lima

1 0 0
                                    

"gue jadi inget, dulu jaman - jaman kita kelas 10. waktu upacara inget banget apa yang lo omongin ke gue, yan." Goda Reza, Ryan auto mendelik ke arah Reza.

"diem lo!" ucap Ryan dingin. 

"Wah abang kita marah gaes" ucap Reza menggodanya lagi. 

Sana tersenyum melihat tingkah laku mereka. Lalu tiba - tiba, handphone Sana berbunyi. 

"bentar ya" ucap Sana mengecek handphone nya. 

Sana terkejut mendengar orang yang menelepon nya. "Iya, Bi. Sana pulang sekarang" ucap Sana lalu mematikan telfon nya. Lalu ia segera membereskan tas nya. 

"Loh Sana? Mau kemana?" tanya Ezam. 

Sana menjawab tanpa menengok "Ha? mau puang, buru - buru" ucap Sana bangkit dari tempat duduknya. Ryan menatap Sana yang hendak pergi, dan ia pun ikut berdiri.

"bareng gue aja" ucap Ryan menggandeng tangan Sana keluar dari cafe. 

"Tapi-" ia ingin membantah tapi tatapan Ryan mengatakan 'sst dah sm gue'

ia diam mengikuti Ryan menuju motor nya. "nih pake" suruh Ryan memberikan helm dan jaket nya kepada Sana. 

"jaket?" tanya Sana. 

"rok lo kependekan" balas Ryan yang sudah siap di atas motor nya. Lalu Sana pun mengikutinya naik ke atas motor Ryan, CBR150 repsol.

---------------------------------------

sesampainya di rumah Sana, ia langsung turun dan mengembalikan helm serta jaketnya.

"makasi" ucap Sana mengambil handphone nya, untuk menelpon dokter. 

Saat Sana mengucapkan itu, ia langsung berbalik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang khawatir. Ryan tadi nya ingin mencegah Sana masuk, tapi seperti nya ia sedang terburu - buru. Saat Ryan menengok bawah untuk mengganti gigi motornya, ia melihat ada sesuatu yang terjatuh, kartu pelajar milik Sana. Ryan mengambil kartu pelajar itu dan melihat identitas Sana. 

"Sana Okta Pramuwidjaya" gumam Ryan melihat nama Sana. 

"17 Oktober? sebulan setelah gua" gumam nya lagi. Lalu ia menyimpan itu di dompetnya, dan segera balik ke cafe Reihan. 

"Sena! Sena!" seru Sana berlari memasuki rumah. Lalu ia menemukan Sena terbaring lemah di sofa ruang keluarga, dan ia melihat Mama serta Bi Meri. 

"Sena kenapa, Bi?" tanya Sana khawatir. 

Bi Meri menatap Sana "tadi ini mba, Sena sama Nyonya lagi mainan di depan TV sini, lah terus Nyonya tiba - tiba teriak ngagetin Sena. Posisi Sena ga siap, dia langsung kambuh, untung saya lagi lewat mau bersih - bersih dan saya lagi megang inhaeler mau dibalikin ke kotak p3k. yauda saya langsung lari, Sena disitu bener - bener udah 'ngik' nafasnya. coba kalo ga ada saya mba" cerita Bi Meri menatap Sena dengan tatapan khawatir. 

Sana menatap Mama nya sebal. "tuh, Anda datang ke sini mau buat Sena mati? sebelumnya, Sena tidak pernah kambuh hingga seperti itu. Anda datang ke rumah ini hanya membuat ribut" ucap Sana to the point

"sejak kapan Sena punya asma parah kayak gni?" tanya Mama nya dengan muka watados.

"terlalu lama nya Anda disana, Anda bahkan tidak tau anak nya mempunyai penyakit seperti itu. tapi, Anda mengaku bahwa Sena itu anak Anda. Ibu mana yang tidak tau anak nya mempunyai penyakit parah seperti itu. mungkin Anda juga tidak tau kalau saya pernah patah tulang tangan" tembak Sana dengan tatapan dingin. 

Mama nya terkejut "kapan? kapan kamu dapet patah tulang kayak gitu? maafin, Mama. Mama emang ga becus jadi ibu. Mama emang ga pantes buat kalian. tapi, Mama mau berusaha jadi Mama yang terbaik buat kalian." ucap Mama yang sudah berlinang air mata. Sana tidak peduli apa yang di ucapkan Mama nya. ia lalu berjalan mendekati dan berjongkok di samping Sena , lalu tiba - tiba Sena terbangun. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 14, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RexigenWhere stories live. Discover now