Jiwaku berteriak, tapi aku masih belum menyusun teka teki ini.
Betapa indahnya cuaca di sini surga nyata bagi anak-anak. Mungkin inilah bagaimana kita memula dongeng yang bagus tanpa ilusi yang tidak perlu, dan kehampaan yang disengaja.
*
Hamparan rumput hijau menjadi pandangan di segala arah, angin yang bertiup secara lembut mengingatkan cerita lama yang dibawakan guru saat di kelas. Butiran bintang pada malam itu menjadi sangat indah dari biasanya, malam panjang dengan banyak dongeng yang di ceritakan di bawah langit yang seakan-akan runtuh.
Cahaya dari kristal yang menggantung di lehernya membuat sekitarnya menjadi terang, meski malam itu dingin ia tetap berdiri memandang ke atas berbisik-bisik bersama angin.
Angin mengacak-acak dengan lembut rambut hitamnya, mata birunya berkilau tersentuh cahaya.
Tiba-tiba ia meracau kesal namun sedih, perlahan suaranya menjadi lembut. "Kenapa terlalu cepat! Ini terlalu cepat... Aku butuh waktu sedikit lagi... Aku mohon... " ia tersungkur, tangannya mengusap air matanya. Dadanya begitu sesak, ia mengigit bibirnya kesal.
"Sial! " umpatnya, tangannya memukul rerumputan yang tidak berdosa, tak lama kemudian ia menjadi tenang, cahaya yang sangat menyilaukan memenuhi lapangan. Perlahan ia menghilang ditengah cahaya indah itu, manik-manik memenuhi langit, indah dan menyesakkan.
*
Kamarnya dipenuhi bunga berwarna putih, walaupun malam tanpa lampu, bunga dan kristal di kamarnya sudah cukup menerangi keadaan. Ia menatap keluar jendela, melihat langit yang dihiasi bintang begitu indah. Rambut silver serasi dengan mata ungunya, begitu berkilau ketika tersentuh cahaya. Samar-samar cahaya yang tidak begitu terang menjadi sangat terang, ia heran apa yang sedang terjadi.
Tak jauh dari asrama ia begitu dengan jelas melihat cahaya itu, perasaannya menjadi sesak seketika ketika cahaya itu hilang dan seketika angin menerpa dirinya. Ia masih terpaku menatap arah datangnya cahaya yang baru saja mengilang.
Tanpa alasan ia berlari sangat cepat, menuruni tangga tanpa memperdulikan siswi lain yang bertanya kepadanya di sepanjang lorong. Ia tetap berlari tanpa alas kaki, matanya tiba-tiba mengeluarkan airnya. Ia terus berlari, disetiap ia berlari bekas pijakkannya mengeluarkan cahaya, rumput di sekitarmya seketika layu.
Dadanya tetap sesak, seaakan tahu apa yang sedang terjadi. Ia terhenti melihat secuil cahaya kecil di antara rerumputan. Tangannya mengambil benda itu, ia bingung namun matanya tak henti mengeluarkan airnya. Tangannya kaku menjadi dingin, bintang-bintang memandanginya dari atas angin menemaninya sepanjang malam.
Telinganya tuli, pandangannya menjadi hitam. Beberapa siswi yang mengikuti nya dari tadi, bertanya namun tak ada jawaban. "Hei... Apa kamu baik-baik saja? "
Disana tetap tenang, hanya suara rumput bergesekan oleh angin yang terdengar.
"Aku kehilangannya... "
KAMU SEDANG MEMBACA
Lethe
FantasíaSekarang perjalanannya baru saja dimulai, para mata melihatnya dari atas memandang makluk ini bergerak, memulai kontrak, kesepian, pengetahuan baru, penghianatan, kesehatan. Sungguh mereka yang melihat tidak memiliki empati, semoga dia dapat menbala...