Berlari dan terus berlari bukan perkara yang mudah. Sebab masih ada hal yang menggantung dikerongkongan. Ingin terucap namun terlalu bisu untuk mengungkap.
•Zeno•
Jika diberi pilihan, Zeno ingin membawa lari Aluna. Menyembunyikannya pada semesta yang kerap kali bergurau.
Zeno ingin menyembunyikan Aluna dalam dekapnya. Jika saja Aluna sadar, ia yang selalu disamping sosoknya yang memejamkan mata. Ketakutan akan semesta. Zeno duduk disampingnya. Selalu.
Aluna ketakutan, Zeno lebih takut. Jika sewaktu waktu, Aluna menghilang dari jangkauannya. Zeno bisa gila. Aluna itu candu.
Aluna itu unik. Zeno terlampau menyukainya terlepas dari hal hal aneh yang Aluna lakukan. Zeno mengakui betapa buruknya ia sangat sangat mencintai sosok rapuh yang bisa saja akan hancur dalam sekali sentuh.
Zeno akui hubungan mereka saja patut dipertanyakan. Apakah masih bisa disebut persahabatan? Zeno pikir, tidak. Hubungan ini mengambang. Terombang ambing dilema ingin terungkap tapi gagap.
"ZENO!" Aluna menepuk bahu Zeno, menarik fokus Zeno kembali ketempat semestinya.
Zeno hanya menoleh bermaksud mengisyaratkan pertanyaan 'ada apa?'
"Katanya kita mau timezone! Lo nya malah kek orang kebelet berak anjing." cerocos Aluna. Aluna itu anehnya. Kemarin macam orang depresi berat, sekarang? Macam orang yang tidak punya dosa. Dasar Aluna.
"Aluna, jangan kasar." Zeno menatap tajam membuat Aluna cemberut.
" Ya lo aja boleh ngomong kasar, kok gua enggk si? Kemarin kemarin juga boleh, lo nya b aja. Nyebelin" Aluna bersedekap dan memalingkan wajahnya. Persis anak kecil yang merajuk.
Zeno gemas sejujurnya, tapi kalau sedang dalam konteks ini ingin rasanya Zeno menenggelamkan Aluna. Sungguh.
"Aluna" panggil Zeno penuh penekanan mengisyaratkan untuk berhenti membangkang.
"Iya iya," ucap Aluna setengah hati dan melanjutkan langkahnya dengan dihentak hentakanan. Zeno sudah bilang Aluna itu anak kecil.
Zeno ikut melangkahkan kakinya namun kali ini tidak sejajar. Zeno mengikuti langkah Aluna dari belakang. Zeno mengamati setiap pergerakan Aluna dari belakang. Punggung yang telah berusaha dengan keras.
"Ish, Zeno!" lama lama Aluna gemas sendiri, Aluna membalik badannya dan menghampiri Zeno yang berjarak kurang lebih 5 langkah dibelakangnya. Aluna meraih tangan Zeno membawanya berjalan sejajar.
Zeno tersenyum tertahan. Bagaimana bisa Zeno tidak jatuh pada sosok gadis ini? Gadis yang penuh kejutan.
"Gua pengen lo kaya gini terus, Na. Gua sayang lo." konstan Aluna menolehkan kepalanya pada Zeno. Sedikit kaget dengan kalimat yang dilontarkan Zeno. Namun tetap tersenyum.
"Gua juga sayang diri gua sendiri," Aluna terkekeh.
"Dih, nggk ding. I hate myself, dan lo lebih tau dari gua." lanjut Aluna dengan senyuman. "Gua juga sayang lo. Gua beruntung ketemu lo. Jadi, baik baik entar ada tidaknya gua disamping lo, No."
Zeno hanya diam, mengambil langkah lebih cepat menarik Aluna. Bukannya tidak memahami kalimat yang dilontarkan Aluna. Tapi hanya saja, Zeno tidak suka itu. Zeno benci kalimat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
COMEBACK
Genel Kurgu"Gue Aluna, dan gue mau lo jadi matahari gue." "Gue Zeno, dan gue mau lo jadi bumi gue." Ini bukan perihal cinta. Hanya luka. Luka. Dan tetap akan menjadi luka. Entah itu hanya sebatas membekas. Luka tetaplah luka. . . . . . . #16 in realita #20 in...