Arisan Pertama

3K 313 112
                                    

"Zee sini liat deh." Vivi merangkul bahu Zee, membawanya berjalan menjauh dari semua temannya.

"Kenapa?" Zee menaikan sebelah alis ketika Vivi menggedikan dagu, menunjuk pada seorang gadis seksi yang sedang berbaring di pantai. Zee menelan ludahnya dengan susah payah.

"Tebak, ukuran BHnya berapa?" Sama seperti Zee, Vivi tidak berkedip sedikitpun. Kulit gadis itu gelap mengkilap dan tampak sangat seksi.

"35," jawab Zee mengusap bibir bawahnya.

"Salah, itu 36 B."

"Heh bocil, lagi merhatiin apa lo pada?" Ariel memandang ke arah yang sama. "Oh itu mah udah pasti 37, bulet kek bola basket. Itu kalo dipegang pasti harus pake dua tangan gini." Ariel mengangkat kedua tangan, menunjukan ukurannya pada mereka. "Terus kalo diremes jadinya gini." Ariel menggerakan tangannya perlahan.

"Gede banget ya, kak?" Vivi mengusap dagunya, menadahkan kepala dan membayangkan bagaimana jika ia menggenggamnya.

"Kamu mikir apa?!" Chika menarik telinga Vivi cukup keras hingga tubuh Vivi membungkuk. "Nakal banget sih! Aku bisa tau isi pikiran kamu!"

"Kak Ariel tuh." Vivi meringis sambil menunjuk ke arah Ariel.

"Lah, kok gue? Gue cuma ngasih tau kalo bentuk dada tu cewek gede banget segin-" Ludah Ariel tertelan begitu saja ketika merasakan sesuatu menempel di telinganya. Ia menoleh dan memaksakan cengirannya, "Eh kanjeng Ratu, 2 X 2 itu 4 loh, Fiony pasti gak tau."

"Oh ya?" Amel menyunggingkan senyumannya. "Pinter banget sih."

Ariel terkekeh, "Iya dong gue emang pinter."

"Pinter banget ngelesnya!!!" Amel menarik telinga Ariel dengan sangat keras sampai mau tak mau Ariel membungkuk daripada telinganya lepas. "Lo pikir gue gak denger?! Gak bisa banget ditinggal bentar!"

"A-ampun." Ariel menjerit kesakitan saat Amel memutar telinganya sebelum ditarik kembali lebih keras lagi.

Zee memainkan ujung kemejanya, menatap Lala yang entah sejak kapan sedang menatapnya dengan mata memicing. Zee tersenyum gugup sambil menarik sendiri kedua telinganya, "I-ini udah sakit, kak."

Lala mendelik malas pada Zee lalu menatap Fiony, "Hotel kamu yang mana?"

Bukan menjawab, Fiony malah memandang ke sekeliling. Di sini banyak sekali gadis seksi dan pria dengan badan kekar. Fiony menggigit bibir bawahnya khawatir lalu menatap Ara yang sedang tersenyum kepadanya. Apa Ara akan berpaling darinya?

"Cantiknya pacar aku," puji Ara tersenyum-senyum sendiri. "Saat aku melihat kamu aku akan lupa dengan dunia, semestapun akan merasa minder karna dia kalah sempurna." Ara memiringkan kepalanya, tak berkedip sedikitpun memandangi kekasihnya.

Fiony tidak mendengar itu. Ia malah memainkan ponselnya lalu menghubungi seseorang, "Hallo kak Shani."

"Apalagi sih? Aku udah tenang ya di rumah tanpa kamu, masih aja ganggu."

"Aku mau sewa Pulau, aku gak mau di sini karna di sini banyak orang cakep, aku takut Ara liatin mereka."

Ara terbelalak dan menunjuk dirinya sendiri, "Aku? Mana bisa aku liat mereka kalo aku punya kamu?" Ara menggelengkan kepalanya tidak mengerti kemudian tak sengaja memandangi Vivi, Ariel dan Zee. "Ck, pasti karna mereka."

"Ya udah kamu tunggu dua jam di hotel, aku akan pesen kapal sama pulau terdekat untuk kamu dengan satu syarat."

"Apa, kak?"

"Jangan pulang dua minggu, terserah kamu mau ke mana asal gak pulang, kasih otak aku kesempatan untuk tenang tanpa kamu."

"Iyaa kak Shani, makasih ya udah jadi kakak baik." Fiony mematikan ponselnya kemudian menatap Lala. "Kita akan ke Pulau."

Problematika Pacaran IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang