I feel so happy
. . .
. .
."
"Weh ke bandung yok!" celetuk seorang lelaki yang sedang menscroll instagram miliknya itu.
"Bandung kepala lo gundul! Baru aja beberapa jam sampek rumah mau ngelayap. Gaya gayaan lu muka masi pucet gitu." omel Aluna pada lelaki yang dengan cepat memandang tajam Aluna setelah mendengar ucapan Aluna.
"Ngomong apa lo? Kasar banget jadi cewek." Zeno melengos setelah mengucapkan kalimat menusuk andalannya.
"Goblok.." lirih Aluna pelan dilanjutkan dengan memilih baju yang pas untuk keluar. Ya, karena mereka memang sedang dikamar Aluna.
"Apa lo bilang?"
"Apa?!" sentak Aluna membaut Zeno menggumam kesal. Kalau sudah begini Zeno bisa apa.
"Galak bener, PMS neng?" ucap santai Zeno
"Daripada lo nyerocos kek ikan lohan, mending bantu gua nih milih baju!" sewot Aluna membuat Zeno menautkan kedua alisnya, bingung.
Zeno meletakkan Smartphone nya sembarang tempat dan menghampiri Aluna.
"Tadi diajak nggk mau, sekarang milih baju mau kemana lo?" Zeno ikut memilihkan baju untuk Aluna.
"Mau kerumah, kata mama lu, bunda minta gua pulang dolo," Zeno menghentikan aksinya menggeser gantungan baju dan menoleh meminta penjelasan lebih detail.
Aluna melirik sejenak dan menghela napas. "Duduk situ, gua jelasin" Aluna menunjuk kursi rias disampingnya.
Zenopun menuruti permintaan Aluna, tetap memandang Aluna yang sedang mencocokkan pakaian mana yang hendak ia pakai.
"Lo pakek apa aja tetep cantik, Na." celetuk Zeno membuat Aluna memutar bola matanya malas.
Akhirnya pilihan Aluna jatuh pada atasan putih dan celana pendek biru.
"Bentar gua ganti dulu," Aluna berbalik badan hendak berjalan namun urung karena cengkalan ditangannya.
"Nggk ada ganti duluan, jelasin."
"Bentar doang, astaga." Zeno tetap menggeleng kekueh pada pendiriannya.
"Bunda nyuruh gua balik, mau bunuh diri katanya kalau nggk balik gua."
"Aluna.." Zeno menggeram, lagi serius juga!
"Iya iya, becanda elah," Aluna mendekatkan tubuhnya memeluk Zeno erat. Ya walaupun kepala Zeno di perutnya. Tepat, Aluna memeluk kepala Zeno, menyisirnya perlahan.
Aluna itu lentera satu satunya yang paling diinginkan menjadi penerang pagi Zeno. Kalaupun ada yang lain, Zeno tetap ingin Aluna. Itu saja.
Nyaman. Zeno ikut memeluk pinggang Aluna erat. Zeno memejamkan matanya. Mendadak tenang, serasa tidak ingin menyudahi pelukan tersebut.
"Lo capek pasti ya?" Zeno menggeleng.
"Buat lo apa yang enggk?" ucap Zeno nyaris teredam sebab lirih.
"Kalau gua bilang jauhin gua mau?" Zeno hendak berdiri tapi tertahan. Aluan tidak mau bertatap muka, takut gagal menahan tangis.
"Gak akan."
"Lo ternyata egois ya, No.." Aluna terkekeh pelan.
"Na, lo lebih paham gua gimana," Zeno masih betah bernyaman nyaman bersender diperut Aluna
"Iya iya, masih sakit nggk lengannya?"
"Enggk, Na. Berhenti ngalihin topik jelasin cepet!" geram Zeno tidak sabaran.
"Dasar nggk sabaran." Aluna memutar bola matanya malas. Dasar Zeno possesive Arganata.
"Katanya, Bunda nyariin. Gua taunya gitu doang. Ya berarti gua harus balik kan? Seburuk apapun keadaannya." jelas Aluna dengan cepat. Tangannya terus mengelus kepala Zeno dengan tenang.
"Na, gua bisa tidur kalau lo ngelus kepala gua terus." ucap serak Zeno menahan kantuk. Perlu diketahui pelukan Aluna itu yang paling nyaman. Bagi Zeno, tentunya.
"Itu tujuan gua," Aluna terkekeh pelan membuat Zeno ikut tersenyum tipis.
"Lo nggk papa?" pertanyaan yang random, mungkin Zeno tidak ingin berdebat.
"Nggk papa, gua strong. Ada lo soalnya." Zeno tersenyum semakin lebar, padahal hanya ucapan klasik. Efek Aluna itu benar benar mengerikan bagi Zeno. Tapi sayangnya Zeno menikmati hal itu.
"Kalau gua bilang, jangan pulang lo mau?"
"Enggak," Zeno menjauhkan tubuh Aluna dan berdiri, bersitatap dengan mata bulat Aluna yang teduh.
"Udah gua duga." Zeno tersenyum tenang dengan dibalas senyum tipis pula dari Aluna.
"Kapan si lo nurut sama gua?" Zeno mengacak rambut Aluna gemas membuat Aluna mengerucutkan bibir sebal.
"Zeno!"
"Iya iya, udah." Zeno menyingkir dari hadapan Aluna berjalan kearah ranjang untuk membaringkan badannya yang masih lemas, efek memaksa keluar dari rumah sakit.
Zeno mengurut tangkal hidungnya perlahan, guna mengurangi pening yang mulai menyerang.
Aluna yang melihat gelagat Zeno pun langsung mendekat dan menempelkan punggung tangannya kedahi Zeno. Panas.
"Lo demam lagi?!" Zeno bisa mendengar nada panik dari pertanyaan Aluna. Zeno jadi tenang.
Zeno meraih telapak tangan Aluna yang berada didahinya dan digenggamnya erat. Lantas menggeleng pelan tetap memejamkan mata. Tidak, lebih tepatnya berat untuk membuka kelopak matanya.
"Temenin gua bentar, entar sore kita kesana bareng." Zeno meletakkan tangan Aluna kepipinya. Aluna itu penenangnya Zeno.
"Tap--"
"Please.." usai menyelesaikan ucapannya, Zeno menarik Aluna tidur disampingnya.
Aluna akhirnya hanya bisa mengalah, ya lebih baik seperti ini. Tenang.
Aluna bisa melihat raut tenang Zeno yang tertidur, cepat sekali pikir Aluna. Aluna tersenyum tipis.
Sebenarnya Aluna tau kalau Zeno paling anti dalam hal sakit. Tapi demi Aluna, Zeno bisa melakukannya. Kadang Aluna takut, bagaimana kalau Zeno pergi? Akankah Aluna masih bisa bernapas lagi?
Aluna tau itu tidak masuk akal, tapi tanpa Zeno Aluna bukanlah Aluna. Dan itu kenyataannya.
Kadang Aluna pikir... Ingin hidup digame saja.
Aluna jadi terkekeh geli tanpa suara memikirkan pemikirannya itu.
Kembali pada awal, Aluna jadi ingat. Tampang Zeno yang biasanya jenaka kini berganti dengan raut tenang. Jarang sekali Aluna melihat ini.
Karena Aluna tau kalau Zeno jarang bisa tidur dengan tenang. Sebab insomnianya.
"Jangan sakit gara gara gua lagi ya Zeno?"
Tbc!
Gua pengen selesaiin apa yang gua mulai tapi kenapa susah ya? Gua lagi mikir apa seharusnya gua berhenti aja? Dan lupain semua itu, tutup mata lalu terus jalan. Gua rasa itu mudah buat gua. Tapi kenapa hati berkata lain? -Aluna
Woy, gua abis sakit. Biar sembuh tolong vote komen nya dong -Zeno
"kim goblok! Napa bawa bawa gua si? Obat gua cuma Aluna bukan yang lain." -Zeno
"Bacot" -Kim_-
:)
Salam Amatir,
Kim_-
19.04.20
KAMU SEDANG MEMBACA
COMEBACK
General Fiction"Gue Aluna, dan gue mau lo jadi matahari gue." "Gue Zeno, dan gue mau lo jadi bumi gue." Ini bukan perihal cinta. Hanya luka. Luka. Dan tetap akan menjadi luka. Entah itu hanya sebatas membekas. Luka tetaplah luka. . . . . . . #16 in realita #20 in...