SURAT CINTA NING ZURAIDA
Episode ke-4
Sampah Hati=====================================
Link episode ke-3
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2842631155785517&id=100001159814714
=====================================Dhoharol fasaadu fil barri wal bahri bimaa kasabat aidin-naasi liyudziqohum ba'dholladzi amiluu la'allahum yar'jiuun.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.
Al Qur'an surat Arrum ayat 41 memberikan keterangan buang demikian jelas tentang kerusakan bumi ini baik di daratan maupun lautan semua karena ulah manusia. Eksploitasi tanpa menghitung pelestarian dan pola konsumsi berlebihan yang menghasilkan sampah.
Sementara itu tumpukan sampah dianggap sesuatu yang kotor dan hina padahal diproduksi oleh tangan-tangan manusia sendiri.
"Gus, njenengan kok ndak malu ikut ngurusi sampah yang kotor bersama kami?" tanya Kang Badri.
"Kenapa harus malu, Kang?" Gus Falih bertanya kembali.
"Njenengan kan seorang Gus. Anaknya Kyai, tampan, pinter pula."
"Kang, kita semua ini sama saja. Kita gak pernah milih terlahir sebagai anaknya siapa. Semua kehendak Gusti Allah. Maka hakekatnya sama bukan?"
"Ya tetep tidak sama, Gus. Kyai dan keturunannya itu mulia sementara kita orang biasa."
"Semua orang itu ya biasa. Luar biasa itu hanya persepsi dan tradisi sesuai zamannya. Bahkan dipersepsikan sebagai orang luar biasa itu bisa jadi adalah cobaan besar. Membuat orang mudah tergelincir pada kesombongan. Contohnya soal Gus tadi. Karena dipersepsikan sebagai mulia maka mudah membuat dirinya percaya diri sebagai orang mulia. Padahal ya belum tentu, toh?"
"Nggeh mboten, Gus. Bagaimanapun ya mulia," Kang Badri masih ngotot tidak menerima penjelasan Gus Falih. Namun dalam hati ia memuji kerendahan hati sahabatnya itu.
"Habib Ali Al Jufry itu setiap hari membersihkan WC di kantornya untuk mendidik hatinya tentang kerendahan hati. Beliau mengikuti gurunya yakni Syekh Mutawalli As-Sya'rawi yang sering diketahui sopirnya sedang membersihkan toilet masjid. Saat sopirnya bertanya ngapain repot-repot melakukan hal tersebut ternyata beliau menjawab bahwa saat berceramah tadi beliau melihat ada jama'ah yang menangis sehingga muncul rasa bangga dalam hatinya atas hal tersebut. Maka beliau membersihkan toilet itu untuk merendahkan dirinya. Mendidik hatinya agar tidak lupa diri. Beliau berdua orang mulia saja melakukan hal itu. Apalah diri kita ini, Kang."
"Njih, Gus. Jadi hati kita ini juga ada sampah-sampah yang harus kita bersihkan juga. Begitu, Gus?"
"Sampah yang sangat berbahaya adalah kesombongan, Kang. Pujian dan sanjungan adalah pupuknya. Orang dipuji karena seorang Gus itu menurutku aneh. Dia tidak melakukan apapun untuk mendapat sebutan Gus, kan? Itu semata kehendak Allah. Ngapain dipuji ke-Gus-annya?"
"Andai semua Gus kados njenengan (seperti engkau)," Kang Badri bergumam.
"Gus... Gus... Gus Falih," Kang Samsul datang sambil berlari-lari menghampiri mereka yang sedang duduk ngobrol beristirahat setelah memilah-milah sampah itu mempermudah proses kelanjutan pengolahan.
"Ada apa toh, Kang. Santai dulu. Ambekan (ambil nafas) biar tenang," Kang Badri bicara sambil mengulurkan botol air mineral yang isinya adalah air minum santri dari kran khusus air minum yang berasal dari sumur diproses reverse osmosis di samping masjid dekat makam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cinta Ning Zuraida
General FictionSeorang santri tampan rupawan menjadi petugas sampah yang baru. Gerobak sampah berwarna biru yang biasanya ditarik Kang Badri yang berwajah khas karena berjerawat besar-besar kini beralih tangan. Para santri putri penghuni Pesantren Darussalam heboh...