"Dua ratus juta, deal?"
Chika berjongkok, mengintip kekasihnya yang sedang bernegosiasi untuk menjual salah satu lukisan terbaiknya. Chika memicingkan mata, memperhatikan wajah Vivi yang terlihat sedang berpikir. Dua ratus juta itu harga cukup tinggi, kenapa Vivi harus berpikir? Chika bisa membeli banyak barang dengan uang sebanyak itu.
"Gimana ya?" Vivi mengusap dagunya, memandangi lukisannya sendiri.
"Kalo yang ini saya berani beli lima ratus juta."
Vivi menoleh, melihat ke arah mana pemuda itu menunjuk, ternyata pada lukisan wajah Chika. Vivi tersenyum dan buru-buru menggeleng, "Itu gak dijual, oke yang itu deal dua ratus juta." Vivi mengulurkan tangannya dan langsung dijabat. "Ya udah semuanya biar diurus sama karyawan saya ya? Terima kasih sudah berkunjung."
Chika membulatkan matanya dan buru-buru berlari cepat ketika melihat Vivi berjalan mendekatinya. Chika duduk di sofa, memeluk lututnya sendiri dan memandang lurus ke depan, bersikap seolah ia tidak mendengar apapun.
"Dia mau beli salah satu lukisan terbaik aku jadi aku yang harus temuin buat nego harganya," ucap Vivi menghempaskan tubuhnya di sofa. Vivi menaikan sebelah alisnya bingung saat tiba-tiba saja Chika merangkul lengannya.
"Kak Vivi, bosen gak sih di galeri terus?" Chika mencium pipi Vivi, memberikan kode agar Vivi mengajaknya belanja setelah mendapatkan uang cukup banyak. Chika tidak berani meminta langsung.
"Gak juga." Vivi menggeleng seraya membesarkan volume TVnya karena ia sedang memutar film horror. Bagaimana ia bisa bosan jika ada Chika di sampingnya?
"Ah bosen pasti, aku bisa baca dari tatapan mata kamu."
"Aku bahkan gak tatap kamu, sayang."
"Ya makanya tatap dong, gimana si masa cewek cantik ini gak diliat?"
Vivi menghela napas lalu menatap Chika dan mengangkat kedua alis, "Ini udah."
"Nah kan, aku bisa liat dari tatapan kamu kalo kamu pasti bosen." Chika menunjuk Vivi dengan mata menyipit lalu mengangguk penuh percaya diri. "Aku tau kamu pasti bosen dan pengen ajak aku jalan-jalan ke mall terus belanjain aku barang banyak."
Vivi tertawa, "Aku gak bosen, sayang." Vivi mengecup dahi Chika dan kembali memusatkan perhatian pada TV.
Chika mendengus karena Vivi sama sekali tidak peka. Chika melepaskan rangkulannya pada Vivi lalu memijat pelipis, "Kak, jujur sama aku, kamu pasti bosen."
Vivi merangkul bahu Chika dan memeluknya, "Aku gak bosen, sayang." Vivi mencium puncak kepala Chika tanpa menatapnya.
"Ah, jujur sama aku, kamu bosen."
"Itu udah yang paling jujur."
"Boong, kamu pasti bosen."
"Aku gak bosen, sayang."
"Bosen."
"Orang gak bosen."
"Pasti bosen."
"Gak sama sekali, sayang."
"Ah boong, aku bisa rasain kebosenan kamu dari pelukan kamu."
Dahi Vivi mengernyit, teori dari mana itu? Sekali lagi, Vivi menggeleng, "Aku beneran gak bosen, Chika."
"Kamu bosen, aku tau kamu bosen dari getaran jantung kamu."
Vivi melepaskan pelukan Chika lalu menatapnya, menangkupkan sepasang tangan di pipi Chika untuk memastikan bahwa kekasihnya baik-baik saja. Vivi menggeleng, "Aku gak bosen."
"Kamu bosen, aku bisa tau dari gerakan usapan jari kamu di pipi aku, dua ketukan awal diakhiri usapan kecil itu tanda orang bosen." Chika tetap kekeh.
"Aku gak bosen." Lagi-lagi Vivi menggeleng tidak mengerti.