thanat, nanon

102 8 0
                                    

"Gue musti apa, sobat? Pusing banget si Acil malah diemin gue begini. Udah tiga hari, kampret!" keluh Tawan pada seseorang yang wajahnya kini memenuhi layar ponsel.

"Bang, jangan marah-marah dulu apa. Ini lo kurang kerjaan banget ngajak vc-an malah di zoom. Lo kira lagi daring?"

Itu Nanon. Anaknya sejak awal sudah menolak mentah-mentah tentang ajakan Tawan untuk melakukan group call di aplikasi zoom. Katanya, buat apa?

"Berisik kamu, bocah!" omel Tawan.

"Lee, gimana? Harus apa? Mana masih lockdown, enggak bisa seenaknya ngajak doi makan mie ayam di pinggir jalan. Nanti ada virus," keluh Tawan lagi pada sahabatnya yang lain.

"Ya, gimana? Gue enggak ngerti, ya anjir! Lo kira gue ngerti masalah lo? Punya cewek aja kaga?"

"Bang Lee, jangan ngenes gitu. Nanti aku bantu cariin."

Tawan mendengus. Dua temannya ini sama sekali tak membantu. Percuma buang-buang paket data demi melakukan group call di zoom kalau hasil yang ia dapat nihil.

"Enggak ada gunanya lo jadi temen aing!" misuh Tawan.

"Lah?" sahut Nanon bingung. Sebagai yang paling muda di antara dua Abangnya ini, Nanon memang yang lebih sering bingung kalau-kalau masalahnya sudah mulai merembet ke hati. Nanon masih kecil, sama sekali tak mengerti jalan pikiran orang dewasa. Apalagi, ia dapat info dari Tawan kalau pertengkarannya dengan sang kekasih itu bukan masalah yang besar. Terus, kenapa harus sampai tiga hari?

"Bang, katanya kalau diem-dieman lebih dari tiga hari itu dosa."

promptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang