BAGIAN 1

652 21 0
                                    

"Setan keparat! Kubunuh kau! Hih...!"
Buk!
"Akh!"
Bocah berusia sekitar sepuluh tahun itu jatuh berguling-gulingan, begitu punggungnya dihantam pukulan tangan kekar, di atas tanah yang berlumpur akibat hujan deras yang mengguyur bumi semalam. Mulutnya meringis menahan rasa nyeri pada tulang punggungnya. Namun sorot matanya terlihat begitu tajam, menatap seorang laki-laki setengah baya bertubuh kekar dan berotot yang memukulnya.
"Dasar anak setan! Mau melawan, heh...?!" bentak laki-laki kekar itu sambil mendelik, begitu melihat bocah itu menatapnya.
Tapi tampaknya bocah yang baru berusia sepuluh tahun itu seperti tidak mempedulikan bentakan keras menggelegar ini. Dia malah bangkit berdiri dengan mata tetap menatap tajam pada wajah yang sudah mulai ditumbuhi keriput itu.
"Setan! Hih...!"
Plak!
Tidak terdengar keluhan sedikit pun ketika telapak tangan laki-laki setengah baya itu menghajar wajah bocah laki-laki ini. Bahkan kepala bocah itu hanya bergerak sedikit saja, lalu kembali tegak dengan sorot mata semakin memerah tajam. Rasa-rasanya, bara api kemarahan sudah hampir meledakkan rongga dadanya.
"Dasar setan kecil! Kau benar-benar ingin mampus, heh...!"
Laki-laki kekar berusia setengah baya ini jadi semakin jengkel saja. Kakinya segera melangkah dua tindak ke depan. Tangannya yang sudah kembali terkepal, diangkat sampai ke atas kepala. Sambil menggeram, tangannya melepaskan pukulan ke arah kepala bocah berusia sepuluh tahun ini. Tapi....
"Hih!"
Plak!
"Ikh...!"
Laki-laki kekar setengah baya itu jadi terpekik kaget setengah mati, begitu tiba-tiba bocah bertubuh kurus ini cepat mengangkat tangannya ke atas kepala. Akibatnya tangan mereka beradu keras, tepat di atas kepala bocah ini. Bukan main terkejutnya laki-laki berbaju biru dengan sulaman benang halus keemasan ini. Seketika pergelangan tangannya terasa jadi nyeri. Seakan-akan seluruh tulang dipergelangan tangannya mendadak remuk, begitu habis berbenturan dengan tangan bocah itu.
Dan belum lagi hilang rasa keterkejutannya, mendadak saja bocah berusia sepuluh tahun itu menyeringai lebar sambil menggeram seperti seekor serigala. Seketika, kedua bola mata laki-laki kekar setengah baya ini jadi terbeliak lebar, melihat gigi-gigi yang kecil runcing seperti binatang. Dan belum juga bisa berpikir lebih jauh lagi, bocah itu sudah melompat cepat sambil memperdengarkan raungan yang begitu dahsyat mengerikan.
"Ghraaagkh...!"
Sementara laki-laki setengah baya itu hanya bisa terbeliak lebar, tidak mampu lagi berbuat sesuatu. Dan....
Bret!
"Aaa...!"
Satu jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar begitu menyayat di pinggiran Desa Marong ini. Tampak laki-laki kekar berusia setengah baya berpakaian biru bersulamkan benang emas yang sangat halus ini jatuh menggelepar di tanah yang becek dan berlumpur, begitu diterkam oleh bocah itu.
Darah mengalir keluar deras sekali dari lehernya yang berlubang, bagaikan dikoyak kuku-kuku tajam binatang buas. Sementara tidak jauh darinya, bocah kecil yang tidak mengenakan baju dengan tubuh kotor berlumpur itu berdiri tegak, memandangi tanpa berkedip. Bola matanya memancar kemarahan, menyiratkan kebengisan. Sedikit mulutnya menyeringai bagai hendak memperlihatkan baris-baris giginya yang runcing dan bertaring mengerikan!
"Ghragkh...!"
Sambil menggerung keras, bocah itu menerkam cepat ke atas tubuh orang yang kini tak berdaya di tanah. Sementara tangan kanannya yang berkuku runcing mengibas cepat sekali, hingga kuku-kukunya yang runcing bagai mata pisau itu merobek dada laki-laki kekar itu. Akibatnya, laki-laki itu kembali terpekik sambil mengejang dan menggelepar di tanah.
Dan tepat di saat kedua kaki yang kecil itu berdiri, orang berusia setengah baya ini sudah tidak bergerak-gerak lagi. Darah terus mengucur semakin banyak dari leher dan dadanya yang terkoyak cukup lebar. Sementara, bocah kecil itu terus memandangi dengan bola mata memerah.
Sebentar kemudian, bocah itu memutar tubuhnya berbalik. Lalu kakinya melangkah gontai meninggalkan sosok tubuh yang sudah tidak bernyawa lagi. Dia terus berjalan menjauhi Desa Marong, dan langsung masuk ke dalam hutan yang tidak begitu lebat, tidak jauh dari desa ini. Sebentar saja, tubuhnya yang kecil sudah lenyap tidak terlihat lagi. Sementara dari arah desa, terlihat orang-orang berlarian menghampiri tempat kejadian itu setelah mendengar teriakan dan jeritan menyayat tadi. Dan mereka begitu terkejut, mendapat seorang laki-laki tergeletak tidak bernyawa lagi diatas tanah berlumpur ini. Lebih terkejut lagi, karena mereka kenal orang ini. Dia adalah Ki Mangunta, orang yang paling dikenal di Desa Marong. Karena Ki Mangunta memang seorang guru di Padepokan Bambu Kuning yang ada di desa ini.

107. Pendekar Rajawali Sakti : Titisan Anak SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang