09. Her Deepest Regret

363 73 0
                                    

Rasa bersalah membuat Wendy hanya bisa diam begitu ia membawa Seulgi keluar dari rumahnya. Wendy tak sekali pun bertanya alasan Seulgi. Rasanya, apa apa pun alasannya Wendy masih bisa merasakan sakitnya bersalah.

Wendy dan Seulgi masuk ke dalam taxi online pesanan Wendy tanpa banyak bicara.

Supir taxi itu berbalik dan tersenyum menyambut. "Sesuai aplikasi, Neng, tujuannya?"

"Iya, Pak," jawab Wendy pendek. Setelah itu tak ada suara keluar. Ia dan Seulgi tenggelam dalam kesunyian.

Wendy menoleh pelan ke arah Seulgi. Perempuan yang hanya mengenakan jaket baby blue itu menyandarkan punggungnya pada kursi penumpang. Rambut panjangnya tergerai sedikit berantakan. Sedangkan wajahnya asik melirik ke luar jendela tanpa ekspresi. Sorot matanya begitu korong.

Sejak keluar dari rumah, Seulgi sama sekali tak mengeluarkan suara. Ia hanya menurut begitu Wendy memakaikannya jaket asal dan menariknya keluar. Seugli terlihat benar-benar kehilangannya nyawanya. Ia seperti boneka kehilangan suara yang ikut ke mana pun Wendy menariknya.

Rasanya, melihat Seulgi seperti ini membuat perasaan Wendy campur aduk. Ia merasa sakit dan tak berdaya.Wendy tidak bisa melakukan apa pun. Namun ia pun tidak bisa meninggalkan Seulgi sendirian seperti kemarin. Ia tidak mau Seulgi melakukan hal yang jauh lebih buruk lagi. Melihat Seulgi nyaris mengakhir nyawanya sendiri saja sudah berhasil membuat Wendy sehancur ini.

Pelan, Wendy mengambil ponselnya di dalam tas dan mengirim pesan singkat. Saat ini, hanya ada satu orang yang terpikirkan oleh Wendy untuk bisa membantu keadaan Seulgi. Setidaknya orang ini lebih tahu apa yang harus dilakukan sekarang.

***

Wendy dan Seulgi berhenti tepat di depan McDonald's. Hanya tempat ini yang bisa Wendy pikirkan begitu ia memasukan tujuan saat memesan taxi online. Hanya tempat ini yang masih buka cukup malam dan tak akan pernah sepi.

Begitu masuk, Wendy membawa Seulgi duduk di meja yang paling sepi. Meja yang letaknya berada di ujung dan tepat di sebelah jendela. Area itu cukup sepi karena hanya ada satu meja yang terisi di sana. Meja Wendy dan Seulgi pun tepat berada di sebrang pintu masuk samping restoran.

Wendy membawa Seulgi duduk tepat membelakangi pintu masuk. Sedangkan ia duduk di sebrang Seulgi. Wajah Seulgi terlihat cemas. Matanya berkali-kali melirik pintu masuk.

Tadi Wendy menirim pesan pada Suga untuk menyuruhnya membawa Jimin ke sini. Wendy tak tahu harus menghubungi siapa lagi selain Suga. Ia tak memiliki nomor Jimin dan satu-satunya nomor yang Wendy punya adalah milik Suga. Dari pesan itu, Wendy hanya menceritakan jika Seulgi tengah membutuhkan bantuan tanpa memberitahu kejadian sebenarnya.

Tak lama, pintu masuk dibuka dengan keras. Teelihat wajah panik Jimin yang meyambut setelahnya. Lelaki itu berhenti tepat di ambang pintu. Matanya dengan teliti menyoroti seluruh penjuru restoran, berusaha menemukan Seulgi sesegera mungkin.

Wendy mengacungkan tangannya, memberi tanda pada Jimin.

Begitu sorot gelisah Jimin melihat acungan tangan Wendy, lelaki itu bergegas mendekati meja Wendy. Matanya menatap Seulgi yang duduk memenunggunginya. "Gi." Jimin memanggil Seulgi setengah berteriak.

Seulgi membalikan tubuhnya cepat. Gadis yang sejak tadi hanya diam dengan wajah tanpa ekspresi itu akhirnya mulai bereaksi. Ia bangkit dari bangkunya dan memeluk Jimin. Setelahnya, tangis Seulgi pecah di delam pelukannya Jimin. Ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jimin, membuat tangisnya teredam. Gadis yang sejak tadi hanya diam tak berekspresi itu kalut di depan Jimin.

Senyum tipis Wendy mengembang. Melihat Seulgi yang akhirnya mau bersuara, tak bisa dipungkiri Wendy ikut merasakan lega. Namun ia tidak bisa membohongi dirinya jika perasaan bersalah dan kecewa itu masih ada di sana. Masih terasa jelas dan mengaduk-aduk hatinya. Perasaan itu membuat Wendy tak berdaya. Membuatnya merasa begitu abu-abu.

She Wants To Be Like Her [Suga x Wendy] Long ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang