BAGIAN 8

357 25 3
                                    

Dengan gerakan indah sekali. Rangga menjejakkan kakinya kembali ke tanah. Dan saat yang bersamaan, Wicana juga mendarat ringan sekali tanah. Namun Rangga yang sudah menggenggam benda kematian titisan anak setan itu, cepat sekali melesat sambil mengibaskan tangan kanannya kearah kepala.
"Hiyaaat...!"
"Ghrrr..!"
Wicana cepat menggerakkan kepalanya, hingga kibasan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti tidak sampai mengenainya. Dan tanpa dapat dilihat mata biasa, kaki kirinya dihentakkan, tepat ke perut pemuda berbaju rompi putih itu.
"Haiiit..!"
Namun, Rangga sudah lebih waspada menghadapi bocah kecil yang memiliki kekuatan luar biasa ini. Maka dengan manis sekali tubuhnya mengegos menghindari tendangan yang sangat keras ini. Lalu cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang sejauh tiga langkah. Tapi, Wicana tidak mau melepaskan begitu saja. Sambil menggerung dahsyat, dia melompat dan melepaskan satu pukulan keras ke arah dada.
"Ghraugkh!"
"Hap!"
Rangga yang sudah tahu kekuatan bocah ini, tidak mau lagi mengambil bahaya. Cepat-cepat dia melompat ke samping. Kemudian kaki kirinya cepat dihentakkan sambil miring ke kanan dengan kecepatan penuh dan disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.
"Yeaaah...!"
"Ghrrr!"
Sungguh sukar dipercaya, karena Wicana tidak berusaha menghindari sedikit pun juga. Bahkan dadanya yang berlumuran darah dibuka, membuat semua orang yang menyaksikan pertarungan jadi tersentak kaget setengah mati. Malah, Rangga juga tidak bisa lagi menguasai tendangannya yang sudah terhentak begitu cepat. Hingga....
Des!
"Akh...!"
Tepat ketika telapak kaki Rangga menghantam dada Wicana, tiba-tiba saja dada itu memancarkan cahaya merah yang membuat seluruh tulang kaki Pendekar Rajawali Sakti jadi nyeri seperti remuk. Dan seketika itu juga, tubuh Rangga terlempar ke belakang, lalu terbanting keras sekali ditanah.
"Lemparkan mustika itu, Rangga...!" teriak Eyang Bendowo tiba-tiba.
Tapi belum juga Rangga bisa berbuat sesuatu, seluruh tubuh Wicana tampak memancarkan cahaya merah. Dan tubuh bocah yang tadi kecil ini, cepat sekali berubah menjadi besar. Bahkan besarnya melebihi manusia biasa. Dan wajahnya juga berubah begitu mengerikan, seperti seekor serigala hutan yang liar dan ganas. Dari moncongnya menetes air liur yang kental dan menyebarkan bau busuk memualkan.
"Ghraaauuugkh...!"
Perubahan itu membuat mereka semua yang ada di tempat pertarungan ini jadi terlongong bengong. Sementara, Eyang Bendowo yang tidak sabar melihat Rangga hanya terpaku memandangi makhluk raksasa berwajah serigala itu cepat melompat mendekati Pendekar Rajawali Sakti.
"Hih!"
Begitu bisa merampas benda mustika berbentuk segitiga yang bercahaya kehijauan dari tagnan Pendekar Rajawali Sakti, secepat kilat Eyang Bendowo melompat menerjang makhluk raksasa berbentuk setengah manusia dan setengah serigala itu.
"Hiyaaat...!"
"Ghrauuugkh...!"
Namun, makhluk serigala raksasa itu hanya mengibaskan tangan kanannya saja sambil menggerung dahsyat. Sementara, Eyang Bendowo yang tidak menyangka sama sekali tidak sempat lagi menghindarinya. Maka tangan yang besar dan berbulu dengan jari-jari berkuku-kuku runcing itu keras sekali menghantam dadanya. Bahkan kuku-kuku runcing dan hitam itu langsung mengoyak dada laki-laki pertapa tua ini.
Bret!
"Akh...!"
"Eyang...!"
"Keparat..! Kubunuh kau, Setan! Hiyaaat..!"
Rangga jadi geram setengah mati melihat keganasan makhluk ini. Sambil berteriak keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti melompat disertai pengerahan ilmu meringankan tubuh yang sempurna. Langsung dilepaskannya satu pukulan menggeledek yang begitu keras, sambil mengerahkan kekuatan tenaga dalam sempurna. Begitu cepat serangannya, sehingga makhluk setengah manusia dan serigala itu tidak dapat lagi berkelit menghindarinya. Akibatnya, pukulan Rangga tepat dan keras menghantam dadanya!
Der!
"Aaargkh...!"
Namun, makhluk ganas itu kelihatan masih mampu bertahan. Tubuh yang hanya terjajar beberapa langkah, dan langsung menyerang kembali.
"Hup!"
Rangga cepat-cepat melenting ke belakang dan berputaran dua kali, saat tangan kanan makhluk setengah serigala itu mengibas ke depan. Lalu, Pendekar Rajawali Sakti mendarat di sebelah Eyang Bendowo yang terduduk sambil mengatur pernapasannya. Tampak darah mengucur deras sekali dari dadanya yang terkoyak.
"Jangan beri kesempatan dia lari, Rangga. Itulah wujud aslinya. Kita harus segera mengenyahkan, sebelum dia menghancurkan seluruh jagat ini," kata Eyang Bendowo tersengat.
"Baik, Eyang," sahut Rangga. Pendekar Rajawali Sakti melangkah beberapa tindak ke depan. Lalu.... "Hiyaaat..!"
Sret!
Rangga yang sudah tidak mau tanggung-tanggung lagi, langsung saja mencabut pedang pusakanya. Lalu, Pendekar Rajawali Sakti berlarian mempergunakan jurus 'Seribu Rajawali', mengelilingi makhluk berwajah serigala dengan seluruh tubuh berbulu hitam ini. Begitu cepat gerakannya sehingga seakan-akan Pendekar Rajawali Sakti menjadi seribu orang jumlahnya.
"Hiya! Hiya! Hiyaaat..!"
Teriakan-teriakan Pendekar Rajawali Sakti juga jadi membahana bagai berada di sekelilingi tempat ini, membuat semua orang yang menyaksikan jadi kebingungan. Bahkan makhluk berwajah serigala itu juga kelihatan bingung menghadapi jurus 'Seribu Rajawali' yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti.
Di saat itu, Rangga tiba-tiba saja melesat cepat bagai kilat dari arah samping kiri. Langsung pedang pusakanya yang memancarkan cahaya biru berkilauan ditebaskan ke leher makhluk berwajah serigala ini.
"Yeaaah...!"
Bet!
Cras!
"Aaargkh...!"
Makhluk raksasa berwajah serigala itu meraung keras, begitu pedang Rangga menebas lehernya. Dan belum lagi bisa berbuat sesuatu, Rangga sudah cepat sekali berpindah. Dan pedangnya langsung dihujamkan ke perut Wicana. Gerakan yang dilakukan dari jurus 'Seribu Rajawali' ini memang sangat membingungkan. Rangga bisa berpindah cepat luar biasa, hingga sulit bisa diduga dan diikuti pandangan mata biasa. Bahkan mereka yang sudah memiliki kepandaian tingkat tinggi pun masih sulit mengikuti arah gerakannya. Hingga, Pendekar Rajawali Sakti benar-benar seperti menjadi seribu orang jumlahnya.
Bres!
"Aaargkh...!"
Kembali terdengar raungan yang sangat keras, begitu ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti menghujam begitu dalam ke perut makhluk berwajah serigala ini. Saat itu juga, Rangga sudah berpindah lagi ke belakang. Dan kembali pedangnya ditebaskan kuat-kuat ke punggung Wicana. Darah pun berhamburan keluar dari tubuh yang sudah begitu banyak tertembus pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti.
Tapi, makhluk berwajah serigala dengan tubuh ditumbuhi bulu hitam ini masih tetap berdiri tegar, seperti tidak terpengaruh oleh luka-luka di tubuhnya yang terus mengucurkan darah. Bahkan semakin bertambah ganas saja, menggerung-gerung sambil mengibaskan kedua tangan dengan gerakan tubuh berputar. Sementara, Rangga terus menggunakan jurus 'Seribu Rajawali' sambil membabatkan pedangnya berulang-ulang. Entah sudah berapa sabetan dan hujaman pedang bercahaya biru itu, tapi makhluk berwajah serigala ini masih tetap saja tegar.
"Hiyaaat...!"
Tiba-tiba saja Eyang Bendowo melompat cepat bagai kilat masuk ke dalam pertarungan. Tindakannya begitu tiba-tiba, membuat Rangga jadi tersentak kaget. Cepat-cepat serangannya dihentikan dan melompat ke belakang dua langkah. Dan pada saat itu, Eyang Bendowo menghantamkan tangan kanannya yang menggenggam batu mustika berbentuk segitiga dan bercahaya hijau itu ke kepala makhluk berwajah serigala ini, tepat pada bagian kening.
Prak!
"Aaargkh...!"
Makhluk raksasa berwajah serigala kontan meraung keras sambil mengibaskan tangan kanannya ke depan dengan keras. Langsung dihajarnya tubuh Eyang Bendowo. Akibatnya, tubuh orang tua itu kontan terpental ke belakang.
"Akh...!" '
"Eyang...!"
Rangga jadi terpekik, dan cepat-cepat menghampiri Eyang Bendowo yang tergeletak di tanah dengan napas tersengal memburu. Sementara, makhluk berwajah serigala itu terus meraung-raung keras sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya yang besar dan berbulu. Dan tubuhnya jatuh tersungkur ke tanah sambil terus menggerung-gerung seperti kesakitan.
Namun, keanehan tiba-tiba saja terjadi. Seluruh tubuh makhluk berbentuk serigala setengah manusia itu tiba-tiba saja berselubung cahaya hijau. Dan perlahan-lahan, tubuhnya mengecil hingga sebesar anak kecil berusia sepuluh tahun. Seluruh bulu di tubuhnya juga menghilang perlahan-lahan. Dan wajah yang tadi berbentuk seperti serigala, berangsung-angsur berubah menjadi wajah seorang anak kecil berusia sepuluh tahun kembali.
"Ohhh...!"
Bocah berusia sekitar sepuluh tahun yang tidak mengenakan baju itu merintih lirih, lalu menggeletak diam tidak bergerak-gerak lagi. Mati! Tampak batu berbentuk segitiga yang bercahaya kehijauan menempel erat, tepat di keningnya. Sementara Eyang Bendowo yang kini sudah bisa berdiri lagi, melangkah tertahan menghampiri bocah itu. Sebentar diperhatikannya mayat bocah itu, kemudian berlutut di sampingnya. Diambilnya batu bercahaya kehijauan itu dari kening anak kecil ini. Sementara, Rangga hanya memperhatikan saja dari belakang.
"Maafkan aku, Wicana. Terpaksa aku harus membunuhmu...," ucap Eyang Bendowo lirih. "Dan kau, Bocah. Siapa pun kau, aku sangat menyesal atas kejadian semua ini. Tubuhmu menjadi wadah roh muridku yang sesat. Tapi, roh itu pun juga telah kembali ke asalnya. Kalau saja bisa, aku pasti akan menyelamatkanmu."
Sunyi sekali keadaan di sekeliling tempat ini. Tidak ada seorang pun yang bersuara. Rangga yang berdiri di belakang Eyang Bendowo memalingkan wajah sedikit, saat mendengar langkah-langkah kaki menghampiri. Tampak Pandan Wangi dan Eyang Rambang melangkah cepat menghampiri, dan berdiri di samping kanan dan kiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Eyang, sebaiknya kita kuburkan saja anak ini," kata Rangga sambil menepuk pundak pertapa tua itu.
Perlahan Eyang Bendowo bangkit berdiri sambil memondong tubuh bocah itu. Tubuhnya lalu berbalik perlahan-lahan, dan kini berhadapan langsung dengan Pendekar Rajawali Sakti.
"Akan kubawa anak ini ke pertapaan," kata Eyang Bendowo.
"Jauh pertapaanmu, Eyang?" tanya Eyang Rambang.
Tapi Eyang Bendowo hanya tersenyum tipis saja, kemudian memutar tubuhnya perlahan. Dan dia terus melangkah sambil memondong tubuh bocah yang kurus itu. Kini tinggal Eyang Rambang, Rangga, dan Pandan Wangi yang berdiri mematung memandangi.
Sementara, malam terus merambat semakin larut saja. Perlahan-lahan bayangan tubuh Eyang Bendowo menghilang ditelan gelapnya malam. Saat itu, rumah-rumah di sekitar tempat pertarungan yang seperti lapangan ini mulai bermunculan orang-orang yang sejak tadi bersembunyi. Dan sebentar saja, sudah banyak orang yang keluar dari dalam rumah masing-masing.
Namun mereka hanya memandangi Pendekar Rajawali Sakti yang didampingi Pandan Wangi dan Eyang Rambang. Tidak ada seorang pun yang berani mendekati. Mereka semua memang telah melihat pertarungan yang sangat dahsyat tadi. Entah kenapa, mereka jadi merasa begitu segan terhadap pemuda berbaju rompi putih ini. Sedangkan Rangga sendiri terus memandang ke arah kepergian Eyang Bendowo, walaupun bayangan tubuh pertapa tua itu sudah tidak terlihat lagi.
"Kakang...," tegur Pandan Wangi sambil menyentuh sedikit pergelangan tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga berpaling sedikit menatap gadis yang berada di sebelahnya ini. Kemudian tatapannya beralih, berpaling lagi memandang pada Eyang Rambang.
"Orang-orang semakin banyak. Sebaiknya, kembali saja ke rumahku dulu," ajak Eyang Rambang.
Tanpa bicara lagi, mereka segera melangkah meninggalkan lapangan yang tidak begitu luas ini. Sementara, semua penduduk Desa Marong mulai menampakkan kegembiraannya. Dan malam yang semula terasa dingin, seketika berubah hangat oleh banyaknya orang berarak mengiringi Eyang Rambang dan sepasang pendekar muda dari Karang Setra yang berjalan dikawal murid-murid Eyang Rambang. Mereka mulai mengelu-elukan, membuat keadaan yang semula sunyi kini jadi gegap gempita dan semarak. Namun, baik Rangga maupun Eyang Rambang, tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka terus saja berjalan menuju rumah Eyang Rambang.

***

TAMAT

🎉 Kamu telah selesai membaca 107. Pendekar Rajawali Sakti : Titisan Anak Setan 🎉
107. Pendekar Rajawali Sakti : Titisan Anak SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang