyanya pada Tawan. Ada jeda beberapa menit sebelum akhirnya laki-laki itu menjawab.

"Jam empat. Sengaja mau bangunin kamu biar enggak telat subuh. Mau aku imamin? Sholat berjamaah online lewat zoom kayaknya enggak begitu buruk," jawabnya dengan kekehan ringan di ujung kalimat. Yang ditawari juga terkekeh mendengarnya.

"Mentang-mentang lagi lockdown, segalanya jadi online gitu? Sampe jamaah aja online segala. Lagian, kenapa di zoom, sih? Kemarin Nanon nelepon aku, katanya kamu kurang kerjaan banget ngajakin group call di zoom."

"Dih? Ngadu si Karopat?" protes Tawan. Yang ditanya mengangguk sambil memejamkan matanya.

"Katanya, kamu kurang kerjaan. Curhat, kok ke anak bocah kayak dia. Dia mana ngerti," katanya lagi dengan kekehan kecil di akhir.

"Temen aku yang bener mereka dong, Cil. Kalau tanya Jumpol, mah enggak bener."

"Iya, iya. Ya udah, aku mau cuci muka. Bentar lagi adzan. Kamu jangan lupa sholat, ya? Jangan malah abis ini tidur lagi. Gaya-gayaan nelepon jam segini biar aku enggak telat sholat, malah sendirinya yang enggak sholat."

"Iya ... aku tutup, ya?"

promptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang