O9

166 19 2
                                    







“oh, pisau y— APA PISAU?”





“ssstt— jangan berisik, kamu mau di anggap gila karena teriak-teriak sendiri?”


Pemuda itu menggeleng sambil menutup mulut, beruntung lorong lantai tiga sepi, tidak banyak yang berlalu lalang.








“Kakek, jadi dia kemana ya?” pemuda itu kembali membuka suara, dengan mengecilkan suara.





Arwah kakek yang dia temui nampak berpikir. “Tadi kakek lihat ke lantai empat, coba kamu ke sana nak.. siapa tahu penghuni di situ lihat.”





Dia mengangguk mengatakan terima kasih. Dan pergi meninggalkan hantu tadi.








※Regret※












Pemuda itu menghela napas. Akhirnya dia tahu kemana teman yang dia cari sedari tadi hingga rela ikut membolos.






Saat sampai di lantai empat, ia dikejutkan dengan suara yang familiar di pendengarannya.








“AKH—”



BRAK






“Duh.. aduh.”

“Nah kan! Sudah kubilang biar aku saja, kak Zeyu ngeles sih.. siniin pisaunya.”




Pemuda itu diam di tempat, melihat interaksi keduanya. Hingga satu orang yang memakai pakaian rumah sakit bertatap mata dengannya.



“Loh Guanyi?”

Pemuda di depannya mengernyit lalu berbalik. “GUANYI.” teriaknya langsung berdiri.




“Oh? Hai.. kenapa pegang-pegang pisau?” tanya pemuda yang ternyata adalah Guanyi.


Yuwen mengangkat pisau buah di genggamannya begitu pula buah apel di tangan satunya. “Ngupas apel.”


“Terus yang tadi teriak?”



“Tangan kak Zeyu luka, mau ngupas apel tadi tidak lihat buahnya jadi sibuk lihatin aku.. jarinya jadi luka, lihat tuh!” jelasnya sambil menunjuk jari Zeyu dengan pisau.






Guanyi langsung mendekat mengambil alih pisau di genggaman Yuwen. “Jangan nunjuk-nunjuk pakai pisau.”



Yuwen memiringkan kepala “Kenapa?” Zeyu pun ikut-ikutan bertanya.






ekhem— tidak kenapa-kenapa.” ucapnya berusaha tenang.







Kupikir tadi apa!  batinnya lega.






Kemudian dia memperhatikan dua saudara kembar dihadapannya yang asik bercerita. Tidak lupa senyuman dari keduanya.






“Guanyi, kenapa diam?” tanya Zeyu sambil tersenyum. “Eh? ti-tidak kok.”



Ia mengusap tengkuknya.





“Wen, pulang yuk!” ajaknya, Yuwen mengerucutkan bibirnya lucu. “Disini dulu, aku mau bareng kak Zeyu.”






Guanyi menghela napas, memberi kode dari tatapan mata saat Yuwen menatapnya. Yuwen mengangguk lalu berdiri, “Kak Zeyu, aku pulang dulu ya.. nanti kapan-kapan kesini lagi, dadah.”









Selepas kepergian keduanya Zeyu menatap plester yang membalut luka tadi. Dia tersenyum senang bisa melihat adiknya, meski ada sedikit kejanggalan.
























※Regret※


Maap ya pendek sksksk:"
tapi khusus hari ini
aku bakal double update
Yeaaaaaay

Regret [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang